Ekspedisi Sejarah Indonesia (Exsara)

Exsara merupakan organisasi terbesar di Jurusan Sejarah Unnes. Aku dirikan bersama teman-teman jurusan sejarah Unnes angkatan 2008. Mereka semakin maju

Catatan Hidupku

Aku sangat suka menulis. Termasuk membuat catatan hidupku. Biar nanti aku mati, tapi pikiranku seolah terus hidup sampai anak cucuku

Petualangan Hidup

Setiap hidup, pasti menyempatkan berkunjung ke tempat unik, berkenalan dengan orang baru. Semua itu akan mendidik kita jadi manusia besar

Sejarah Nasional dan Dunia

Basis pendidikanku Sejarah. Aku sangat menyukai kisah masa lalu. Ada yang kuanggap sebagai sastra ada yang kuanggap sebagai guru kehidupan

Pola Hidup Sehat

Sejak SMP aku sudah punya bakat pemerhati gizi. Aku sangat mencintai pola hidup sehat. Tanpa kita sehat, semua yang kita miliki tak ada gunannya

Saturday, June 11, 2011

Catatan seorang Pendiam 11 Juni 2011


Aku mencoba mengingat-ingat apa yang kurasa sepanjang hari ini.
Tak ada pergulatan dalam pikiranku.
Aku yang pendiam dan sendirian, selalu.
Seringkali hanya ditemani seberkas peri kecil yang terbang mengelilingiku kesana kemari.
Terbang dengan lincah.
Rupanya yang manis, dan mengenakan pakaian warna abu-abu yang membuatnya tampak anggun.
Kepakan sayapnya yang mungil dan begitu cepat,
memercikan titik-titik cahaya kecil.
Membawa tongkat ajaib yang berkilauan.
Seringkali ia menyulapku dengan tongkat itu…. Swiiiiingzz menjadi lelaki yang kadang senyum-senyum sendiri, hanya karena Short Message Service cinta yang aku terima. Sejenak membuatku bahagia.
Kini ia tak menghampiriku lagi,
Mungkin karena aku sudah terlalu banyak dosa.
Aku makin kesepian.

Akhir-akhir ini aku banyak menulis, karena aku kesepian.
“Nobody knows the trouble I see, Nobody knows my sorrow”

Friday, June 10, 2011

Catatan seorang Pendiam 10 Juni 2011


Mimpi-mimpi malam itu masih kurasakan diatas kursi bus yang elegan ini. Hingga Mantari baru saja terbit, aku baru saja membuka mata yang terasa berat. Masih terduduk diam, ku lihat ini masih di sekitar jalanan Pantura.

Aku mulai melihat “Peradaban-peradaban Pagi” di tepian jalan yang ku lewati. Segerombolan manusia berakal yang ingin bisa menghidupi diri dan keluarganya di esok hari, dan setipis kabut mereka berfikir soal kebangsaan. Mereka para pedagang kecil terlihat bersemangat menata barang dagangannya di pasar, mengisi bahan bakar di SPBU untuk motornya yang hanya diboncengi sebrag barang dagangan. Itu sudah menjadi bagian dari kedisiplinan mereka, suatu kebiasaan yang luar biasa seandainya mereka adalah orang yang cerdas.

Fenomena ini aku bandingkan dengan log in ke 0.facebook.com. Melihat Sebuah aktivitas dunia maya para pemuda terlihat memasang status tentang lelahnya aktivitas malam itu dan baru saja tidur beberapa menit yang lalu. Tenyata pemuda sekarang lebih merindukan gemerlapnya atmosfer malam ketimbang menikmati puitisnya pagi.

Pemuda adalah calon penerus bangsa. Diciptakan agar bermoral baik dan produktif. Islam telah mengajari batapa bermaknanya Pagi hari. Merasakan udara sejuk dan khusyuk untuk beribadah. Pagi adalah waktu yang tepat untuk berkontemplasi, merenung, dan melamunkan sesuatu yang puitis atau bermeditasi.

Hari-hari yang diawali dengan hikmah akan renungan akan lebih menggairahkan dan lebih bersyukur akan karunia Tuhan. Lebih optimis karena munajat subuh. Orang Amerika Serikat yang terkenal sangat produktif dalam hal ekonomi ia selalu bangun pagi sekedar ingin jalan-jalan bersama anjingnya. Sementara kita bangun pagipun enggan, betapa sulitnya untuk sholat subuh. Orang Amerika rela bangun pagi demi Anjingnya sementara Kita (muslim) seolah malas bangun pagi padahal demi Tuhannya.

Toko-toko dan bangunan tinggi di Kota Semarang mulai tampak terang terlihat. Lampu-lampu pun mulai mereka matikan. Begitu pula lampu-lampu kota yang berbaris di tepi jalan terlihat takut untuk bersaing dengan cerahnya mentari, mereka akhirnya padam otomatis.

Selamanya pagi memang begitu indah, kita akan menjadi Negara maju jika kita selalu bangun pagi sehabis terlelap dengan tidur yang cukup. . . . Jadilah manusia yang produktif seperti orang Amerika yang selalu disiplin bangun pagi. . . .
percuma saja kalian membenci Amerika, kebiasaan dan etos kalian lebih bobrok. . . . . kadang tak sesuai dengan Islam. . . .

Islam jangan diidentikan dengan anti-barat, justru orang Islam di Barat-lah yang kebanyakan benar-benar mengamalkan konsep islam secara konsekuen dengan ajarannya, aku pernah membaca artikel soal ini . . .

Thursday, June 9, 2011

Catatan Seorang Pendiam 7-9 juni 2011 (Special trip version to Madura-Surabaya-Malang)


7 Juni
Sedikit ada rasa fobia ketika Eko Nurrohmad (Cah Josh) dulu menceritakan soal orang Madura yang menujukan sikap tidak respek terhadap dirinya. Ada pedagang Madura yang memaksanya untuk membeli korek unik yang ditawarkan dengan nada bicara kurang hormat. Tragedinya dia ketika di sekitar  Jembatan Suramadu pada KKL 2 lalu itu membuatku merasa harus lebih mengerti tentang apa yang dimau dari psikis orang Madura. Apa mungkin ini bisa direlavansikan dengan Tragedi Sampit, begitu bencinya orang Kalimantan terhadap dirinya?. Aku belum memastikan apakah Tragedi sampit ini sealur dengan mentalitas Peristiwa Holocaust orang Jerman terhadap orang Yahudi ataukah sealur dengan cerita Tragedi pembantaian etnis Cina oleh VOC sekitar 1740. Tentunya kita telah tahu soal latar belakang kedua cerita tersebut.

Ah itulah manusia, lagipula Madura benar-benar panas. Membuat stress suasana dan mempermudah untuk naik darah. Di sekitar kunjunganku ke makam kuno, yang katanya berisi para luluhur pejuang perang Troloyo, panas yang tak terbiasa dan merasa terganggu dengan para pengemis anak kecil yang entah sengaja diciptakan sebagai mesin pengemis atau karena keterbelakangan mental. Pengemis anak kecil ini mirip seperti Zombie yang ada di Game PS1 “Metal Slug” ia meloncat-loncat kemudian menghinggapi tubuh kita dan konsekuensinya kita akan mati, tapi untuk pengemis ini konsekuensinya kita harus memberinya uang jika ingin lepas.

Lepaslah dari pulau gersang nan panas itu. Tak ada indahnya disitu. Aan pun mencoba memotret jalanan Jembatan Suramadu yang begitu millennium dan modern. Yusak mengomentarinya foto ini seperti jalanan di Negara Barat, sebuah sisi dunia yang segar dan penuh dengan kebebasan. Foto itu mungkin kami kenang sama halnya peresmian berdirinya Patung Liberty Amerika Serikat. Ini bukan ku bermaksud memperjelek Madura, aku hanya sedang ingin mengekspresikannya sebagai pulau yang berudara panas dan kurang menyenangkan, meski aku sadar ini hanya kesan awal dan tidak boleh digeneralisasikan kepada semuanya. “dalam satu tundun pisang tidaklah semuanya cacat” kata kawanku dari Malaysia.

Mentari jingga di soreharipun berpijar. Mesra menyambut datangnya sang petang. Aku bisa memandang ini semua dengan mata sayup-sayup terpesona.

Lampu-lampu malam kota Surabaya terlihat melankolis. Satu persatu mulai membuka mata sinarnya seiring dengan datangnya sang petang. Mereka berbaris di tepi jalan. Tampak selalu murung terus menghadap ke bawah, meski dia melihat kebobrokan tapi ia selalu rela menyinari. Cahayanya seperti roh Pahlawan 10 November.

*********


8 Juni
Aku tidak terbangun bersamaan dengan kawan sekamarku di Hotel, ada Yusak, Aan dan Anggit. Aan yang aku kira dia tak acuh soal sejarah dan politik ternyata dia sejenak tak mau mengganti channel TV yang mengabarkan tentang peluncuran buku tentang Pak Soeharto.

"Kita tidak mungkin meminta semua orang tidak suka atau suka kepada kita. Dan makin lama orang akan menilai yang mana yang baik, mana yang tidak baik,"
"Kita tidak mungkin meminta semua orang tidak suka atau suka kepada kita. Dan makin lama orang akan menilai yang mana yang baik, mana yang tidak baik,"
Fenomena peluncuran buku tentang pemimpin Rezim Orde Baru ini kali ini saya yakin tidak akan membuat polemik yang menghebohkan. Ini sudah menjadi hal biasa, dan tidak lagi menganggap sebagai karya yang penuh dengan unsur legitimasi politik. Rakyat yang frustasi dengan kondisi tentu akan membandingkan pemimpin baru dengan pemimpin lama. sekarang mungkin sudah terbukti. Orde Baru dengan Reformasi, manakah yang lebih layak kehidupannya?. Bukankah Orde Baru rasanya lebih aman dalam hal ekonomi?. Bapakku adalah simpatisan pak Harto. hanya baru dalam pemerintahan pak Harto saja yang pernah membawa Indonesia hampir menjadi macan Asia dan tahap Take off. Pak Karno pernah Korup, Pak Harto pun juga pernah korup. Namun mereka telah memiliki jasa besar untuk negeri ini.

Yang menjadi pertaruhan kemudian, apakah masyarakat ingin 'kembali' ke masa di mana Soeharto berkuasa dengan cara memilih kelompok politik yang merepresentasi kelompok masa lalu itu?. mungkin ini hanya sebatas perasaan rindu akan masa lalu.

Hari Ini adalah detik-detik paling kunanti. Sebelumnya aku sudah tahu kalau kami akan batal ke Hotel Yamato. Maka setidaknya di LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) aku bisa maksimal. Forum disambut dengan sangat baik oleh kekek-kakek yang begitu ramah, berpakaian hijau dinas militer dan mengenakan kopiah segitiga berwarna kuning.

Mengapa ia sangat menyambut kami dengan baik?? itu karena bagi mereka para veteran, kita-kita adalah calon generasi pewaris cerita sejarah (Bagi anak Ilmu sejarah) dan sebagai calon penginspirasi siswa akan leluhur yang mati matian memperjuangkan negeri ini (Bagi anak Pendidikan sejarah).

Sebuah prolog awal ia sering bicara soal penggunaan sejata. Mereka ternyata masih begitu takut memegang mesin pembunuh ini. Tapi demi terbebas dari kembalinya intervensi meluas dari Negara barat ini akhirnya mereka mau berjuang.

Kadang aku berfikir, apakah jalan yang diambil orang-orang Indonesia seperti Soekarno, Hatta dan Sjahrir ini adalah jalan yang lurus. Karena sampai sekarang aku masih tidak yakin kalau Belanda adalah setan bagi Negara kita. Tak pantas rasanya kita mengajari murid kita dengan presepsi mempersetankan Belanda. Bukankah budaya, bangunan, pendidikan, teknologi dan pengorganisasian dari para Hindia Belanda ini sudah membatu kita memiliki peradaban yang sedemikian mendingan?. Kalau kita tidak dijajah?apa yang terjadi? Mungkinkah kita akan sama halnya seperti Negara-negara di Afrika yang miskin dan tidak disentuh oleh para penjajah sekalipun, kelaparan, bodoh dan primitif. Masih beruntunglah kita dijajah.

Para pemimpin kita itupun sebenarnya tidak yakin kalau jalan antithesisnya terhadap pemerintah Belanda itu adalah jalan yang benar. Karena jika kita tanpa meragukan jalan yang kita pilih kita menjadi tidak ingin belajar. Dunia memang begitu kompleks.

Aku masih ingat para veteran itupun menganggap mentalitas orang sekarang tidak seperti orang ketika perang berlangsung. Mereka ketika perang berjuang  tidak kenal golongan, warna baju, ras, suku bangsa atau agama, mereka mau bersatu saling membela demi menghadapi NICA dan AFNEI. Sementara apa yang dihadapi orang sekarang berbeda, orang sekarang lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongannya ketimbang kepentingan kebangsaannya. Lihat saja ketika kampanye partai berlangsung… benar apa kata lirik dari Saykoji dalam lagunya “Revolusi Hati”.
Saykoji Ngerap:
Musim kampanye banyak benderapun dikibarkan#
Hanya bendera Partai dan yang Merah Putihpun ditinggalkan#
Kepentingan golongan sendiri yang didahulukan#
Niat mencari calon pemimpin sebaiknya memang kita urungkan#
Kita butuhkan#, kesetabilan akal sehat para pemimpin#
Dengar baik-baik !! pemimpin bukan Pemimpi !!#
Yang didahulukan agenda partai, dan bukan rakyat#
Masih ada warga kelaparan yang menjadi mayat#
Kalau kalian tak korupsi, harga-harga tak perlu naik#
Tagihan gas, BBM akan lebih baik#
Dimana keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?#
Ditengah perang tariff Telkomsel, XL, Mentari dan Esia#
 Dst..
Kata-kata terakhir dari mereka (Veteran) berujar bahwa ketika zaman memperjuangkan kemerdekaan musuh kita adalah para penjajah, sedangkan zaman sekarang musuh-musuh kita ada di dalam diri kita sendiri.

*********

9 Juni
Ini adalah pertama kali aku pergi ke Malang. Namun aku masih bagian dari 8 Armada bersama KKL sejarah. Aku pikir disini adalah waktunya total untuk bersenang senang. Tapi sayangnya rasanya memang kurang sesuai mindset pikiranku. Seandainya saja tidak usah ke Songgoriti atau ke BNS pun tidak mengapa asal diganti ke Pantai selatan Malang dekat dengan Pulau Sempu mungkin lebih eksotis, aku pernah melihatnya di TV.

Sayangnya Songgoriti dan BNS sudah terlanjur menjadi pilihan. Akhirnya kami kurang manikmati. Aku satu perasaan dan pemikiran dengan para gerombolan satu etnisku (Aan, Yusak dan Anggit) ditambah kawanku Furqan, dan sesama penganut Calm-isme Dwi Setyo. Sepanjang KKL kali ini aku hanya bersama mereka.

Sebenarnya dimata teman-teman seolah olah kami adalah segerombolan orang yang memarjinalkan diri atas nama satu etnis. Tapi sebenarnya tidak, kami terbuka, dan Furqan meski bukan satu etnis dengan kami ia senang bersama kami. Furqan merasa dirinya dimarjinalkan oleh teman-temannya sering jadi korban ejekan. Ia pun katanya senang bergabung dengan Bus C (Bus yang berisi anak-anak ilmu sejarah dan sebagian kecil anak-anak Pendidikan sejarah yang mengasingkan diri). Baginya di bus ini lebih damai. Sedangkan jika di bus A (6A) ia akan merasa tidak nyaman dengan ejekan, karena pada dasarnya dalam suatu persahabatan disitu ada kelompok si pengejek dan yang diejek. Kalau tidak mengejek ya pasti dia diejek dan sebaliknya.

Di Bis C banyak teman-teman yang tidak begitu banyak kita akrabi sebelumnya. Sehingga suasana damai dan natral masih terasa, akupun merasakan hal yang sama sebagai penghuni Bis C. Kadang ketika aku berada di tengah Teman-teman Bis B (6B) juga merasa ketidaknyamanan, khususnya ketika ada yang mengkritikku begitu saja hanya karena aku hanya diam tidak ikut-ikutan membuat sensasi konyol gila-gilaan bersama mereka. diam adalah hak ku, karena ini adalah bagian dariku untuk berfikir tenang dan nyaman. Dan diampun bukan berarti serius dan tidak selalu tak berkata.

Bagiku diamku itu seperti telaga sunyi dan sejuk, kadang dihinggapi burung dengan kicauannya yang terasa surgawi. Telaga mengalirkan sumber air yang begitu bersih tak ternoda, dan memberi kehidupan yang sehat di bawahnya. Kadang pula telaga dikunjungi oleh sepasang kekasih untuk berbagi cerita romantis dan menenangkan hati.   
Aku sempat sedih mendengar cerita dari Yusak, Aan dan Anggit ketika ia mendengar ada salah satu cewek dari jawa yang menyatakan tidak sudi memiliki pacar atau suami dari kalangan orang-orang Ngapak. Sebuah pukulan dekadensi bagi kami. Itu adalah bagian dari pembicaraan soal SARA dan sangat memicu konflik. Furqan yang pluralispun turut menentang hal itu. Aku sekarang mengerti siapa wanita itu, dan kami akan menganggapnya dia adalah wanita yang bodoh soal konsepsi kemanusiaan.
"Kita tidak mungkin meminta semua orang tidak suka atau suka kepada kita. Dan makin lama orang akan menilai yang mana yang baik, mana yang tidak baik,"
"Kita tidak mungkin meminta semua orang tidak suka atau suka kepada kita. Dan makin lama ora

Monday, June 6, 2011

Catatan seorang Pendiam 6 Juni 2011



Dear mom. . .

Daun muda ku masih kencang. Akan terlihat mesra sekali ketika diterpa embun pagi itu. Terimakasih atas doa tulusmu padaku.

Ma, aku masih begitu pendiam. Tapi aku selalu mempelajari setiap petunjuk. Semua orang yakin kalau apa yg dilakukanya itu bagian dr kebenaran. Aku baru saja menyaksikan film Sang Pencerah, disitu K.H Ahmad Dahlan juga merasakan hal yang sama. Kembali mengajarkan Islam yg pure. Tapi banyak orang yang menganggapnya keblinger. Dia menjadi terasingkan.

Rasulullah pernah brsabda. Sesungguhnya islam datang dari keterasingan dan kembali kepada keterasingan pula. Maka beruntunglah orang yang terasingkan, karena yang terasing itulah yang sebenarnya tengah berjuang membereskan sesuatu yang berserakan.

Perubahan memang tidaklah mudah. Rasanya Gie tak seberuntung KH Ahmad Dahlan.

Gie hanya dibanggakan namanya dan idenya, namun tidak dikenakan sendiri oleh orang indonesia.
Idealisme akan luntur ketika negara ini terlalu banyak Kong kalikong. Aku melamun soal ini.

Malam ini aq berangkat ke Surabaya, dengan uang hasil jerih susahmu.

Salam kasih dari puteramu.

Ganda.

Sunday, June 5, 2011

Catatan seorang Pendiam 5 Juni 2011


Menjelang pergantian hari ini aku belum juga tertidur. Masih terbawa rasa keranjingan soal Bandwith yang kecepatannya membuatku terus geleng-geleng kepala. Aku baru saja berhasil mendownload Film “8 Mile”. Meski film ini sudah lama tapi aku baru sempat menontonnya. Motif utamanya jelas aku ingin melihat acting sosok salah satu Rapper idolaku, Marshall Mathers III atau terkenal dengan nama Eminem. Tema utama film ini jelas soal budaya Rap Hiphop. Music Rap yang Indonesia sebenarnya bukanlah ,menjadi cultur seperti mereka, akan tetapi hanya sekedar music penggembira.

Setting film ini menggambarkan kehidupan kumuh orang Amerika yang penuh masalah. Artis-artisnya pun tidak terkenal tidak yang ganteng-ganteng atau cantik-cantik. Tak ada penampilan yang mewah disini. Aku pikir ini adalah suatu kesengajaan.

Music Rap akarnya memang lahir dari para negro Amerika. Maka kebanyakan sekarang para Rapper yang terkenal tentunya dari kalangan kulit hitam seperti: 50 Cent, Alm. Tupac Shakur, T.I, Lil Wayne, Jay-Z, Ludacris, Snoop Dogg, Lyold Banks, G-Unit, X-Zibit dan lain-lain. Rasanya ngeRap sudah menjadi budaya para orang kulit hitam. Namun ada sesuatu yang aneh ketika ada orang kulit putih juga jenius ngeRap, disitulah sosok Eminem muncul. Nggak tanggung-tanggung ia mampu mengalahkan para gangster kulit hitam yang selalu menjadi pemenang dalam Battle Rap.

Budaya ngeRap oleh para orang kulit Hitam terus dilestarikan melalui event Battle Rap. Mereka diadu satu persatu untuk ngeRap, seperti orang pidato serta merta (tak ada persiapan). Apa yang diucapkan bebas, apakah itu mencela, memuji, mengkritik, menyindir atau bercerita, namun yang terpenting adalah syairnya tepat seperti bersajak AAAA atau ABAB. Disitu music hanya diiringi oleh seorang Disc Jockey saja. Ya begitulah Rap/ Hiphop tidak perlu seperti Band yang membawa seabrag abrag perangkat alat music.

Aku menyukai Rap ketika aku masih duduk di Bangku SMA. Setiap malam Jumat di Radio CREZ FM Purwokerto pasti ada acara Khusus memutar music-music Rap, tidak hanya itu, mereka yang juga melayani untuk siapa saja yang ingin show-off ngeRap lewat telephon saat On-Air. Aku sangat tertarik, tapi aku belum berani ikutan Battle di Radio seperti itu. Rasanya memang Amerika sekali.

Waktu SMA pernah guru seni musikku menyuruh kami untuk mencipatakan lagu dan menyanyikannya. Tak ada pilihan lain, akupun akhirnya ngeRap. Padahal itu bukan lagu yang kuciptakan sendiri, tapi lagunya Ponco salah satu Raper Lokal yang sering diputar di Crez FM. Karena bukan penyanyi terkenal maka saya yakin Guru saya ini nggak bakal tahu kalau aku Cuma menjiplak. Sampai sekarang aku kehilangan jejak Rapper Ponco, tapi aku akan berusaha untuk mencarinya lagi untuk mendownloadnya.

Kesimpulannya, musik rap bukanlah musiknya para golongan atas. Akan tetapi lagunya para mereka golongan bawah. Lahir dari para negro Amerika mereka yang awalnya dijadikan budak, sampai menjadi korban diskriminasi. Orang kulit hitam atau orang inlander seperti kita dahulu orang Eropa menganggap kita bukanlah manusia murni, akan tetapi manusia setengah binatang. Oleh karena itu music Rap muncul sebagai suatu seni mengkritik atau menyindir yang ampuh.

Untuk menjadi seorang Raper tentunya harus memiliki masalah. Tanpa adanya masalah mereka tidak bisa membuat lirik. Atau setidaknya meskipun hidup terasa baik-baik saja tetapi ide bisa didapat dari kepekaan kita terhadap suatu fenomen.