Ekspedisi Sejarah Indonesia (Exsara)

Exsara merupakan organisasi terbesar di Jurusan Sejarah Unnes. Aku dirikan bersama teman-teman jurusan sejarah Unnes angkatan 2008. Mereka semakin maju

Catatan Hidupku

Aku sangat suka menulis. Termasuk membuat catatan hidupku. Biar nanti aku mati, tapi pikiranku seolah terus hidup sampai anak cucuku

Petualangan Hidup

Setiap hidup, pasti menyempatkan berkunjung ke tempat unik, berkenalan dengan orang baru. Semua itu akan mendidik kita jadi manusia besar

Sejarah Nasional dan Dunia

Basis pendidikanku Sejarah. Aku sangat menyukai kisah masa lalu. Ada yang kuanggap sebagai sastra ada yang kuanggap sebagai guru kehidupan

Pola Hidup Sehat

Sejak SMP aku sudah punya bakat pemerhati gizi. Aku sangat mencintai pola hidup sehat. Tanpa kita sehat, semua yang kita miliki tak ada gunannya

Monday, February 4, 2013

Dari Setanjung ke Kalimasada [Part 15]


Tibalah pada suatu saat ketika kuliah selama empat tahunku dipertaruhkan dalam satu hari itu. Hari yang paling dinantikan bagi mereka yang telah mencukupi SKS untuk lulus. Apalagi bagi para mahasiswa yang ndongklakmoment ini ibarat telah memegang kunci untuk lolos dari penjara. Namun bagi mahasiswa yang telah memenuhi syarat, momen ini akan terkesan seperti mendekati hari-hari untuk disunat, mendebarkan. Satu sisi akan merasa keharusan kerja keras bahkan siap-siap mental tuk disakiti namun setelah itu akan menemui hal yang luar biasa lega. Yah, hari itu adalah UJIAN SKRIPSI.

Kerja keras selama empat tahun akan dipertanggungjawabkan melalui segepok tumpukan kertas seratus lebih halaman. Tumpukan kertas itu telah melewati filter pahit manisnya semasa dibimbing, peluh dan mungkin rasa keterpaksaan dalam penelitian. Ya memang terpaksa, paradigma dewasa ini memang tak seperti sepuluh tahun silam dimana dosen sangat tegas meminta mahasiswa lulus di waktu yang tepat, bukan tepat waktu, artinya karyanya memang harus berbobot, kalo belum berbobot ya lulusnya nanti dulu. Jadi jaman sekarang tentu berbeda dengan yang diucapkan Amien Rais tentang reformasi 1998 yaitu “Melangkah karena dipaksa sejarah”, melangkah karena memang sudah saatnya kita menggebrak menciptakan sejarah baru. Sedangkan mahasiswa sekarang paradigmanya “Melangkah karena aji mumpung”. Instant, cepat, rakus.

Banyak ku rasakan atmosfer aji mumpung di akhir aku kuliah disini. Beberapa ada yang bisa menyelesaikan skripsi selama 3 bulan saja, pasca KKN hingga wisuda april. Juga ada yang menyerahkan BAB IV dan V nya kepada “tukang”. Memanipulasi data dan merekayasanya sekiranya bernilai “Korelatif” jadi tidak perlu penelitian ulang. Penelitian eksperimen di sekolahan dilaksanakan satu hari saja, hemat waktu. Sekali bimbingan langsung acc, sekali bimbingan langsung acc. Mahasiswa yang buru-buru meminta tanda tangan siap diujikan, wadul karo wong tuwa. Hari ini menyerahkan SK Ujian dua hari berselang dosen penguji ya mau-mau saja diajak untuk ujian tanpa perlu mempelajari skripsinya dulu. Ujian hanya 15 menit saja, dalihnya karyanya jelek tak sudi menguji tapi anehnya diberi nilai A. Ada yang ujian cukup revisi tata tulis saja. Semua ini adalah tanda, bahwa antara mahasiswa dengan dosen mengakui perlu adanya hubungan mutualisme didalamnya. Mahasiswa yang ingin cepat-cepat lulus, dosen juga memudahkan acc dengan begitu pekerjaanya jadi lebih ringan. Isu bertambahnya mahasiswa baru th 2012 maka universitas juga harus mewisuda banyak pula, jika tidak maka sistem sudah bagaikan orang menahan nafas, memasukan tanpa mengeluarkan, mustahil. Jadi jangan khawatir, dijamin pasti mudah mencari lulus.

Sebelum ujian seringkali rasa takut mulai mengental. Namun bagiku masih ada waktu tuk mengatasi viskositas ketakutan yang begitu tinggi ini. Aku tak ingin terburu-buru, bahkan mulur dari jadwal SK pun tak masalah yang penting aku siap, dosen siap. Jauh dari masa tanggang ini aku mencermati kawan-kawan yang tengah disidang termasuk kakak semester. Sungguh tak menentu, kadang aku lihat  ada yang tak serumit yang dibayangkan, menjawab sederet pertanyaan tanpa perlu didebat, habis itu sudah tinggal revisi tata tulis. Ada yang sidang bukannya menegangkan tetapi malah penuh guyon, seperti sidangnya Harry yg diuji oleh Pak Arif, Pak Cahyo dan pak Sodiq. Sama halnya dengan nasib Nanang kala diuji hampir semua pertanyaan dari dosen penguji malah dijawab oleh dosen pembimbingnya.

Keberuntungan orang memang berbeda-beda. Entah apa yang menjadi faktor. Antara azab ataukah cobaan, kita tidak bisa mendiagnosanya. Tapi keduanya justru bagus, karena sama-sama menekan kita untuk menjadi orang yang bertobat. Kisahnya memang seperti tidak mulus, beberapa teman-temanku ada yang harus menerima kritikan sadis dari dosen penguji, tidak bisa mendebatnya. Hanya bersikap pasif, atau dalam bahasa mbanyumasan tiba-tiba mahasiswa tersebut menjadi “Lengob”. Gerakanya mencerminkan seperti orang sakit, suaranya meredup sedikit gemetar. Telinganya semakin sakit. Kritikan yang terus menekan bagai tertusuk tusuk ribuan peluru dari senapan serbu macam AK-47. Terbeban rasa malu apa lagi jika disaksikan audiens banyak. Seolah peristiwa tadi adalah aibnya.

Melihat mereka semua, membuatku semakin mempersiapkan mental untuk keadaan yang paling buruk sekalipun. Apakah nanti, suasana ujian akan indah seperti bukit berbunga ataukah seperti gedung-gedung yang runtuh berlangit gelap dan penuh halilintar. Kita tawakal saja.

SK ujian telah keluar, aku mendapat dosen penguji bapak R. Suharso. Sedikit lega, teman-teman juga ada yang menganggap aku akan menjadi orang beruntung ketika ujian nanti. Karena umumnya sudah tahu karakter beliau yang “mudah”. Beliau memang doyan mengkritik tapi sifatnya “dalam” tidak “pedas”. Artinya bahwa kritikannya memang terlampau kritis (dibanding dosen-dosen lain) tapi ia tidak menyakitkan. Tinggal yang ku takutkan adalah pak Ibnu Sodiq, beliau memang bukan ahlinya dalam skripsi berbau pendidikan, tapi ia juga suka mengkritik apa bila dosen penguji I sudah terlanjur mengkritik. Beda lagi jika dosen penguji 1 tidak mengkritik maka beliaupun juga tidak mengkritik (pengalaman saat menguji Harry). Sementara pak Karyono? Sudah dipastikan beliau tidak bisa ikut sidangku (ada kepentingan lain), kalau sudah begitu sudah tidak ada mesalah lagi untuk berurusan lagi dengan beliau.

Sehari menjelang ujian aku dibujuk Nanang untuk lebih baik tinggal di kosnya satu hari itu, daripada tetap di kontrakan ar[t]my. Meskipun aku juga bisa belajar dengan tenang di ar[t]my tapi aku tidak akan mendapatkan bumbu-bumbu motivasi dari kawan-kawan. Aku akan tetap dingin di ar[t]my, sementara jika aku tinggal di kosnya Nanang aku juga akan bertemu dengan Harry, Aris dan juga Marwan suasana akan lebih mendukung dan hangat.

Malam itu aku dinasehati Nanang, agar aku tidur lebih awal dan nanti bisa bangun subuh banyak berdoa dan menelfon orang tua pagi itu untuk meminta dukungan doan do’a restu. Malam juga sangat mendukung, sepi dan kawan-kawan juga menghormatiku tidur lebih awal. Tianggal ku rebahkan saja badan ini dan menarik selimut, namun masih saja ada secercah keresahan dalam pikiran ini untuk esok hari.
Penantian akan esok hari, membuatku tak bisa tidur.
Perasaan seperti berburu, bagaimana caranya aku tidur.
Misteri pagi hari esok, tak tahu apa yang kan ku dapatkan.
Hari yang mendung penuh guntur,
Ataukah kedamaian bukit berbunga di pegunungan Alpen.

Padamara, 4 Februari 2013


SK ujian skripsiku
SK ujian skripsiku