Monday, August 15, 2011

SAJARAH KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA: DARI AWAL KEMERDEAKAN HINGGA AWAL ORDE BARU

Oleh: Ganda Kurniawan, 3101408093
Untuk mengetahui tentang hukum Tatanegara di Indonesia maka ia harus mengetahui sejarah ketatanegaraan yang telah berjalan zaman demi zaman. Proklamasi kemerdekaan dijadikan sebagai awal untuk membuka pintu gerbang kemerdekaan dan pertanda berdirinya Negara RI. Dibuatlah sebuah tatahukum untuk memperkompleks pada diri Negara yang masih amat muda ini. Jadi jelaslah bahwa antara Proklamasi dan terbentuknya tatahukum RI ada kaitan yang erat. Proklamasi merupakan “norma pertama”, artinya bahwa ini adalah dasar dari norma-norma selajutnya, dibilang pertama karena RI telah memutus hubungan dengan ketatanegaraan colonial yang telah dibuat sebelumnya. Akan tetapi yang menjadi masalah yaitu bahwa norma ini tidak dapat dicari kekuatan berlakunya pada tatahukum penjajah. Maka dibentuklah sebuah Pancasila yang dapat secara tegas dijadikan sumber dari segala sumber hukum dan tatahukum Indonesia. Kelayakan Pancasila ini didapat karena langsung berasal dari ilham filosofis watak yang telah mengecap pada bangsa Indonesia sejak lama. Pemerintah RI dari berbagai periode perundang-undangan tetap berpendapat sama bahwa tanggal 17 Agustus 1945 disepakati sebagai awal berdirinya Negara RI. Mengenai pengakuan kedaulatan pada walnya RI harus mati-matian kembali memperebutkan kemerdekaan yang masih belum diakui oleh Belanda. Namun setelah pembentukan RIS hingga tangga 27 Desember 1949 ini Belanda telah mengakuinya secara Formal.
Tatahukum Indonesia Merdeka selamnya memang tidak bisa dicocokkan dengan tatahukum sebelumnya di bawah Hindia-Belanda membuktikan bahwa tatahukum Indonesia merdeka adalah berdiri sendiri bukan penerus dari tatahuku sebelumnya. Pihak RI selalu mengutarakan untuk putus hubungan dengan tatanan sebelumnya sebagai suatu tanda peralihan kekuasaan. Walaupun demikian ada beberapa hal keganjilan dari undang-undang dasar yang telah dibuat diantaranya yaitu: 1) adanya penjelasan UUD yang termuat, padahal pengesahan PPKI tidak meliputi penjelasan tersebut; 2) batas-batas Negara tidak dicantumkan dalam UUD 45, namun didasarkan pada luas wilayah administrasi Hindia-Belanda dahulu; 3) kepastian kewarganegaraan RI UUD 45 pasal 26 masih kurang jelas, namun kemudian diperjelas dengan UU no.3 tahun 1946.
Ada beberapa tahap terbentuknya UUD 45 dalam sejarahnya. Tahap perencanaan, pendudukan balatentara Jepang mengumumkan dan melantik BPUPKI sebagai agen penyelidik dan mempersiapkan berbagai rencana untuk kemerdekaan yang pada awalnya sudah dijanjikan Jepang. Bahkan dalam rapatnya, BPUPKI juga telah menentukan Dasar Negara/ Pancasila yang dikemukakan oleh Soekarno tanggal 1 Juni 1945. BPUPKI membentuk suatu panitia kecil terdiri dari 7 orang yang bertugas membuat laporan tentang Rancangan Undang Undang Dasar. Setelah tugas BPUPKI usai dibentuklah lagi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Ini merupakan kelanjutan dari BPUPKI tentang menindak lanjuti persoalan UUD, dan dasar Negara. Ketika situasi telah meyakinkan Indonesia untuk merdeka, meskipun dengan cara yang alot, PPKI mewujudkan terproklamirnya Kemerdekaan. Yang kedua, tahap pengesahan dilakukan pada tangga 18 Agustus 1945 yaitu mengesahkan UUD 45 dan Pancasila atas inisiatif PPKI dibawah kemerdekaan bukan dibawah kekuatan Jepang.
Ada dua fakta yang didapat dari UUD 1945. Pertama, UUD 1945 isinya adalah merupakan perusahan dan tambahan Rancangan Undang-Undang Dasar hasil karya BPUPKI, jadi istilanya bahwa banyak dari yang telah dirancang oleh BPUPKI kemudian direvisi kembali isinya baik itu penambahan pasal ataupun perbaikan kata. Kedua, Undang Undang Dasar 1945 terdiri dari tiga bagian yaitu Pembukaan yang merupakan isi dari Piagam Jakarta, yang kedua adalah bagian Batang tubuh UUD terdiri dari 37 pasal dan 16 Bab dan terakhir adalah bagian penutup yang terdiri dari aturan peralihan dan aturan tambahan.
Lima tinjauan mengenai beberapa hal penting tentang Undang-Undang dasar 1945:
a. Hubungan Proklamasi dengan Pembukaan UUD 45
Pembukaan mengandung asas-asas, prinsip dan tujuan akan diselanggaraknnya sebuah Negara, hal tersebut telah direalisasikan oleh adanya Proklamasi Kemerdekaan/ pengumuman terbentuknya Negara merdeka.
b. Hubungan antara Pembukaan Undang-Undang dasar dengan ketentuan-ketentuan di dalam UUD dan ketentuan-ketentuan lainnya di dalam tatahukum Indonesia
Pembukaan UUD 45 pada hakikatnya adalah mengandung ”pokok-pokook pikiran” yang di dalam tatahukum Indonesia, merupakan cita-cita hukum (rechts idée) yang harus menguasai ketentuan-ketentuan di dalam tatahukum Indonesia.
c. Undang-Undang dasar 45 menolak system demokrasi Liberal dan Diktator
UUD 45 adalah berdasarkan kepribadian bangsa dan tidak mengikuti Negara-negara penganut demokrasi Liberal maupun Diktator
d. UUD 45 adalah singkat dan supel
Dibandingkan dengan UUD Negara lain UUD Indonesia tergolong singkat. Dalam penjelasan juga ditagaskan bahwa UUD itu hanya memuat garis-garis besar saja yang pokok atau yang dasar saja.
e. UUD 45 semula dimaksudkan bersifat sementara
Dalam paasl 3 ayat 2 tentang Aturan tambahan pun sebenarnya dijelaskan nanti di kemudian hari masih diharapkan akan dibentukk suatu badan Permusyawaratan Rakyat dimana antara lain bertugas menetapkan UUD yaitu kemungkinannya; MPR menetapkan UUD, tambahan/ penyempurnaan UUD atau ditetapkannya UUD baru.
Secara teknis ada beberapa hal tentang system ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 45. Menurut UUD 45 Presiden adalah Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan, atau memegang kekuasaan tertinggi Bersama MPR, sedangkan Presiden adalah Mandataris majelis Permusyawaratan Rakyat. Sebagai kepala pemerintahan, presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggungjawab dan diangkat oleh presiden sendiri. Sedangkan DPR bertugas membuat undang-undang yang meminta persetujuan dari presiden. Begitu pula sebaliknya ketika presiden hendak melakukan kebijakannya perlu persetujuan dari DPR. Sedangkan melaksanakannya presiden diberi keleluasaan. Biarpun begitu presiden harus tetap tunduk kepada UUD dan GBHN. Presiden tidak dapat membubarkan DPR, namun DPR lah yang menilai dan mengawasi presiden kemudian di laporkan kepada MPR. MPR dapat meminta diadakannya sidang untuk meminta pertanggung jawaban kepada presiden. Dari berbagai ketentuan diatas maka sebenarnya system ketatanegaraan yang dianut Indonesia adalah “system presidential”.
Ada perubahan dalam praktek ketatanegaraan dengan tanpa mengubah ketentuan-ketentuan dalam undang-undang dasar, antara lain:
1. Perubahan dengan Maklumat Wakil Presiden No. X, tanggal 16 Oktober 1945. Disini hanya terdapat perubahan praktek saja behwa: a) KNIP ikut menetapkan GBHN bersama Presiden; b) KNIP menetapkan bersama Presiden Undang-undang yang boleh mengenai segala macam urusan pemerintahan; c) karena gentingnya keadaan maka dalam menjalankan tugas kewajibanya sehari-hari dari KNIP tersebut diatas, akan dijalankan oleh Badan Pekerja yang bertanggungjawab kepada KNIP; d) badan Pekerja sejak saat itu tidak boleh lagi ikut campur tangan dalam kebijaksanaan pemerintah sehari-hari. Dimana dalam masa sebelumnya ternyata KNIP sering ikut-ikut pula menyelenggarakan pemerintahan membantu presiden.
2. Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Disini intinya bahwa Indonesi mengubah dirinya dengan system Parlementer atau munculnya Istilah “Perdana Menteri”. Menteri-menteri dan PM bertanggungjawab kepada Badan Pekerja yang bertindak sebagai KNIP. Sementara Presiden tidak lagi bertugas sebagai Kepala Pemerintahan melainkan sebagai Kepala Negara saja.
Negara Republik Indonesia Serikat muncul karena terjadinya konflik kembali dengan Belanda yang ingin merebut Indonesia kembali. Dengan koferensi Meja Bundar yang ditengahi oleh PBB dengan mempertemukan Indonesia, Nedherland, dan Bjeenkomst voor Federal Overleg (Pertemuan Untuk Permusyawaratan Federal/ Negara-negara bentukan Belanda). Ketika perang masih berkecamuk Indonesia hanyalah sebuah “Negara Bagian” sedangkan daerah kekuasaannya sudah banyak yang dicaplok oleh Belanda sesuai dengan Perjanjian Renville. Dalam Negara bagian tersebut diberlakukanlah UUD RIS mulai tanggal 27 Desember 1949.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang isi Konstitusi RIS.
1. Konstitusi RIS bersifat sementara. Terasa pada pasal 186 bahwa “Konstituante bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS”. Hal ini diperlukan mengingat Konstitusi RIS yang pertama ini dibuat secara tergesa-gasa sehubungan dengan akan dibentuknya Negara federal. Namun pada akhirnya konstituante ini tidak sempat dibentuk karena model Federalpun berakhir.
2. Bentuk Negara federal. Hal ini tercantum dalam mukadimah konstitusi RIS yang berbunyi “ maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk republik federal … dst”. Pasal 1 ayat 1 menentukan: RIS yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi.
3. Sistem pemerintahan negaranya. Presiden hanya menjabat sebagai kepala Negara. DPR yang sebelumnya sudah ada (karena belum ada pemilu baru) mereka mengutus anggota-anggotanya ke berbagai nagara federal. Disamping ada DPR juga adanya senat atau utusan yang mewakili Negara bagian terdiri dari 2 orang yang dipilih oleh pemerintah Negara bagian.
RIS ternyata berumur pendek dan RI pun menginginkan kembali ke Negara kesatuan dalam suatu permusyawaratan 19 Mei 1950 untuk menjelma kembali menjadi RI 17 Agustus 1945. Dibuatlah sebuah panitia bersama menghasilkan suatu RUUDS NKRI tanggal 20 Juli 1950. RUUDS ini diterima baik oleh KNIP, DPR dan Senat RIS. Konstitusi RIS yang sebelumnya sudah dibentuk di kemudian hari ketika sudah menjadi NKRI ini diganti namanya menjadi UUDS yang disaahkan sebagai Undang-Undang No. 7 tahun 1950 dan diberlakukan mulai tanggal 17 Agustus 1950.
Beberapa hal yang perlu ditinjau mengenai Undang-undang No.7 tahun 1950 itu, bahwa:
1. Undang-undang dasar sementara formal adalah perubahan dari Konstitusi RIS, tetapi material merupakan pergantian.
2. UUDS adalah bagian dari UU Federal No. 7 tahun 1950
3. Dalam UUDS ternyata tidak ada ketentuan kapan tanggal mulai diberlakukannya. Menurut pasal 13 dalam UU Federal NO.2 1950 UUDS itu akan diberlakukan tanggal ketigapuluh sesudah pembuatan UUDS itu. UUDS ini diundangkan tanggal 15 Agustus 1950 maka seharusnya diberlakukan tanggal 14 atau 15 september. Namun UUDS tetap diberlakukan tanggal 17 Agustus 1950.
4. Tidak pernah ada suatu ketentuanpun dengan formal telah mencabut berlakunya UUD 1945.
Ada beberapa fakta mengenai UUDS 1950, antara lain:
1. UUDS 1950 adalah bersifat sementara. Sama halnya ketika situasi mendesak berhubung akan dibentuknya Negara Federasi, UUDS ini pun sebagai tanda peralihan untuk kembali ke UUD 45 tetap menginstruksikan adanya UUD baru yang bersifat tetap.
2. Bentuk kembali ke susunan Negara kesatuan.
3. System pemerintahan Negara menurut UUD sementara. Peran presiden masih berupa sebatas Kepala Negara. Hampir sama dengan Konstitusi RIS yang masih menganut system parlementer. Namun perbedaanya berada pada system pertanggungjawaban menteri UUDS lebih sempurna ketimbang Konstitusi RIS.
Sebagai tahapan akan kementapan konstitusi yang tetap maka diberlakukannya kembali UUD 45. Negara masih mengenut system parlementer. Berhubung belum dibentuknya DPR yang dibentuk melalui pemilu, maka untuk sementara dibentuk DPRSemantara yang terdiri dari DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP sedangkan senaat dihapuskan. Baru di bulan September 55 diadakan pemilu anggota DPR dan Desember 55 pemilu konstituante. Dalam pemilu tersebut terdapat 27 partai dan 35 fraksi. Banyaknya partai ini menyebabkan sulit untuk memperoleh dukungan yang sifatnya stabil. Oleh karena itu Kabinet Parlementer ini sering terjadi pergantian Kabinet. Sejalan dengan itu telah terbentuk suatu badan Konstituante menetapkan UUDS menggantikannya dengan UUD yang bersifat tetap namun setelah dua setengah tahun UUD tetap ini belum juga terbentuk bahkan terjadi banyak pertentangan diantara partai, swasta bahkan masyarakat luas. Maka untuk mengatasi keadaan ini timbulah konsepsi Demokrasi terpimpin. Karena belum terciptanya UUD tetap maka dalam Demokrasi terpimpin ini memutuskan untuk kembali ke UUD 1945 yang dianggap telah sesuai dengan kepribadian bangsa. Konstituante menerima rancangan UUD dan dikirimkan ke Presiden untuk disahkan pemerintah dan pemerintah segera mengumumkan UUD tersebut dengan keluhuran. Pengundangan dengan cara keluhuran ini oleh Keputusan Dewan Menteri direncanakan sebuah Piagam yang ditandatangani oleh Presiden di Bandung maka dikenal dengan Piagam Bandung.
Mendesaknya situasi karena belum konjung pula terbentuknya UUD yang tetap mengantikan yang sementara dapat memicu keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara. Untuk menindak lanjutinya secara tegas maka Presiden/Panglima Teringgi Angkatan Perang RI tanggal 5 Juli 1959 mngeluarkan sebuah Dekrit. Isinya menyatakan 3 unsur yaitu: berlakunya kembali UUD 45 untuk menyingkirkan UUDS, Pembubaran Konstituante dan Pembentukan Majelis Permusyawaratan Sementara dan DPA. Dekrit ini memiliki dasar sebagai “hukum darurat atau Undang-undang tentang keadaan bahaya”. Tatanan sesudah dekrit merupakan kelanjutan tatanan hukum yang sebelumnya, yaitu Tatanan Hukum sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Didalam dekrit pula menyebutkan bahwa Piagam Jakarta adalah menjiwai UUD 1945 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dan UUD tersebut.
Demokrasi terpimpin dianggap sebagai era baru dan tatanan baru maka perlu diadakan perubahan system pemerintahan Negara yang cocok. Presiden kembali berperan sebagai Kepala Pemerintahan sekligus Kepala Negara dibawah MPR. Presiden mengumumkan susunan menteri baru yang akan membantunya. Kabinet ini terdiri dari pada menteri-menteri berdasarkan UUD 45. Sedangkan mengenai DPR, Presiden mengeluarkan Tap. Presiden NO. 3 1960 tentang pembaruan DPR yaitu: penghentian pelaksanaan tugas dan pekerjaan DPR sekarang dan dilakukan pembaharuan susunan DPR berdasarkan UUD 45. Ketetapan tersebut mulai berlkau tanggal 5 Maret 1960. Maka dibuatlah susunan baru yang disebut dengan DPR Gotong Royong (terdiri dari golongan politik, golongan karya, dan seorang wakil Irian Barat). Berhubung belum terbentuknya MPR maka dibentuklah MPRS yang terdiri dari DPR. Tidak lupa pula dibentuklah Dewan Pertimbangan Agung yang bertugas menjawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul serta wajib mengajukan pertimbangan kepada presiden. Ada ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 yang hendak melaksanakan Pemilu selambat-lambatnya tanggal 5 juli 1966 untuk menentukan wakil rakyat yang sementara masih dipegang DPRGR dan MPRS.
Tahun 1965 sempat terjadi situasi yang panas dalam politik dimana terjadi pergulatan politik antara Militer dengan PKI. Banyak lembaga-lembaga ketatanegaraan yang tidak sesuai dengan UUD 45. Lembaga demokrasi yang ada masih bersifat sementara tidak bekerja sebagaimana yang diharapkan seperti munculnya vested interest, koruptor, manipulator dll. Ujung dari ketidakstabilan ini yaitu terjadi clash antara Militer dan PKI, terjadi kekacauan ekonomi dan kekacauan social. Mahasiswa angkatan 66 mengejukan Tritura yang menginginkan pembubaran PKI, pelaksanaan kembali UUD 45 dengan murni, dan penurunan harga barang.
Dalam situasi yang mendesak tersebut dibuatlah Surat Perintah 11 Maret 1966 yang merupakan kunci pembuka babak baru Revolusi Indonesia. Sesuatu yang dianggap telah sesuai untuk kembali kepada nilai-nilai Pancasila. Sesudahnya diadakanlah sebuah siding M\PRS yang menghasilkan 24 ketetapan. Namun ketetapan tersebut tidak banyak kaitanya dengan Ketatanegaraan dan lebih condong ke sebuah kebijakan nasional umum. Dengan begitu maka dimulailah suatu periode yang dinamakan dengan Orde Baru yang mencoba kembali kepada kemurnian UUD 45 dan Pancasila serta menyingkirkan nilai-nilai komunis yang anti-Pancasila.
Hasil Resume Buku dari
Judul Buku : Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia
Penulis : Joeniarto (Dosen Fakultas Hukum UGM)
Penerbit : Bumi Aksara: Jakarta
Tahun : 2001

0 comments:

Post a Comment