Ekspedisi Sejarah Indonesia (Exsara)

Exsara merupakan organisasi terbesar di Jurusan Sejarah Unnes. Aku dirikan bersama teman-teman jurusan sejarah Unnes angkatan 2008. Mereka semakin maju

Catatan Hidupku

Aku sangat suka menulis. Termasuk membuat catatan hidupku. Biar nanti aku mati, tapi pikiranku seolah terus hidup sampai anak cucuku

Petualangan Hidup

Setiap hidup, pasti menyempatkan berkunjung ke tempat unik, berkenalan dengan orang baru. Semua itu akan mendidik kita jadi manusia besar

Sejarah Nasional dan Dunia

Basis pendidikanku Sejarah. Aku sangat menyukai kisah masa lalu. Ada yang kuanggap sebagai sastra ada yang kuanggap sebagai guru kehidupan

Pola Hidup Sehat

Sejak SMP aku sudah punya bakat pemerhati gizi. Aku sangat mencintai pola hidup sehat. Tanpa kita sehat, semua yang kita miliki tak ada gunannya

Monday, November 14, 2011

Ku Antar Sampai Tanjung Harapan

Oleh: Nanang Pratmaji, Mantan Ketua Umum Exsara


Semangat pagi buat teman-temanku sebangsa dan setanah air...
Tanjung Harapan, sebuah nama tempat yang berada di ujung paling selatan Benua Afrika menjadi tempat yang memberi semangat baru Bartholomeu Dias dan para Pelayar Portugis. Titik ujung inilah dia melihat sebuah harapan baru, sebuah jalan baru untuk bisa menembus ke Asia.

Saya harap itu menjadi personifikasi yang pas atas perjalananku membawa Exsara yang telah lalu. Perjalanan Bartholomeu Dias terhenti di Tanjung Harapan, perjalanan baru telah dilanjutkan oleh Alfonso d’ Albuquerque, selanjutnya Vasco da Gama untuk meraih kejayaan di Asia. Perjalanan bersama Exsara ini menjadi kesyukuranku membawa hingga generasi ke-II dibawah kepemimpinan Lutfi Amiq.

Puji syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan ridho-Nya Allah SWT akhir program kerja kepengurusan Exsara tahun 2009-2010 terlaksana dengan lancar.
Manusia memang tidak ada yang sempurna, secara pribadi saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya program kerja Exsara. Saya juga meminta maaf mungkin selama saya memimpin ada kata-kata dan tingkah laku yang kurang berkenan di hati.

 "Jika kemarin adalah pengalaman, hari ini adalah perbaikan dan esok adalah jalan masa depan yang gemilang”

Saya optimis Exsara di tahun ini akan lebih maju lagi dan lebih eksis. Sayapuntidak akan melupakan begitu saja kenangan manis dan pahit bersama Exsara, karena Exsara bagi saya teral mendarah daging di tubuh ini. Exsara bagaikan keluarga yang ada di kampus UNNES tercinta. Yang penting kita selalu bersyukur karena hati yang penuh syukur, bukan saya merupakan kebajikan yang terbesar, melainkan pula induk segala kabajikan yang lain.
Saya hanya berpesan pada anggota Exsara sekarang kalau kesuksesan berawal dari introspeksi diri dari kesalahan-kesalahan yang pernah dialami, jangan takut bertindak dan berjuanglah demi kesuksesan yang kalian impikan… !!
SALAM SUEGEREEEE. . . .!!!   

Thursday, September 1, 2011

Catatan seorang Pendiam 1 September 2011


Rasanya tak satu alineapun aku pernah menyempatkan menulis catatan soal rasa cinta kepada lawan jenisku dalam lembaran CSP ini. Kalo dalam dunia Nasrani mungkin orang membaca tentang diriku sebagai orang yang sok jadi Pastor ketimbang jadi Domine. Salah kaprah. Sebenarnya bukan perkara out of Context, tapi aku hanya takut akan menulis tanpa henti dan tak berujung. Karena tiap kata manis dalam cinta senantiasa memiliki makna yang sulit dijelaskan dan hanya berputar-putar tak berujung untuk menemukan kata yang tepat. Bagaimanapun juga aku adalah lelaki yang sangat mendambakan kasih sayang dari wanita.

Jika aku menulis soal kriteria, aku takut ini akan menjadi pertimbangan yang rasialis (padahal hampir semua orang juga kadang rasis). Biarkan mulut yang diam ini berbicara dengan hati, tentang kepada siapa saja aku bisa welcome. Kadang aku seringkali menghindar untuk statement yang sengaja kuisolir.

Tadi siang aku silaturahmi ke keluarga yang ada di Bobotsari dan Bojongsari. Seberarnya disitu kekerabatan kami semu dalam hal trah. Keluarga di Bobotsari adalah keluarga dari ayah yang melahirkan ayahku. Sementara keluarga di Bojongsari adalah keluarga dari ibu yang yang melahirkan ayahku. Keluarga Bobotsari sangat luas karena ternyata Mbah Kakungku (Alm. Kasam Singadikrama) telah mengahamili banyak wanita (meski diluar nikah). Keluarga bojongsari adalah salahsatu wanita Mbah Kakungku yang dicampakkan dan melahirkan ayahku. Singkatnya dalam bahasa sekarang bahwa Mbah kakungku ternyata Playboy. Sebegitu mudah menikmati tiap wanita, hingga aku turut dinasehati oleh keluarga Bojongsari agar aku tidak menirunya.

Tanpa dinasehati aku sudah menjadi orang yang pemalu dan kalem.
Aku akan memilih wanita. Dan bagiku tak jadi masalah jika pilihanku hasil dari intuisi. 

Wednesday, August 31, 2011

Catatan seorang Pendiam 31 Agustus 2011


Ini Catatan ke seratus dalam akun Facebookku tapi bukan catatan ke seratus dalam rangkaian mozaik CSP (Catatan seorang Pendiam) yang telah aku susun. Tulisan jauh telah melukiskan watak dan pola pikir. Meski aku tengah studi di dunia kesejarahan namun, hingga kini tulisanku tak ada yang berbau revolusioner, atau tulisan menggebu-gebu memiliki rencana besar terhadap perubahan Negara ini. Semuanya tak membias dari presepsi pembaca tentang diriku, yaitu pribadi yang tenang, lebih banyak bertindak namun aku bukan orang yang suka larut dalam melankolis.

Catatan seorang Pendiam semoga akan dikenang oleh generasi setelahku kelak. Keturunanku akan tahu bagaimana pemikiran dari orang yang darahnya juga tengah mengalir pada dirinya. Aku bukan putera dari seorang tokoh masyarakat, tapi kakekku (dari garis matrilineal) adalah mantan Imam masjid yang banyak disanjung. Namun aku ingin menjadi manusia biasa. Kata orang, ketika aku belum sekolah aku bercita-cita ingin menjadi seorang sopir, sehingga aku banyak mengoleksi mobil-mobilan. Namun sekarang aku malah bercita-cita ingin menjadi seorang “Farmer (Petani-Peternak-Pembudidaya)”, sudah banyak kurencanakan, tinggal soal Capital, sedangkan sejarah hanya akan menjadi konsumsi pribadi. Aku ingin segala perjuanganku tak terlihat oleh masyarakat, bukan menjadi orang yang terpandang dimasyarakat, karena itu aku lebih suka menjadi pendiam.

Memilih mind-set untuk melangsungkan hidup di dunia ini memang membingungkan. Setelah solat Id tadi pagi aku mendengar sepenggal kata dalam sebuah khotbah: “Berfikirlah duniawi seolah kau akan hidup selamanya,dan berfikirlah untuk akhirat seolah kau akan mati besok”. Ungkapan itu tak salah, hanya saja tak mudah. Karena sama dengan mencari rumus kimia untuk membuat minyak dan air bisa larut. Tapi nyatanya banyak muslimin yang bisa kaya, misalnya dosen faforitku Pak Ibnu Sodiq. Atau jika memandang sejarah, Dinasti Abbasiyah sekitar abad 13 juga pernah Berjaya dan pernah menjadikan Baghdad menjadi kota yang tak tertandingi. Ini membuktikan bahwa hidup kaya di dunia dan selamat di akhirat menjadi bukan hal yang mustahil.

Hal yang ku dapat dari akhir hari ini membuka mata adalah mengerti begitu berbedanya antara makna Ilmu dengan Pengetahuan, karena sebenarnya Ilmu tidak bisa didapat dari membaca referensi tapi secara alamiah diciptakan secara pribadi. Tinggal seberapa tepat dan kuatnya kemampuan kita memotret diri sendiri sebagai daftar pustaka instrospeksi.
Sejati jatining ngelmu,
Lunguhe cipta pribadi,
Pustining pangestinira,
Gineleng dadya sawiji,
Wijanging ngelmu dyatmika,
Neng kahanan eneng-ening. (Serat Siti Jenar, oleh Arjawijaya)

Padamara 31 Agustus 2011 

Tuesday, August 30, 2011

Catatan seorang Pendiam 30 Agustus 2011

30 August 2011 at 22:01

Aku bukan mahasiswa sastra, tapi senantiasa banyak dorongan jiwaku untuk menulis. Ini hanya berkat rasa kesepian. Aku tak hanya berminat soal Sejarah tapi lebih dari itu, Filsafat. Itu sebuah pilihan, dan aku telah memilihnya. Tak begitu pandai berbicara dan tak mau berjanji tapi aku hanya bisa diam-diam berkomitmen. Aku memberi underline pada lirik Rap milik Almarhum Tupac Shakur, dalam beat-nya:

“No one knows my struggle# They only see the trouble”

Bagiku itulah kalimat yang memberi hakikat yang sebenarnya, bagaimana menjadi seorang pendiam yang sejati, yaitu ketika dia melakukan hal yang berjasa secara diam-diam tak banyak orang tahu, tapi kemudian ia menuai kritik karena orang umumnya sangat tajam melihat kesalahan dirinya. Ini adalah hal yang indah dimata Tuhan dan begitu memiliki nilai seni yang tinggi jika dituangkan dalam sastra atau sinema.

Pendiam bisa disinonimkan dengan kesepian tapi tidak harus diartikan keegoisan. Aku tak kunjung selesai membaca buku filsafatnya Syekh Siti Jenar yang ditulis oleh Achmad Chodijm. Kemarin aku mendiskusikannya dengan Awal Fahrudin, kawanku yang tengah studi di STAIN Purwokerto ini abstain atas perdebatan soal benar atau tidaknya mengenai ajaran Syekh Siti Jenar ini, dia juga ragu tentang alasan mengapa Syekh Siti Jenar ini dieksekusi oleh Kerajaan Demak dan tidak disukai oleh wali sanga yang lain.

Jauh hari sebelumnya aku telah dilontari opini oleh kawan PPL-ku Mas LP (A. Laksono Pribadi) bahwa buku ini bisa membuat kita menjadi menjadi manusia Egois, karena memang disitu tersirat kalimat “Kita tidak membutuhkan orang lain, tapi kita hanya membutuhkan Tuhan”.

Aku dan Yuli Setyo teman dekatku di kampus sebagai sesama simpatisan ajaran Syekh Siti Jenar, tak memandang hal yang pendek tentang kalimat yang digeneralisasikan menjadi makna “Egois” itu. Pemahaman kami seperti ini:

“Kita tidak membutuhkan orang lain” artinya sebaiknya kita jangan suka menyuruh-nyuruh orang untuk membantu kita, selalu meminta sesuatu kepada orang karena pada dasarnya semua hal itu sama dengan merepotkan orang lain, membebani orang lain, memaksa orang lain untuk bertindak tidak secara ikhlas. Jika hal ini diakumulasikan maka akan menghasilkan rasa tidak suka orang itu kepada kita atau bahkan menyebabkan penyakit hati atau penyakit sosial (kecuali jika diganti dengan imbalan).

Tidak membutuhkan bukan berarti menolak. Seorang teknisi Komputer yang bisa bekerja sendiri tidak membutuhkan bantuan orang lain tapi dia tidak menolak bantuan orang lain, asalkan bantuan itu adalah murni inisiatif dan tidak meminta/ membebani balas jasa.

“Kita hanya membutuhkan Tuhan”. Setiap diri kita terdapat Roh Tuhan yang membimbing jiwa dan raga kita untuk mencapai apa yang diinginkan Tuhan. Roh Illahiah inilah yang membuat manusia ini menjadi baik, menyatunya (adanya persamaan) realita sifat-sifat mulia Tuhan kepada diri kita (Manunggaling kawulo Gusti). Orang yang sedang sembahyang dan memahami kitab suci adalah orang yang sedang meminta bimbingan Tuhan. Sedangkan orang yang baik adalah orang yang menuruti bimbingan Tuhan itu yaitu ibadah dengan berbuat baik kepada sesama, membantu orang lain yang mengalami kesusahan, melaksanakan lebih dari pada fungsi sosialnya. Sifat kita yang baik kepada orang lain ini adalah sifat Illahiah, berkat bantuan (bimbingan) dari Tuhan.

Kita benar-benar hanya membutuhkan Tuhan. Mengapa ketika nabi Ibrahim hendak dibakar atau Nabi Isa yang disiksa atau juga Nabi Muhammad yang dilempari batu dan kotoran tidak meronta-ronta meminta pertolongan “help!! Help!!” kepada temannya atau kepada saudaranya?. Mereka hanya membutuhkan Tuhan. Berdo’a kepada tuhan. Jika memang itu bukan waktu ajalnya pasti Tuhan membuat skenario yang membuat dirinya selamat. Hasbunallah wa ni’mal wakil. . . . . . .

Lebih singkatnya bahwa “Kita tidak membutuhkan orang lain, tapi kita hanya membutuhkan Tuhan” sama sekali sangat berkebalikan dengan makna “Egois”, tetapi akan lebih mudah dicerna jika diubah dengan kalimat “Upayakan kita membantu, bukan menerima (meminta) orang lain”.

Ini adalah penjelasan lain dari ajaran Syekh Siti Jenar menurut versiku yang lebih mudah dipahami.

Tadi siang sepupuku beru saja mengembalikan buku itu kepadaku, karena dia secara terus terang kesulitan memahaminya. Padahal dia juga mantan mahasiswa, dan bagiku sekarang dia adalah calon pengusaha. Inilah alasan mengapa aku menulis hari ini.


Padamara, 30 Agustus 2011 

Tuesday, August 23, 2011

Catatan seorang Pendiam 23 Agustus 2011


Angin terkibas pelan menyentuh lengan kemeja putihku. Langkah penuh harapan dan perpustakaan seringkali menjadi tempat yang paling nyaman.

Kosasih menerangkan lewat komik yang lugu  dan terus terang. Gamal Komandoko memanifestasikan menjadi novel yang romantic dan sensual. Ini adalah imajinasi dari Kitab Pararaton sekitar Gunung Kelud –  Gunung Kawi. Yaitu “Tumapel”, sebuah tempat yang paling dikenang dalam epic Ken Arok dan cerita romantisnya. Tumapel-lah yang telah membuat inspirasi barisan alinea dramatis kisah cinta Arok – Dedes yang tanpa disadari oleh Tunggul Ametung.

Siapapun lelaki akan terpesona dengan kecantikan wanita ketika membaca tentang ini. lelaki seolah meyakini bahwa “nareswari” juga ada pada mereka (wanita cantik). Aku dirangkul untuk meyakininya. . .  

Friday, August 19, 2011

Catatan seorang Pendiam 18 Agustus 2011


Tiap pagi satu-per-satu kami melewati koridor gelap tak berpintu sepanjang 10 meter, berpakaian rapi menuju garasi merapatkan tangan memegang motor masing-masing, dengan satu tujuan yang sama (pak Kusnarto menyebutnya dengan istilah “Kawah Candradimuka ” / tempat praktekan). Terbiasa mengalir lurus seperti sungai konsekuen (dalam istilah geografi), sudah terbiasa.

Sebuah kedisiplinan, awal sekali aku setidaknya masuk kelas. Melarutkan diri bersama mereka, murid-murid menemani tadarusan dan menyanyikan Asma’ul Husna. Aku diam, memandang lugunya mereka dan meyakinkan mereka bahwa apa yang mereka lakukan ini tidaklah sia-sia.” Tuhan memang satu, kita yang berbeda” begitulah aku mendidik mereka agar mangindahkan toleransi antar umat beragama. Sekolah ini bernuansa Islam, tapi aku sering melihat beberapa dari mereka (kristen) ceria belajar agamanya bersama gurunya di Perpustakaan. Ini adalah sekolah yang harmonis.

Sesuatu yang berlebihan tidaklah nyaman. Detik ini masih dijerat krisis kehangatan.  Aku jadi jarang membaca, terbelenggu ketidaknyamanan rasa dingin ini. “Buku, Pesta, Cinta di alam Bangsanya” setebal 500an halaman itu masih kutinggal di kos. Kajian filsafat ajaran Syekh Siti Jenar bernasib sama, terbengkalai di sebelah bantal sana.

Tak jarang pandanganku kosong ketika di depan pintu besi di samping kamarku, hanya untuk melihat dunia luar. Jika aku membukanya hanya terlihat hamparan tanah kosong yang ditumbuhi alang-alang muda. Bagiku menyendiri adalah cara yang ampuh membangkitkan kesadaran diri, mata hatiku lebih terbuka ketimbang harus ditampar 10kali.

Monday, August 15, 2011

Kronologi Jatuh Bangunnya Sistem Pemerintahan di Indonesia

Oleh: Ganda Kurniawan (3101408093)

Tanggal 19 Agustus 1945 adalah fase ketiga bagi RI dalam hal penyelenggaraan Negara setelah fase pertama Proklamasi Kemerdekaan dan fase kedua mengesahkan dasar dan pemimpin Negara. Pada tanggal 19 Agustus 1945 inilah tahapan ditentukannya mengenai batas daerah, mengenai pemerintaan adanya 12 kementerian serta kebijakan mengenai pertahanan negara. Hari itu telah dibentuk Kabinet Presidensiil dengan puncak pimpinan Soekarno dan Moh. Hatta serta telah ditentukan PNI sebagai partai tunggal untuk mencerminkan manifestasi gelora kemerdekaan sebagai partai yang anti penjajah.Ketentuan-ketentuan diatas penuh dengan nilai “kesementaraan”, artinya bahwa kebijakan tanggal 19 Agustus diatas umumnya hanya sebagai formalitas untuk memenuhi syarat sebagai Negara belum mencakup ke hal-hal yang bersifat mendetail.
Negara-negara bekas jajahan yang baru merdeka kebanyakan memilih system demokrasi untuk pemerintahannya. Sementara pada awalnya Indonesia justru menerapkan Presidential dan Partai Tunggal yang mencerminkan sentralistik dan dinilai kurang demokratis. Buktinya adalah lahirnya Maklumat Wakil Presiden (Wapres) X pada 16 Oktober 1945. Isi maklumat Hatta itu adalah membangun sistem banyak partai dan menggusur kekuasaan rangkap presiden--sebagai penguasa eksekutif dan legislatif sekaligus--sebelum MPR dan DPR dibentuk. Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pun difungsikan sebagai lembaga legislatif. Salah satu cirri penerapan system demokrasi adalah adanya Dewan Perwakilan Rakyat. Sejak sutan Sjahrir diangkat menjadi Perdana Menteri, system presidensiil berubah menjadi kabinet parlementer yang bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pola yang dianut adalah penerapan demokrasi di Nedherland yang didasarkan pada multi partai. Pengambilan pola ini mudah dipahami karena pandangan kaum intelektual Indonesia diarahkan ke Nedherland, sesuai dengan pendidikannya. PNI yang pada mulanya berdiri di puncak sendirian, telah muncul pesaing-pesaing disampingnya seperti Partai Sosialis (PS), Partai Buruh Indonesia (PBI), Partai Komunis Indonesia (PKI) dan lain-lain.
Sistem Parlementer multi partai ini terus berlanjut dan masih dipandang sesuatu yang wajar meski banyak instabilitas. Mundurnya Kabinet Sjahrir dan digantikan oleh Kabinet Hatta masih mewarisi sistem Parlementer ini bahkan hingga Hatta duduk di Perdana Menteri Indonesia dalam wajah Republik Indonesia Serikat. Kabinet Hatta awal lebih sering diceritakan menganai kasus Pemberontakan PKI di Madiun sarta posisi Indonesia yang sedang memuncaknya parade perjuangan diplomasi serta perang pertumpahan darah. Sedangkan Kabinet Hatta dalam konteks RIS merupakan hal yang sementara, yakni hanya akan memerintah sampai terbentuknya Dewan Konstituante yang akan membuat konstitusi tetap, sekitar sampai bulan September. Terkait dengan tuntan rakyat tentang Pembubaran RIS usia Kabinet tidak mencapai jangka waktu yang ditentukan.
Kemudian setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia diberkalukan kembali pada 17 Agustus 1950, terjadi perubahan-perubahan dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidnag politik. Menurut amanat UUDS, pemerintahan RI berdasarkan sistem demokrasi parlementer dengan kabinet dan menteri-menteri yang bertanggung jawab ke parlemen. Perdana menteri pertama.
Pasca penyerahan kedaulatan itu adalah Mohammad Natsir, dari Masyumi. Sedangkan, Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) merupakan kelanjutan dari DPR RIS, yang kebanyakan anggotanya adalah orang Federal yang mewakili daerah atau negara bagian pada masa RIS. Pada masa ini, terjadi satu pesta demokrasi yang pertama di Indonesia, yaitu pemilihan umum yang berlangsung secara bebas dan rahasia. Pada masa ini pula Hatta menyatakan mundur sebagai wakil presiden di mana jabatan ini akan terus kosong sampai sekitar awal dekade 1970-an setelah pemilu yang kedua. Mundurnya Hatta sebagai wakil presiden menjadi salah atu dinamika politik yang menunjukkan kurva menanjak. Hatta yang pada masa itu adalah satu dari sedikit pendukung sistem parlementer, menjadi kaum yang minoritas ketika terjadi euphoria menuju demokrasi terpimpin. Sistem kabinet seperti yang telah dijelaskan di atas adalah sistem parlementer, di mana kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Pada masa itu ada beberapa kabinet yang pernah memeirntah di Indonesia, yaitu kabinet Muhammad Natsir (6 September 1950-20 Maret 1951), Sukiman (April 1951- Februari 1952), Wilopo (April 1952 -Juni 1953), Ali Sastroamidjojo (Juni 1953-Juli 1955), Burhanudin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956), Ali Sastroamidjojo (Maret 1956-Maret 1957), dan Djuanda sampai Juli 1959.
Setelah Pemilu menghasilkan DPR dan Konstituante, keadaan ternyata bertambah buruk, tak seperti yang diharapkan rakyat. Pertikaian antarmiliter, pergolakan daerah melawan pusat, dan ekonomi yang semrawut tetap membuat masa depan tampak suram. Masalah yang menghadang Kabinet itu datang dari para panglima daerah, yang menuding pusat tidak memperhatikan kesejahteraan prajurit daerah. Mereka pun didukung Masyumi dan PSI. Lalu pada tahun 1956, timbul beberapa pemberontakan militer yang gagal, yang diatur bekas Pejabat KSAD Kolonel Zulkifli Lubis. Para pendukungnya mengkritik bahwa Kabinet telah melalaikan negara, dan mereka mengarahkan perlunya diktator militer. Akhir tahun 1956, keadaan pun bertambah buruk. Panglima militer di beberapa daerah mengambil alih kekuasaan dari pimpinan sipil. Mereka menilai Jakarta terlalu sentralistis, korup, mengabaikan luar Jawa, serta banyak tuduhan lainnya. Mereka juga memaksa Kabinet Ali mundur, dan mendukung kembalinya Hatta--yang mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden pada 1 Desember 1956--untuk memimpin kabinet baru. Kelompok itu disebut-sebut berhubungan dengan militer kelompok Zulkifli Lubis, Masyumi, PSI, dan Parkindo. Inti tuntutan mereka sebenarnya adalah kembalinya dwitunggal Soekarno--Hatta ke kekuasaan. Pada tahun itulah, Soekarno sudah mulai mendesak dikuburkannya demokrasi liberal dan diganti dengan demokrasi terpimpin. Konsep Soekarno itu kemudian diumumkan secara luas di halaman Istana Merdeka pada 21 Februari 1957. Intinya adalah demokrasi terpimpin, perlunya Kabinet Kaki Empat, dan pembentukan Dewan Nasional. Konsep itu menjadi perdebatan sekaligus pertentangan di DPR. Soalnya, hanya Konstituante yang berwenang mengubah sistem pemerintahan dan susunan ketatanegaraan secara radikal. Cuma, dalam pandangan Soekarno, Konstituante terlalu lambat menyelesaikan rancangan UUD, dan sepertinya akan gagal.
Tetapi tahun 1957, percobaan demokrasi mengalami kegagalan, hal itu disebabkan karena dasar untuk dapat membangun demokrasi perwakilan hampir tidak ditemukan. Penyebabnya antara lain karena kebanyakan rakyat indonesia kebanyakan masih buta huruf, miskin, terbiasa dengan kekuasaan yang otoriter 11 dan paternalistik, dan tersebar di kepulauan yang sangat luas/dalam posisi yang sulit untuk memaksa pertanggungjawaban atas perbuatan para politisi di jakarta. Selain itu pada tahun 1957, korupsi tersebar luas, kesatuan terancam, keadilan sosial belum tercapai, msalah-masalah ekonomi belum terpecahkan dan harapan dari revolusi belum tercapai. Ada berbagai masalah yang dihadapi juga terjadi dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan militer. Pada bidang ekonomi ada kepentingan-kepentingan non-indonesia mempunai arti penting, misalnya saja belanda dan cina. Selain itu karena lambatnya pemulihan ekonomi menyebabkan terjadinya inflasi, sehingga biaya hidup melinjat sampai 100% dan sektor kemasyarakatan menderita. Dalam bidang demografi jumlah meningkat tajam sehingga produksi pangan meningkat tetapi tidak cukup. Sehingga untuk mengatasi itu pemerintah melakukan impor. Dalam bidang perdagangan jaringan perdagangan luas tetapi tidak mempunyai dukungan politk dan sebagian kaum borjuis indonesia masih berpegang teguh kepada agama islam yang jaringan perdagangannya tidak begitu luas dan dukungan politiknya terbatas. Dalam bidang pendidikan ini diberi prioritas utama dan jumlah lembaga pendidikan meningkat luas. Sementara itu dalam bidang militer terdapat perpecahan dalam tubuh tentara.
Demokrasi terpimpin terlahir atas dasar inisiatif Presiden Soekarno menjadi pemimpin, dan secara otomatis telah mengubah sistem pemerintahan dari Parlementer menjadi Presidensiil. Hal ini didasarkan pada pandangan Demokrasi Liberal yang membawa petaka. Sementara bung Karno adalah tokoh yang memiliki obsesi persatuan nasional dan charisma pemimpin. Bung Karno lah yang mengkaji ulang berbagai kasus pemberontakan dalam negeri. Sehingga ia berinisiatif atas Demokrasi Terpimpin, yaitu demokrasi yang dilandasi upaya mewujudkan kepemimpinan politik terpimpin dan terarah.
Sistem Presidensiil pun rasanya tidak mau diutak atik lagi untuk berubah sistem. Meski terjadi crush politik ketika peralihan rezim namun system ini masih dipertahankan. Perbedaan pemerintahan hanya berbeda ideologi saja. Jika demokrasi Terpimpin dibawah Rezim (dominasi) Nasakom, sementara di Orde Baru dibawah rezim Pancasila (lebih tepatnya kolaborasi Sipil-Militer). Lencana Presidensiil masih dikenakan hingga sekarang sebagai Era Reformasi.
Ketidakefektifan Sistem Presidensiil masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Proses pemilu secara langsung merupakan konsekuensi dari kesepakatan untuk menggunakan sistem pemerintahan presidensial, dalam demokratisasi menuntut adanya partisipasi publik dalam rangka penyelenggaraan pemerintah. Termasuk mengenai banyaknya partai politik (multi partai) yang tidak lagi dibatasi. Proses politik multi partai sebenarnya bukan suatu jaminan kepastian adanya partisipasi dan pendapat rakyat.
Multipartai ini kemudian mencalonkan wakil-wakilnya untuk duduk dalam DPR. Dapat dikatakan bahwa partai politik ini sebenarnya melakukan mobilisasi rakyat untuk mencapai tujuannya di perpolitikan. Jelas dalam hal ini kepentingan rakyat menjadi kambing hitam. Jika terjadi hal semacam ini maka partai politik telah berjalan dengan langkah yang salah sehingga menghasilkan politik kelompok yaitu suatu kehidupan politik yang tidak didasarkan kepentingan rakyat, tetapi kepentingan afiliasi kelompok yang menentukan pilihan politik.
Lebih lanjut, di banyak negara berkembang, perebutan pemerintahan dalam langkah-langkah substansial termasuk juga perebutan perekonomian. Dalam sistem politik tersebut pelaksanaan politik yang demokratis seperti itu dapat mengarah pada marjinalisasi tiada henti terhadap kelompok-kelompok minoritas.
Menurut pengalaman beberapa negara yang telah mempraktikkan sistem pemerintahan presidensial dengan multipartai, sistem tersebut akan menimbulkan apa yang disebut coattail effect, yaitu kecenderungan pemilih memilih presiden dari partai yang sama sehingga akan menghasilkan system presidensial yang mempunyai dukungan politik di parlemen. Tentu saja gagasan ini masih perlu diperdebatkan secara luas dan konstruktif dalam masyarakat agar proses demokratisasi ke depan menghasilkan pemerintahan yang relatif efektif, tetapi demokrasi juga berkembang dengan baik.
Hal yang patut diperdebatkan adalah akankah kebijakan umum yang dihasilkan akan mencerminkan kepentingan umum? Mengingat partai politik Indonesia telah salah melangkah seperti yang dibahas diatas. Selain itu jika parlemen juga dikuasai oleh partai politik yang sama dimana presiden berasal maka yang terjadi adalah seluruh kebijakan presiden merupakan representative dari partai politik tersebut dapat lebih ekstrim lagi dikatakan bahwa presiden tidak bebas dari intervensi partai politik.
Apalagi jika dilihat dari pasal 6A ayat (1) yang mengatakan bahwa ”presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsungoleh rakyat” dan ayat (2) yang mengatakan bahwa ”pasangan calaon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”, maka besar kemungkinan presiden dan wakil presiden tidak berasal dari partai politik yang sama dan tentu saja jika bukan berasal dari partai poltik yang sama didalamnya terdapat kesepakatan-kesepakatan politik antara partai politik tersebut.
Wakil-wakil partai politik yang dipilih oleh rakyat secara langsung tersebut maka akan menjadi anggota parlemen yaitu DPR dan DPD. Hal tersebut diatur dalam pasal 19 ayat (1) meneyebutkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum142 dan pasal 22C ayat (1) menyebutkan anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.143 Selain itu pasal 2E ayat (2) menegaskan bahwa pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.144 Dalam parlemen tersebut maka wakil-wakil tersebut akan melebur menjadi satu. Bagaimana dengan partai politik yang hanya mendapatkan minoritas suara sehingga hanya memperoleh satu kursi? Jawabanya adalah dengan koalisi yang membentuk fraksi. Muncul pertanyaan lagi mengapa harus membentuk fraksi? Fraksi dapat dikatakan sebagai gabungan partai-partai yang memperoleh suara minoritas suara untuk bergabung sehingga mendapatkan kursi yang lebih banyak bagi wakil-wakil mereka. Jika fungsi dari fraksi hanya untuk memudahkan pembagian kursi berarti suara rakyat yang dititipkan dalam partai politik tersebut dapat dikompromikan dengan partai lain. Hasilnya adalah partai politik bukan lagi menyuarakan keinginan rakyat melainkan menyuarakan keinginan politik kelompoknya yang dapat pula dikatakan hanya untuk mempertahankan penguasaan pemerintahan bagi wakil-wakil mereka yang telah duduk di parlemen.
Penulis membahas hal tersebut karena pada sistem pemerintahan presidensial, presiden tidak memerlukan dukungan yang kuat karena kekuasaan legislatif dan eksekutif dipisahkan sehingga keduanya bebas dalam menjalankan kekuasaannya tanpa ada intervensi dari manapun. Tidak ada hubungan antara mayoritas suara yang ada di parlemen dengan kebijakan yang dibuat oleh presiden seperti yang terjadi saat ini.
Kekuasaan eksekutif yang dipilih melalui pemilihan umum secara langsung berbeda dengan eksekutif yang dipilih melalui dewan dalam perspektif politiknya. Dalam sistem pemilihan secara langsung, calon presiden memiliki dorongan untuk mengidentifikasi pemilih pada tingkat menengah melalui penyampaian program nasional yang lebih moderat yang kadangkala bertentangan dengan kepentingan partai dan fraksi. Dengan begitu kecenderungan untuk berada dalam konflik sangatlah memungkinkan.
Disinilah peran dari UUD sebagai konstitusi untuk membatasi pemerintah, bahkan pemerintah yang telah dipilih secara langsung, termasuk batasanbatasan kekuasaan legislatif, eksekutif, peranan partai, hak-hak asasi dan otonomi daerah.

SAJARAH KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA: DARI AWAL KEMERDEAKAN HINGGA AWAL ORDE BARU

Oleh: Ganda Kurniawan, 3101408093
Untuk mengetahui tentang hukum Tatanegara di Indonesia maka ia harus mengetahui sejarah ketatanegaraan yang telah berjalan zaman demi zaman. Proklamasi kemerdekaan dijadikan sebagai awal untuk membuka pintu gerbang kemerdekaan dan pertanda berdirinya Negara RI. Dibuatlah sebuah tatahukum untuk memperkompleks pada diri Negara yang masih amat muda ini. Jadi jelaslah bahwa antara Proklamasi dan terbentuknya tatahukum RI ada kaitan yang erat. Proklamasi merupakan “norma pertama”, artinya bahwa ini adalah dasar dari norma-norma selajutnya, dibilang pertama karena RI telah memutus hubungan dengan ketatanegaraan colonial yang telah dibuat sebelumnya. Akan tetapi yang menjadi masalah yaitu bahwa norma ini tidak dapat dicari kekuatan berlakunya pada tatahukum penjajah. Maka dibentuklah sebuah Pancasila yang dapat secara tegas dijadikan sumber dari segala sumber hukum dan tatahukum Indonesia. Kelayakan Pancasila ini didapat karena langsung berasal dari ilham filosofis watak yang telah mengecap pada bangsa Indonesia sejak lama. Pemerintah RI dari berbagai periode perundang-undangan tetap berpendapat sama bahwa tanggal 17 Agustus 1945 disepakati sebagai awal berdirinya Negara RI. Mengenai pengakuan kedaulatan pada walnya RI harus mati-matian kembali memperebutkan kemerdekaan yang masih belum diakui oleh Belanda. Namun setelah pembentukan RIS hingga tangga 27 Desember 1949 ini Belanda telah mengakuinya secara Formal.
Tatahukum Indonesia Merdeka selamnya memang tidak bisa dicocokkan dengan tatahukum sebelumnya di bawah Hindia-Belanda membuktikan bahwa tatahukum Indonesia merdeka adalah berdiri sendiri bukan penerus dari tatahuku sebelumnya. Pihak RI selalu mengutarakan untuk putus hubungan dengan tatanan sebelumnya sebagai suatu tanda peralihan kekuasaan. Walaupun demikian ada beberapa hal keganjilan dari undang-undang dasar yang telah dibuat diantaranya yaitu: 1) adanya penjelasan UUD yang termuat, padahal pengesahan PPKI tidak meliputi penjelasan tersebut; 2) batas-batas Negara tidak dicantumkan dalam UUD 45, namun didasarkan pada luas wilayah administrasi Hindia-Belanda dahulu; 3) kepastian kewarganegaraan RI UUD 45 pasal 26 masih kurang jelas, namun kemudian diperjelas dengan UU no.3 tahun 1946.
Ada beberapa tahap terbentuknya UUD 45 dalam sejarahnya. Tahap perencanaan, pendudukan balatentara Jepang mengumumkan dan melantik BPUPKI sebagai agen penyelidik dan mempersiapkan berbagai rencana untuk kemerdekaan yang pada awalnya sudah dijanjikan Jepang. Bahkan dalam rapatnya, BPUPKI juga telah menentukan Dasar Negara/ Pancasila yang dikemukakan oleh Soekarno tanggal 1 Juni 1945. BPUPKI membentuk suatu panitia kecil terdiri dari 7 orang yang bertugas membuat laporan tentang Rancangan Undang Undang Dasar. Setelah tugas BPUPKI usai dibentuklah lagi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Ini merupakan kelanjutan dari BPUPKI tentang menindak lanjuti persoalan UUD, dan dasar Negara. Ketika situasi telah meyakinkan Indonesia untuk merdeka, meskipun dengan cara yang alot, PPKI mewujudkan terproklamirnya Kemerdekaan. Yang kedua, tahap pengesahan dilakukan pada tangga 18 Agustus 1945 yaitu mengesahkan UUD 45 dan Pancasila atas inisiatif PPKI dibawah kemerdekaan bukan dibawah kekuatan Jepang.
Ada dua fakta yang didapat dari UUD 1945. Pertama, UUD 1945 isinya adalah merupakan perusahan dan tambahan Rancangan Undang-Undang Dasar hasil karya BPUPKI, jadi istilanya bahwa banyak dari yang telah dirancang oleh BPUPKI kemudian direvisi kembali isinya baik itu penambahan pasal ataupun perbaikan kata. Kedua, Undang Undang Dasar 1945 terdiri dari tiga bagian yaitu Pembukaan yang merupakan isi dari Piagam Jakarta, yang kedua adalah bagian Batang tubuh UUD terdiri dari 37 pasal dan 16 Bab dan terakhir adalah bagian penutup yang terdiri dari aturan peralihan dan aturan tambahan.
Lima tinjauan mengenai beberapa hal penting tentang Undang-Undang dasar 1945:
a. Hubungan Proklamasi dengan Pembukaan UUD 45
Pembukaan mengandung asas-asas, prinsip dan tujuan akan diselanggaraknnya sebuah Negara, hal tersebut telah direalisasikan oleh adanya Proklamasi Kemerdekaan/ pengumuman terbentuknya Negara merdeka.
b. Hubungan antara Pembukaan Undang-Undang dasar dengan ketentuan-ketentuan di dalam UUD dan ketentuan-ketentuan lainnya di dalam tatahukum Indonesia
Pembukaan UUD 45 pada hakikatnya adalah mengandung ”pokok-pokook pikiran” yang di dalam tatahukum Indonesia, merupakan cita-cita hukum (rechts idée) yang harus menguasai ketentuan-ketentuan di dalam tatahukum Indonesia.
c. Undang-Undang dasar 45 menolak system demokrasi Liberal dan Diktator
UUD 45 adalah berdasarkan kepribadian bangsa dan tidak mengikuti Negara-negara penganut demokrasi Liberal maupun Diktator
d. UUD 45 adalah singkat dan supel
Dibandingkan dengan UUD Negara lain UUD Indonesia tergolong singkat. Dalam penjelasan juga ditagaskan bahwa UUD itu hanya memuat garis-garis besar saja yang pokok atau yang dasar saja.
e. UUD 45 semula dimaksudkan bersifat sementara
Dalam paasl 3 ayat 2 tentang Aturan tambahan pun sebenarnya dijelaskan nanti di kemudian hari masih diharapkan akan dibentukk suatu badan Permusyawaratan Rakyat dimana antara lain bertugas menetapkan UUD yaitu kemungkinannya; MPR menetapkan UUD, tambahan/ penyempurnaan UUD atau ditetapkannya UUD baru.
Secara teknis ada beberapa hal tentang system ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 45. Menurut UUD 45 Presiden adalah Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan, atau memegang kekuasaan tertinggi Bersama MPR, sedangkan Presiden adalah Mandataris majelis Permusyawaratan Rakyat. Sebagai kepala pemerintahan, presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggungjawab dan diangkat oleh presiden sendiri. Sedangkan DPR bertugas membuat undang-undang yang meminta persetujuan dari presiden. Begitu pula sebaliknya ketika presiden hendak melakukan kebijakannya perlu persetujuan dari DPR. Sedangkan melaksanakannya presiden diberi keleluasaan. Biarpun begitu presiden harus tetap tunduk kepada UUD dan GBHN. Presiden tidak dapat membubarkan DPR, namun DPR lah yang menilai dan mengawasi presiden kemudian di laporkan kepada MPR. MPR dapat meminta diadakannya sidang untuk meminta pertanggung jawaban kepada presiden. Dari berbagai ketentuan diatas maka sebenarnya system ketatanegaraan yang dianut Indonesia adalah “system presidential”.
Ada perubahan dalam praktek ketatanegaraan dengan tanpa mengubah ketentuan-ketentuan dalam undang-undang dasar, antara lain:
1. Perubahan dengan Maklumat Wakil Presiden No. X, tanggal 16 Oktober 1945. Disini hanya terdapat perubahan praktek saja behwa: a) KNIP ikut menetapkan GBHN bersama Presiden; b) KNIP menetapkan bersama Presiden Undang-undang yang boleh mengenai segala macam urusan pemerintahan; c) karena gentingnya keadaan maka dalam menjalankan tugas kewajibanya sehari-hari dari KNIP tersebut diatas, akan dijalankan oleh Badan Pekerja yang bertanggungjawab kepada KNIP; d) badan Pekerja sejak saat itu tidak boleh lagi ikut campur tangan dalam kebijaksanaan pemerintah sehari-hari. Dimana dalam masa sebelumnya ternyata KNIP sering ikut-ikut pula menyelenggarakan pemerintahan membantu presiden.
2. Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Disini intinya bahwa Indonesi mengubah dirinya dengan system Parlementer atau munculnya Istilah “Perdana Menteri”. Menteri-menteri dan PM bertanggungjawab kepada Badan Pekerja yang bertindak sebagai KNIP. Sementara Presiden tidak lagi bertugas sebagai Kepala Pemerintahan melainkan sebagai Kepala Negara saja.
Negara Republik Indonesia Serikat muncul karena terjadinya konflik kembali dengan Belanda yang ingin merebut Indonesia kembali. Dengan koferensi Meja Bundar yang ditengahi oleh PBB dengan mempertemukan Indonesia, Nedherland, dan Bjeenkomst voor Federal Overleg (Pertemuan Untuk Permusyawaratan Federal/ Negara-negara bentukan Belanda). Ketika perang masih berkecamuk Indonesia hanyalah sebuah “Negara Bagian” sedangkan daerah kekuasaannya sudah banyak yang dicaplok oleh Belanda sesuai dengan Perjanjian Renville. Dalam Negara bagian tersebut diberlakukanlah UUD RIS mulai tanggal 27 Desember 1949.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang isi Konstitusi RIS.
1. Konstitusi RIS bersifat sementara. Terasa pada pasal 186 bahwa “Konstituante bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS”. Hal ini diperlukan mengingat Konstitusi RIS yang pertama ini dibuat secara tergesa-gasa sehubungan dengan akan dibentuknya Negara federal. Namun pada akhirnya konstituante ini tidak sempat dibentuk karena model Federalpun berakhir.
2. Bentuk Negara federal. Hal ini tercantum dalam mukadimah konstitusi RIS yang berbunyi “ maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk republik federal … dst”. Pasal 1 ayat 1 menentukan: RIS yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi.
3. Sistem pemerintahan negaranya. Presiden hanya menjabat sebagai kepala Negara. DPR yang sebelumnya sudah ada (karena belum ada pemilu baru) mereka mengutus anggota-anggotanya ke berbagai nagara federal. Disamping ada DPR juga adanya senat atau utusan yang mewakili Negara bagian terdiri dari 2 orang yang dipilih oleh pemerintah Negara bagian.
RIS ternyata berumur pendek dan RI pun menginginkan kembali ke Negara kesatuan dalam suatu permusyawaratan 19 Mei 1950 untuk menjelma kembali menjadi RI 17 Agustus 1945. Dibuatlah sebuah panitia bersama menghasilkan suatu RUUDS NKRI tanggal 20 Juli 1950. RUUDS ini diterima baik oleh KNIP, DPR dan Senat RIS. Konstitusi RIS yang sebelumnya sudah dibentuk di kemudian hari ketika sudah menjadi NKRI ini diganti namanya menjadi UUDS yang disaahkan sebagai Undang-Undang No. 7 tahun 1950 dan diberlakukan mulai tanggal 17 Agustus 1950.
Beberapa hal yang perlu ditinjau mengenai Undang-undang No.7 tahun 1950 itu, bahwa:
1. Undang-undang dasar sementara formal adalah perubahan dari Konstitusi RIS, tetapi material merupakan pergantian.
2. UUDS adalah bagian dari UU Federal No. 7 tahun 1950
3. Dalam UUDS ternyata tidak ada ketentuan kapan tanggal mulai diberlakukannya. Menurut pasal 13 dalam UU Federal NO.2 1950 UUDS itu akan diberlakukan tanggal ketigapuluh sesudah pembuatan UUDS itu. UUDS ini diundangkan tanggal 15 Agustus 1950 maka seharusnya diberlakukan tanggal 14 atau 15 september. Namun UUDS tetap diberlakukan tanggal 17 Agustus 1950.
4. Tidak pernah ada suatu ketentuanpun dengan formal telah mencabut berlakunya UUD 1945.
Ada beberapa fakta mengenai UUDS 1950, antara lain:
1. UUDS 1950 adalah bersifat sementara. Sama halnya ketika situasi mendesak berhubung akan dibentuknya Negara Federasi, UUDS ini pun sebagai tanda peralihan untuk kembali ke UUD 45 tetap menginstruksikan adanya UUD baru yang bersifat tetap.
2. Bentuk kembali ke susunan Negara kesatuan.
3. System pemerintahan Negara menurut UUD sementara. Peran presiden masih berupa sebatas Kepala Negara. Hampir sama dengan Konstitusi RIS yang masih menganut system parlementer. Namun perbedaanya berada pada system pertanggungjawaban menteri UUDS lebih sempurna ketimbang Konstitusi RIS.
Sebagai tahapan akan kementapan konstitusi yang tetap maka diberlakukannya kembali UUD 45. Negara masih mengenut system parlementer. Berhubung belum dibentuknya DPR yang dibentuk melalui pemilu, maka untuk sementara dibentuk DPRSemantara yang terdiri dari DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP sedangkan senaat dihapuskan. Baru di bulan September 55 diadakan pemilu anggota DPR dan Desember 55 pemilu konstituante. Dalam pemilu tersebut terdapat 27 partai dan 35 fraksi. Banyaknya partai ini menyebabkan sulit untuk memperoleh dukungan yang sifatnya stabil. Oleh karena itu Kabinet Parlementer ini sering terjadi pergantian Kabinet. Sejalan dengan itu telah terbentuk suatu badan Konstituante menetapkan UUDS menggantikannya dengan UUD yang bersifat tetap namun setelah dua setengah tahun UUD tetap ini belum juga terbentuk bahkan terjadi banyak pertentangan diantara partai, swasta bahkan masyarakat luas. Maka untuk mengatasi keadaan ini timbulah konsepsi Demokrasi terpimpin. Karena belum terciptanya UUD tetap maka dalam Demokrasi terpimpin ini memutuskan untuk kembali ke UUD 1945 yang dianggap telah sesuai dengan kepribadian bangsa. Konstituante menerima rancangan UUD dan dikirimkan ke Presiden untuk disahkan pemerintah dan pemerintah segera mengumumkan UUD tersebut dengan keluhuran. Pengundangan dengan cara keluhuran ini oleh Keputusan Dewan Menteri direncanakan sebuah Piagam yang ditandatangani oleh Presiden di Bandung maka dikenal dengan Piagam Bandung.
Mendesaknya situasi karena belum konjung pula terbentuknya UUD yang tetap mengantikan yang sementara dapat memicu keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara. Untuk menindak lanjutinya secara tegas maka Presiden/Panglima Teringgi Angkatan Perang RI tanggal 5 Juli 1959 mngeluarkan sebuah Dekrit. Isinya menyatakan 3 unsur yaitu: berlakunya kembali UUD 45 untuk menyingkirkan UUDS, Pembubaran Konstituante dan Pembentukan Majelis Permusyawaratan Sementara dan DPA. Dekrit ini memiliki dasar sebagai “hukum darurat atau Undang-undang tentang keadaan bahaya”. Tatanan sesudah dekrit merupakan kelanjutan tatanan hukum yang sebelumnya, yaitu Tatanan Hukum sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Didalam dekrit pula menyebutkan bahwa Piagam Jakarta adalah menjiwai UUD 1945 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dan UUD tersebut.
Demokrasi terpimpin dianggap sebagai era baru dan tatanan baru maka perlu diadakan perubahan system pemerintahan Negara yang cocok. Presiden kembali berperan sebagai Kepala Pemerintahan sekligus Kepala Negara dibawah MPR. Presiden mengumumkan susunan menteri baru yang akan membantunya. Kabinet ini terdiri dari pada menteri-menteri berdasarkan UUD 45. Sedangkan mengenai DPR, Presiden mengeluarkan Tap. Presiden NO. 3 1960 tentang pembaruan DPR yaitu: penghentian pelaksanaan tugas dan pekerjaan DPR sekarang dan dilakukan pembaharuan susunan DPR berdasarkan UUD 45. Ketetapan tersebut mulai berlkau tanggal 5 Maret 1960. Maka dibuatlah susunan baru yang disebut dengan DPR Gotong Royong (terdiri dari golongan politik, golongan karya, dan seorang wakil Irian Barat). Berhubung belum terbentuknya MPR maka dibentuklah MPRS yang terdiri dari DPR. Tidak lupa pula dibentuklah Dewan Pertimbangan Agung yang bertugas menjawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul serta wajib mengajukan pertimbangan kepada presiden. Ada ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 yang hendak melaksanakan Pemilu selambat-lambatnya tanggal 5 juli 1966 untuk menentukan wakil rakyat yang sementara masih dipegang DPRGR dan MPRS.
Tahun 1965 sempat terjadi situasi yang panas dalam politik dimana terjadi pergulatan politik antara Militer dengan PKI. Banyak lembaga-lembaga ketatanegaraan yang tidak sesuai dengan UUD 45. Lembaga demokrasi yang ada masih bersifat sementara tidak bekerja sebagaimana yang diharapkan seperti munculnya vested interest, koruptor, manipulator dll. Ujung dari ketidakstabilan ini yaitu terjadi clash antara Militer dan PKI, terjadi kekacauan ekonomi dan kekacauan social. Mahasiswa angkatan 66 mengejukan Tritura yang menginginkan pembubaran PKI, pelaksanaan kembali UUD 45 dengan murni, dan penurunan harga barang.
Dalam situasi yang mendesak tersebut dibuatlah Surat Perintah 11 Maret 1966 yang merupakan kunci pembuka babak baru Revolusi Indonesia. Sesuatu yang dianggap telah sesuai untuk kembali kepada nilai-nilai Pancasila. Sesudahnya diadakanlah sebuah siding M\PRS yang menghasilkan 24 ketetapan. Namun ketetapan tersebut tidak banyak kaitanya dengan Ketatanegaraan dan lebih condong ke sebuah kebijakan nasional umum. Dengan begitu maka dimulailah suatu periode yang dinamakan dengan Orde Baru yang mencoba kembali kepada kemurnian UUD 45 dan Pancasila serta menyingkirkan nilai-nilai komunis yang anti-Pancasila.
Hasil Resume Buku dari
Judul Buku : Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia
Penulis : Joeniarto (Dosen Fakultas Hukum UGM)
Penerbit : Bumi Aksara: Jakarta
Tahun : 2001

NASYID: ANTARA SENI DAN MEDIA DAKWAH ISLAM

[Seni Musik sebagai Unsur Kebudayaan Islam]

Sebuah Pengantar
Bagi kaum muslimin yang bergerak di garis ekstrim tentunya tidak begitu toleran dengan apa yang disebut seni musik. Bagi mereka musik adalah bagian dari rencana kaum kafir yang ingin mengacak-acak dunia. Segolongan kecil ini seringkali memaknai seni music sebagai semacam candu yang membuat orang malas beraktifitas, gelisah atau sebaliknya membentuk karakter manusia yang brutal.
Seni musik sebenarnya memiliki nilai kenikmatan tersendiri bagi mereka yang terbuka dan mengamati. Ini akan menjadi minat banyak orang dalam hal hiburan dan mempopulerkan diri di kalangan masyarakat. Musik membuat banyak orang terpesona karenannya.
Seni merangkai nada ini tentunya memiliki sejarah sendiri di berbagai bangsa. Banyak melahirkan aliran-aliran di dalamnya yang menunjukan budaya dan bahasa mereka masing-masing. Selain bergerak di bidang budaya, seni musik juga tentunya bergerak di bidang agama. Bahkan seringkali untuk melantunkan puji-pujiannya kepada Tuhan telah disisipi unsure rangkaian nada yang membuat lantunan itu lebih indah karena berirama.
Islam sendiri juga ternyata mengadopsi seni musik dalam mengambangkan agamanya. Awal perkembangan kesenian Islam mencapai puncak keemasaanya pada zaman Dinasti Ummayah hingga akhirnya menempatkan Baghdad sebagai pusat peradaban dunia. Dalam Islam pada masa itu, kesenian bukan hanya sebagai hiburan, tapi sudah menjadi ilmu pengetahuan yang terus diselidiki dan bagian dari ritual ibadah. Bahkan beberapa alat musik yang sekarang banyak digunakan di dunia berasal dari dunia kesenian Islam dan banyak karya dari seniman dunia Arab masa lalu yang menjadi acuan bagi Seniman dunia barat dan belahan dunia lainnya. Di Nusantara, awal kedatangan Islam sempat mengemas baik ajaran Islam menggunakan seni musik oleh para walisanga. Mereka menggunakan seni music sebagai media dakwah menyebarkan Islam sebagai agama yang indah hingga orang-orang turut masuk di dalamnya.
Seni musik tak selamanya menggunakan alat music yang merepotkan. Akan tetapi sebagai penggantinya bisa memanfaatkan suara manusia itu sendiri yang manirukan bagaimana suara dentiman atau petikan dari alat musik itu sendiri. Sebagian masyarakat dunia menamakan teknik ini sebagai “Akapela”. Akapela pada mulanya sering dipakai si gereja-gereja kecil yang keterbatasan alat music. Namun hal ini memberi sensasi yang berbeda hingga dianggap sebagai inovasi dalam hal seni musik dan terus dilestarikan hingga sekarang. Lirik dan nada dari Akapela boleh berbeda-beda dikemasnya. Namun ketika Akapela ini mulai merambah ke niat konstruktif dari para muslimin tanah Arab/untuk menyampaikan pesan dan nasehat Allah SWT maka nampaknya istilah “Akapela” dirubah dengan istilah bahasa Arab yang disebut dengan “Nasyid”. Nasyid menjadi sebuah Trend baru dalam unsur kebudayaan Islam, dan masih terus berkembang hingga kini serta tentunya kesenian ini memiliki sejarah tersendiri.
Sejarah Musik Islami di Nusantara
Seni dan peradaban ibarat dua sisi mata uang. Tenggelam dan bersinar beriringan. Inilah salah satu teori yang tercantum dalam risalah Al-Muqadimah karya Ibnu Khaldun. Teori ilmuwan muslim yang hidup pada abad ke-14 Masehi itu tepat berlaku pada perkembangan seni Islam, terutama seni suara dan musik.
Musik Arab yang awalnya sangat sederhana, berkembang menjadi musik yang kaya warna seiring dengan kemajuan pemerintahan Islam di masa Dinasti Ummayah. Ketika itu, Madinah dan Damaskus menjadi pusat kebudayaan Islam. Dari kedua kota ini, kegiatan penerjemahan kitab-kitab seni musik Persia dan Yunani ke dalam bahasa Arab gencar dilakukan.

Menurut Ali Hasmy dalam bukunya, Sejarah Kebudayaan Islam, tradisi pengkajian dan permainan musik semakin berkembang pada era Dinasti Abbasiyah, terutama ketika khalifah Al-Ma`mun berkuasa. Para khalifah Abbasiyah (650 M -1256 M) mensponsori para penyair dan musisi. Kesultanan mendirikan sekolah-sekolah musik di berbagai kota dan daerah, baik sekolah tingkat menengah maupun sekolah tingkat tinggi. Sekolah musik yang bagus dan berkualitas tinggi adalah yang didirikan oleh Sa`id `Abd-ul-Mu`min (wafat pada 1294 M).

Ali Hasmy menjelaskan, salah satu alasan pengembangan banyak sekolah musik oleh Daulah Abbasiyyah adalah karena keahlian menyanyi dan bermusik menjadi salah satu syarat bagi pelayan (budak), pengasuh, serta dayang-dayang di istana dan di rumah pejabat negara, untuk mendapatkan pekerjaan. Karena itu, telah menjadi suatu keharusan bagi para pemuda dan pemudi untuk mempelajari musik.

Hasilnya, teoritikus musik, pakar-pakar estetika, dan sastrawan masyhur bermunculan. Di antara pengarang teori musik Islam yang terkenal adalah Yunus bin Sulaiman al-Khatab, yang tercatat sebagai pengarang musik pertama dalam Islam. Kitab-kitab karya pengarang yang meninggal 785 M banyak menjadi rujukan musisi-musisi Eropa.

Lalu ada Khalil bin Ahmad, yang mengarang buku teori musik mengenai not dan irama. Tak ketinggalan, Ishak bin Ibrahim al-Mausully, yang berhasil memperbaiki musik Arab jahilliyah dengan sistem baru sehingga mendapat julukan Imam-ul-Mughanniyin (Raja Penyanyi). Juga ada matematikawan dan filsuf muslim terkemuka, Al-Kindi, yang mengarang 15 risalah tentang musik. Bahkan Al-Kindi adalah orang pertama yang menyebut kata musiqi dalam judul bukunya.

Munculnya seniman dan pengkaji musik di dunia Islam menunjukkan jika umat Muslim tidak hanya melihat musik sebagai hiburan. Melainkan musik menjadi bagian dari ilmu pengetahuan yang dikaji melalui teori-teori ilmiah. Mereka juga mengarang kitab-kitab musik baru dan melakukan penambahan, penyempurnaan, serta pembaharuan, baik dari segi alat-alat instrumen maupun dengan sistem dan teknisnya.

Buku-buku yang ditulis para cendekiawan muslim itu mencakup masalah pengertian yang luas tentang musik, asas-asas estetika Islam, dan teori musik. Ada juga yang mengurai instrumen musik dan penggunaannya, tilawah dan qira`fah, hingga tata tertib sama` (konser musik kerohanian).

Para sastrawan masa itu banyak melahirkan karya besar. Bahkan, mereka juga memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan sastra pada masa pencerahan di Eropa. Tak mengherankan bila Baghdad, ibu kota kekhalifahan Abbasiyah, tak hanya tampil sebagai pusat kebudayaan Islam, melainkan juga pusat peradaban dunia.

Para penguasa pemerintahan Islam di Baghdad pun pergi ke Kordoba, Spanyol, untuk memberikan dukungan kepada musisi dan perkembangan musik di sana. Alat musik pun banyak bermunculan. Bahkan, berkembang di luar wilayah Islam. Misalnya oud, yang berbentuk setengah buah pir, berisi 12 string. Di Italia, oud menjadi il luto. Di Jerman, alat musik ini menjadi bernama laute. Di Prancis disebut le luth dan di Inggris dinamai lute. Rebab, yang merupakan bentuk dasar biola, menyebar dari Spanyol ke Eropa dengan nama rebec.

Rebana, instrumen musik asli Arab, juga diadaptasi dunia Barat. Rebana terbuat dari kayu dan perkamen. Hingga saat ini, rebana masih digunakan di berbagai belahan dunia saat bermusik. Perkembangan musik dan alat musik ini ditopang pula oleh kegiatan yang biasanya diselenggarakan di istana.

Masa keemasan peradaban Islam terbentang selama kurang lebih 500 tahun, sejak abad ke-8 Masehi hingga abad ke-13 Masehi. Wilayahnya meliputi Eropa Selatan, Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia Selatan. Setelah itu, peradaban Islam mulai mengalami kemunduran seiring dengan kehancuran Baghdad sebagai pusat kebudayaan Islam oleh bangsa Mongol. Juga oleh Perang Salib yang menandai peralihan pusat peradaban ke Eropa.

Saat bersamaan, dakwah Islam di Nusantara mulai berkembang intensif. Berbeda dengan penyebaran di wilayah di masa keemasan yang kental dengan motivasi politis dan penguasaan wilayah, penyebaran Islam di Nusantara dimotori oleh para pedagang. Selama berniaga, para pedagang dari daratan Timur Tengah ini hidup membaur dengan penduduk setempat.

Lewat pergaulan ini, musik ala padang pasir mulai dikenal di Indonesia. Rebana, menjadi alat musik paling dominan dalam memunculkan kesenian Islam Nusantara beraroma Arab seperti terbangan, gambus, kasidah, dan hadrah.

Selain rebana, rebab juga ikut mewarnai kesenian Nusantara dengan ditambahkan sebagai pengiring gamelan yang mulai berkembang di Jawa sejak masuknya agama Hindu dan Budha. Malah, dalam gamelan Jawa, fungsi rebab tidak hanya sebagai pelengkap untuk mengiringi nyanyian sinden, melainkan menjadi pembuka dan menuntun arah lagu sinden.

Menurut penyair dan pengamat seni Islam, Abdul Hadi WM, pemakaian rebab dalam gamelan Jawa menandai pengaruh musik sufi, yaitu instrumen nay, seruling vertikal dengan lubang tipan di ujungnya. Seruling ini bila ditiup mengeluarkan bunyi seperti ratapan pokok bambu di hutan yang tertiup angin.

Ratapan itu berperan membuka selubung jiwa dari kepiluannya dan membawanya menuju keriangan spiritual. Ini, misalnya, dapat disaksikan dalam upacara sama` tarekat Maulawiyah, sering disebut dengan julukan The Whirling Dervish, yang didirikan Jalaluddin Rumi. Fungsi nay sebagai pembuka inilah yang diperankan rebab dalam gamelan Jawa.

Abdul Hadi menjelaskan, adalah Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga yang menerapkan asas-asas estetika sufi ke dalam penggunaan instrumen gamelan. Sunan Bonang menjadikan gamelan sebagai sarana kontemplasi (tafakur) dan pembebasan jiwa (tajarrud) dari kungkungan dunia material. Pemakaian asas-asas inilah yang lantas membedakan gamelan Jawa dan Madura dengan gamelan Bali yang bertahan sebagai gamelan Hindu.

Sembilan tokoh penyebar Islam di Jawa atau Wali Sanga memang dikenal dengan model dakwah yang memanfaatkan budaya lokal. Tak mengherankan bila para wali ini juga mempunyai kemampuan seni tinggi. Ensiklopedi Musik Indonesia menyebutkan Sunan Kalijaga sebagai seniman paripurna, karena selain mubalig ia juga ahli wayang, ahli karawitan, dan pencipta gending.

Kiai bernama asli Raden Mas Said ini menciptakan empat tokoh punakawan Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong, yang berasal dari bahasa Arab yaitu Simar, Fatruk, Nalagarin, dan Bagha. Ia juga membuat perangkat gending, yaitu kenong, kimpul, kendang, dan genjur. Kemampuannya mencipta lagu untuk sarana dakwah Islam pun tak diragukan. Tembang Ilir-ilir dan Dandanggula adalah bukti kepiawaiannya merangkai syair tentang ajaran Islam di Jawa.

Jejak pemakaian kesenian sebagai sarana penyebaran Islam juga terekam di tanah Sunda, yang memiliki musik tradisional angklung. Sekitar abad ke-16, warga Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut, Jawa Barat, memanfaatkan kesenian angklung gubrag badeng untuk menyebarkan Islam. Warga desa ini baru pulang dari belajar Islam dari Kerajaan Demak.

Sebelumnya, kesenian dengan sembilan angklung sebagai alat musik utama, dimainkan sebagai pemujaan untuk Dewi Sri dalam ritual penanaman padi. Pengaruh Islam tampak dengan pemakaian dua terbang (rebana) dan penambahan bahasa Arab d dalam syairnya. Isi syairnya juga memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik. Lagu-lagu badeng yang terkenal, antara lain, Lailahaileloh, Ya`fti, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, dan Solaloh.

Selain melalui seni musik dan seni suara, pengaruh Islam di Indonesia juga terlihat melalui seni tari. Salah satu wilayah yang paling banyak mempunyai ragam tarian bernapaskan Islam adalah Aceh. Tarian paling populer adalah saman, ciptaan Syekh Saman, seorang ulama penyebar Islam di Aceh abad ke-14 Masehi. Awalnya, tarian itu hanya berupa permainan rakyat yang disebut pok ane-ane. Melihat permainan yang amat populer di tengah masyarakat kala itu, Syekh Saman pun menyisipkan ajaran tauhid dan nilai-nilai Islam ke dalam syair-syairnya.

Dahulu, tari saman biasa digelar di kolong-kolong meunasah alias surau yang berbentuk bangunan panggung. Para penarinya awalnya semua kaum lelaki. Tujuannya, agar mereka dapat salat tepat waktu. Belakangan, kaum perempuan juga menarikannya dengan mengambil tempat di atas meunasah atau di bagian khusus masjid tempat salat kaum Hawa.
Sejarah dan Perkembangan Nasyid sebagai Seni Musik Islami
Nasyid merupakan cabang seni yang bersendikan Islam, kerana ia mengandungi lirik yang merangkumi pesanan, ingatan,kisah para nabi , seruan dakwah Islamiah dan meniupkan semangat dalam proses pembangunan bangsa dan negara.
Perkembangan nasyid yang terus mendapat tempat dihati masyarakat Islam Nusantara telah diasaskan oleh lembaran sejarah yang terpahat usaha padu pelbagai pihak dalam memartabatkan nasyid sebagai wadah seni yang mampu membawa misi dakwah Islamiah ke tengah masyarakat dalam memenuhi tuntutan fitrah berhibur dalam diri manusia.
Jika diteliti perkembangan semasa, dunia hari ini diwarnai dengan hingar-bingar alunan lagu dan irama muzik serba glamour, ini menyebabkan industri nasyid melalui satu persaingan yang sengit untuk terus bertahan sebagai wadah penyebaran dakwah.
Kenyataan ini menuntut agar seniman nasyid terus bijaksana dalam meniti perjuangan nasyid tanpa mengabaikan garis panduan yang telah ditetapkan oleh syarak dengan mengambilkira sejarah perkembangan nasyid di Nusantara dan sumbangannya sebagai medium penyebaran dakwah.
Definisi Nasyid
Nasyid merupakan nyayian yang biasanya bercorak keagamaan Islam dan mengandungi kata-kata nasihat, kisah para nabi, memuji Allah dan yang seumpamanya.
Nasyid ialah lagu yang biasanya dinyayikan secara kumpulan yang mengandungi seni kata yang berunsurkan Islam.
Hj Jalidar Abdul Rahim menjelaskan masyarakat Arab pada zaman dahulu melagukan syair yang bertemakan Munajat dan Selawat dan kerap memilih lagu Arab Misri. Sumber maqam lagu Arab yang digunakan untuk membaca ayat suci Al-Quran dan nyayian lain berunsurkan Islam yang terdengar melalui nasyid dan qasidah sekarang kebanyakkanya datang daripada aliran Arab Iraqi, Hijazi dan Misri disamping tujuh lagi maqam iaitu Banjakka, Hijaz, Musyawaraq, Ras, Jaharka, Sika dan Dukah.
Istilah nasyid menurut masyarakat Indonesia , adalah ganti dari kata qasidah sebagaimana yang dimaklumi di daerah Sumatera dan Kalimantan. Bahkan di daerah-daerah lain ada yang menyebutnya sebagai Tagoni, Samrahan dan sebagainya. Namun jika ditinjau dari bahasa Arab nasyid berasal dari kata nasyada yang bermaksud membangkitkan, memberikan semangat, meneriakkan dan lain-lain.
Sesungguhnya istilah Nasyid telah muncul dalam kebudayaan Arab Islam sejak abad 3H/9M dan terus berkembang dari masa ke semasa.
Sejarah Perkembangan Nasyid di Nusantara
Kedatangan Agama Islam ke Nusantara membawa bersama Seni dan Kebudayaan Arab yang menarik hati masyarakat Islam khususnya pada keindahan lagu-lagu Arab yang didengar dan diterima melalui bacaan Al-Quran dan alunan lagu Qasidah Tawasyih, Ibtihal dan nasyid serta selawat dari nuzum syair marhaban dalam memuji dan mengucapkan selawat kepada Nabi Muhammad s.a.w.
Lagu Arab tersebut dibawa secara langsung oleh pendakwah Arab yang datang ke Nusantara untuk mengembangkan Islam . Masyarakat Islam di Tanah Melayu telah menjadikan nasyid Tawasyih[7], Qasidah Majrur[8] dan bacaan Rawi berzanji dan Marhaban sebagai satu kesenian dalam setiap Majlis Perkahwinan, Majlis Khatam al-Quran, Majlis Berkhatan , Majlis Menyambut Kelahiran Bayi dan Majlis Menyambut Maulidur Rasul S.A.W.
Sejarah Perkembangan Nasyid di Indonesia
Di Indonesia Qasidah Rebana telah mula berkembang di sekitar Pulau Jawa khususnya di Jakarta dan sekitarnya selepas tumbangnnya Parti Komunis Indonesia sekitar tahun 1966/1967, dikatakan hampir seluruh lingkungan wilayah dan kampung mempunyai kumpulan Qasidah Rebana. Pada kebiasaanya Qasidah Rebana hanya diiringi dengan alat rebana dan tamborin.
Pada awal tahun 1970-an Qasidah Gambus mula berkembang seiring dengan Qasidah Rebana. Qasidah Gambus diiringi dengan alat muzik yang biasanya terdiri dari Gambus, Biola, Seruling, Gendang, Tabla dan sebagainya dan biasanya mereka membawakan lagu-lagu dakwah atau lagu yang bertemakan keagamaan, dengan melodi dan irama ala Timur Tengah. Pada masa yang sama juga wujud Orkes Gambus yang biasanya membawakan lagu-lagu asli Timur Tengah.
Diantara Orkes Gambus yang amat terkenal pada awal tahun 70- an ialah Orkes Gambus El-Surayya di bawah pimpinan Almarhum Prof Ahmad Baqi yang terus mengembangkan sayap seni nasyid di sekitar Indonesia. Allahyarham Prof Ahmad Baqi yang dilahirkan pada tahun 1920 adalah tokoh terkenal yang membangunkan seni nasyid bukan sahaja di Indonesia tetapi di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.
Orkes Gambus El-Suraya yang amat terkenal dengan lagu Selimut Putih yang telah dinyayikan oleh Ibu Atikah Rahman terus mendapat tempat hingga ke hari ini kerana liriknya yang amat menyentuh hati dan mampu menitiskan airmata bagi yang mengamatinya.
Sekitar tahun 70-an juga wujudnya kumpulan Qasidah Pop, namun ia hanya diminati oleh golongan elit. Sementara pada pertengahan tahun 80-an perkembangan Qasidah Indonesia turut menyaksikan Qasidah Dangdut yang telah diperkenalkan oleh kumpulan Nasidaria dari Samarang dan pada tahun 1990 Qasidah Rebana Plus turut menyajikan lagu-lagu nasyid dengan diiringi alat muzik seperti gitar, piano dan sebagainya disamping wujud juga Qasidah Salawatan iaitu lagu yang berintikan selawat yang diiringi dengan instrumen muzik yang lembut seperti nasyid yang dipopularkan oleh Hadad Alawi dan Sulis.
Muzik dan Irama nasyid terus berkembang di Indonesia dengan wujudnya Festivel Nasyid Indonesia (FNI), Festivel Nasyid Nusantara (FNN) dan gerakkan kebangkitan nasyid Indonesia yang digiatkan oleh Fatahillah Manajemen Indonesia(FMI).
Sumbangan Nasyid Sebagai Media Dakwah Islam
Kecenderungan masyarakat pada hari ini yang gemarkan kepada hiburan perlu dipandu dengan pengisian yang betul dan tepat dalam mengharungi arus hedonism yang terus berleluasa.
Meneliti perkara ini, nasyid dilihat amat signifikan berperanan sebagai hiburan alternatif yang juga boleh mengajak manusia kepada kebaikan. Prof Dr Ismail al-Faruqi mengatakan, tidak ramai umat Islam yang menyedari akan betapa pentingnya seni suara dan musik sebagai suatu bentuk seni yang mengungkapkan pandangan alam (world view) Islam dan tentang kemesraan yang terdapat diantara seni tampak dan seni dengar (visual and aural arts) di dalam kebudayaan Islam. Begitu juga tidak ramai yang sedar tentang pentingnya seni dengar digunakan untuk tujuan-tujuan sosial dan dakwah.
Sehubungan dengan itu nasyid yang merupakan salah satu cabang ilmu handasat al-Aswat (seni suara) dan seni dengar yang telah berkembang dengan pesatnya di Nusantara telah menjadi medium dakwah khususnya dalam penghasilan lirik lagu yang mengandungi nilai dalam mendidik masyarakat agar memperteguhkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah, ketaatan kepada Rasulullah S.A.W, menginsafi kebesaran Allah, mengajak manusia menjadikan Sunnah sebagai panduan dan meletakkan kebenaran sebagai pedoman serta kebaikan dan keindahan wasilah dalam mencapai matlamat keredhaan Allah S.W.T.
Nasyid juga telah menjadi medium melestarikan dakwah secara berhikmah, ini selaras dengan maksud Firman Allah dalam Surah an-Nahl ayat 125:
“ Serulah kepada jalan Tuhan-Mu dengan penuh hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”

Hikmah boleh ditafsirkan dengan kata-kata yang lembut, tidak dilakukan secara paksaan dan tidak terkecuali daripada menggunakan kata-kata berseni dan lagu yang meruntun jiwa, yang boleh memberikan kesan mendalam kepada jiwa manusia. Malahan, bantahan dan kritikan sekalipun boleh disampaikan dalam bentuk seni, ini amat sinonim dengan kehidupan masyarakat Melayu yang turut menghasilkan syair dan pantun bagi tujuan kritikan tajam.
Nasyid juga turut mengajak manusia untuk berzikir kepada Allah S.W.T di mana unsur-unsur zikir dan doa turut menghiasi seni nasyid, disamping dijadikan sebagai kaedah yang boleh membantu memudahkan hafalan Asmaul Husna, nama-nama nabi, sifat-sifat Allah dan Rasul-Nya, dan nama-nama surah yang terdapat dalam Al-Quran. Seni ini juga telah dijadikan sebagai alat bantu dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Nasyid dan Marhaban, telah menjadi aktivitas alternatif sebahagian remaja Islam masa kini, khususnya dalam mengimarahkan masjid dan surau serta mengisi pelbagai aktiviti hidup dengan perkara yang bermanfaat. Ini dapatkan mengelakkan remaja dari terjebak ke dalam aktiviti gejala sosial yang kian berleluasa.
Nasyid juga telah menjadi medium penyebaran dakwah dalam dunia penyiaran, di mana lagu nasyid telah menjadi salah satu bentuk seni hiburan yang disiarkan di kaca televisyen dan radio, Rancangan Nasyid Minggu (NMI) ini yang diterbitkan oleh Bahagian Media Elektronik dan Penyiaran JAKIM sejak Mac 2004 menjadi satu pendekatan kepada muda-mudi untuk memilih hiburan yang lebih baik dan bermanfaat. Selain daripada hiburan, rancangan ini juga banyak memaparkan petikan ayat-ayat al-Quran dan Hadith sesuai dengan tema siaran.
Perjalanan seni nasyid Nusantara tidak terlepas dari tuntutan dan tanggungjawab berdakwah pada jalan Allah . Adalah menjadi tanggungjawab ahli seni untuk terus mengajak manusia kepada kebaikan dengan tidak melupakan etika dan akhlak Islam yang perlu menjadi pakaian diri sepanjang masa agar nasyid mampu menjadi agen yang mengajak manusia kepada amar ma’ruf dan nahi mungkar.
Kesimpulan
Usaha memartabatkan nasyid secara profesional dalam bentuk program pembelajaran secara konsisten amat perlu dalam usaha melahirkan seniman nasyid yang berkaliber.
Penggiat nasyid nusantara harus mengembeleng tenaga dalam mewujudkan institusi nasyid yang boleh melahirkan seniman nasyid seperti Prof Ahmad Baqi yang mampu menghasilkan lirik lagu yang memberi kesan dalam mendidik jiwa berteraskan ajaran Islam .
Olahan kreatif penulisan lirik mestilah tidak meninggalkan tujuan asal nasyid, iaitu untuk berdakwah dan memberi tarbiah Islamiah kepada pendengar samada secara langsung atau secara tidak langsung.
Penulisan berkaitan sejarah nasyid nusantara wajar diperbanyakkan dalam mendorong peminat dan pengamal nasyid mampu memasyarakatkan dan meneruskan kegiatan seni nasyid untuk generasi akan datang.
Sumber
Alwi, Noordianah. 2006. Sejarah Perkembangan Nasyid di Nusantara dan Sumbangannya sebagai Medium Dakwah. Online: http://randyabdurahman.wordpress.com/category/kesenian-islam/ [accessed: July, 06, 2011]
Yanuarti, Astari. 2010. Dari Madinah Hingga Nusantara. Online: http://www.bunyu-online.com/2010/09/perjalanan-sejarah-kesenian-islam.html [accessed: July, 06, 2011]