Ekspedisi Sejarah Indonesia (Exsara)

Exsara merupakan organisasi terbesar di Jurusan Sejarah Unnes. Aku dirikan bersama teman-teman jurusan sejarah Unnes angkatan 2008. Mereka semakin maju

Catatan Hidupku

Aku sangat suka menulis. Termasuk membuat catatan hidupku. Biar nanti aku mati, tapi pikiranku seolah terus hidup sampai anak cucuku

Petualangan Hidup

Setiap hidup, pasti menyempatkan berkunjung ke tempat unik, berkenalan dengan orang baru. Semua itu akan mendidik kita jadi manusia besar

Sejarah Nasional dan Dunia

Basis pendidikanku Sejarah. Aku sangat menyukai kisah masa lalu. Ada yang kuanggap sebagai sastra ada yang kuanggap sebagai guru kehidupan

Pola Hidup Sehat

Sejak SMP aku sudah punya bakat pemerhati gizi. Aku sangat mencintai pola hidup sehat. Tanpa kita sehat, semua yang kita miliki tak ada gunannya

Monday, March 11, 2013

Dari Setanjung ke Kalimasada [Part 17]


Tak ada urusan maka tak kenal. Ketika ada urusan maka saling kenal meski tak harus saling akrab. Begitulah sepertinya awal perkenalanku dengan sosol Muhammad “Aniq” Afif Fuddin. Sepanjang 4 tahun sebelumnya aku tak pernah mengenal siapa namanya meski teman seangkatan dan sering berjumpa. Yang ku tahu kami beda teman pergaulan juga beda prodi, dia dari prodi ilmu sejarah, sedang aku dari prodi pendidikan sejarah. Semanjak dulu aku kadang sesekali mengamati dia bahwa mukanya mirip sekali dengan Rapper legendais Amerika idolaku: Tupac Amaru Shakur (2Pac). Aku menjadi kenal dengannya cuma sebab satu hal kecil yaitu sama-sama berurusan dengan pak Karyono. Kami sama-sama anak bimbing pak Karyono dan ujian di hari yang sama. Saat itu urusan kami hanya soal sepele; “bagaimana caranya mengantar snack ujian ke tangan pak Karyono pada hari itu”. Hari itu Pak Karyono tidak menguji kami tapi setiap penguji baik yang hadir maupun tidak, wajib diberi snack yang telah dipesan oleh jurusan.

Siangnya Aniq hendak mengirimkan snack itu langsung ke rumahnya pak Karyono, aku hanya nitip saja. Tapi oleh suatu hal rencana itu gagal. Aniq menelfonku (entah dapat nomorku dari siapa), dia menawarkanku sebuah saran “bagaimana kalau kita beli snack yang baru lagi esok atau lusa ketika Pak Karyono hadir ke kampus, sementara snack yang ditangan ini dikonsumsi sendiri saja??” aku menyetujui saja dan dia bersedia menerima titipan pembelian snack nanti. Ketika suatu saat dia sudah di toko roti dia menelfonku “gan kamu titip roti yang serupa dengan snack jurusan atau yang beda”. “Aku pilih yang serupa” jawabku. Kalau yang serupa harganya Rp 12000 sementara Aniq memilih jenis roti yang berbeda dan lebih mahal yang harganya Rp 25000.

Usai sudah hari-hari tersulit dalam studiku disini. Sekarang aku sudah bisa mengendorkan dasi yang mencekikku selama sidang tadi. Beberapa teman hari itu menyalamiku, termasuk mas Banu. Aris mengantarkanku pulang ke Ar[t]my. Suasana sepi jadi tak ada yang menyambutku. Dari sekian anak kontrakan mungkin hanya mas Santo yang tahu kalau aku ujian hari itu. Langsung aku terkapar begitu saja di kamar

Esoknya Pak Karyono hadir, Aniq juga telah menyerahkan snack kami kepadanya. Hari itu kami ujian susulan, Aniq diuji pertama kali di ruang kerja pak Karyono kutunggu ternyata cukup lama. Aku jadi sedikit panik jangan-jangan Pak Karyono sedang menguji sungguh-sungguh. Jangan-jangan kenyataan berbeda dengan isu-isu yang beredar di kalangan teman-teman kalau Pak Karyono tidak akan menguji kalau ujian susulan. Aku belum belajar ulang seandainya hendak diuji sungguh-sungguh. Sedikit resah aku menyandarkan keningku ke jari-jariku. Menunggu di teras paling bersejarah di jurusan sejarah. Teras keresahan yang terbiasa untuk mematung mahasiswa-mahasiswa menunggu dosen hadir setelah perjanjian untuk bimbingan skripsi. Namun kali ini akulah yang sedang mematungkan diri berpose seperti patung filsuf paling terkenal karya Aguste Rodin.

Aniq keluar giliranku masuk. Sudah terpasang jas gagah parlente ditubuhku kemudian aku menyerahkan form penilaian dan berita acara. Langsung skripsiku dibukanya lembar perlembar, nampaknya tidak ada masalah dengan skripsiku oleh Pak Karyono. Kemudian ditunjuk satu kesalahan saja dalam skripsiku, dan itu sangat kecil yaitu singkatan SPSS yang lupa tidak ku beri kepanjangannya Statistic Programs for the Social Science, sepertinya sepele tapi bila tidak dicantumkan akan menyesatkan. Pak Karyono kemudian melontarkan satu pertanyaan yang membahagiakan. Bayangkan, pertanyaan ini bagiku mampu menekan hormon kortisol (penyebab stres) seketika dan kemampuan memproduksi hormon endorfinnya (hormon kebahagiaan) SETARA dengan pertanyaan jika seorang kekasih kita menanyakan “Apakah kau siap menikah denganku??” dengan pipi merona dan senyum menggoda. Yah Pak Karyono bertanya kepadaku “Apakah kau siap lulus??”. Dengan senyum terlebih dahulu kemudian aku menjawab “Ya siap paKK!” dengan nada logat mBanyumasan dimana melafalkan kata “pak” dengan huruf K sangat jelas.

Aku pikir memang setara antara pertanyaan “Apakah kau siap menikah denganku??” dengan “Apakah kau siap lulus??”. Aku sadar seandainya menjawab “Ya” dari pertanyaan itu akan membawa sebuah konsekuensi. Namun itu bukanlah konsekuensi buruk akan tetapi konsekuensi bahwa aku harus siap naik ke tangga atau babak baru dalam kehidupan, inilah yang membuatku senang.

Sore itu aku memilih pulang jalan kaki, melepaskan dasi. Aku melewati lapangan voli FIS dan berbelok ke trotoar tepi lapangan bola FE. Musim hujan belum jua datang, lapangan masih kering. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Mungkin hewan-hewan kecil tengah estivasi menyembunyikan diri dengan dormansi di bawah tanah menjaga kelembaban tubuhnya agar tidak pernah kehabisan cadangan airnya. Di seberang jalan bising desingan tukang bangunan dan alat berat yang tengah merampungkan bangunan megah bernilai puluhan milyar yang kelak aku tidak ikut turut menikmatinya. Debu beterbangan, namun langkahku tetap lurus menuju pertigaan REM FM bernaung sebentar di bawah pohon pinus kemudian menyebrang jalan dengan elegan. Lekuk demi lekuk jalan ku lawati dan aku tidak akan pernah lupa akan jalanan tadi Gang Goda, Gang Cokro, masuk ke Gang Kalimasada dan sampailah di ar[t]my.

Padamara, 11 maret 2013