Ekspedisi Sejarah Indonesia (Exsara)

Exsara merupakan organisasi terbesar di Jurusan Sejarah Unnes. Aku dirikan bersama teman-teman jurusan sejarah Unnes angkatan 2008. Mereka semakin maju

Catatan Hidupku

Aku sangat suka menulis. Termasuk membuat catatan hidupku. Biar nanti aku mati, tapi pikiranku seolah terus hidup sampai anak cucuku

Petualangan Hidup

Setiap hidup, pasti menyempatkan berkunjung ke tempat unik, berkenalan dengan orang baru. Semua itu akan mendidik kita jadi manusia besar

Sejarah Nasional dan Dunia

Basis pendidikanku Sejarah. Aku sangat menyukai kisah masa lalu. Ada yang kuanggap sebagai sastra ada yang kuanggap sebagai guru kehidupan

Pola Hidup Sehat

Sejak SMP aku sudah punya bakat pemerhati gizi. Aku sangat mencintai pola hidup sehat. Tanpa kita sehat, semua yang kita miliki tak ada gunannya

Friday, May 15, 2015

Menganti, Penantianpun Berakhir

Menganti, Penantianpun Berakhir

KARANGDHUWUR - Pantai Menganti, hampir selalu disebut dalam tiap juguran  Alumni Pelita 2005, dan selalu berulang hanya sebuah frasa dan penantian. Namun, juguran di rumah Fajariah, Kalitinggar (18/4) banyak mengubah segalanya, keinginan untuk ke Pantai Menganti terproklamirkan dengan tegas  untuk direalisasikan.

Pantas untuk diberitakan guna mengkawal langkah menuju janji itu. Hingga semakin nyata ketika Presiden Alumni Pelita 2005 membuat Perpres tentang teknis keberangkatan. Faktor informasi juga semakin berpengaruh ketika muncul berita 'Peserta Plesir Tembus 21 Orang'. Berita itu menjadi dorongan para teman-teman alumni untuk ikut. Bak info penguatan adanya bullish yang  mendorong seorang pengusaha membeli saham dalam bursa efek.

Buah komitmen akhirnya terealisasi, kemarin (14/5). Beberapa wajah baru akhirnya menampakan batang hidungnya menyatakan ikut plesir seperti Rudy, Titis, Evi, dan Sobihan.Di sisi lain kami juga kehilangan beberapa konstituen seperti Siti dan Novi karena lembur, Wagio ada kendala mendadak dan Nita yang terlambat akibat delay dari bus yang ditumpanginya menuju Purbalingga.

Total konstituen plesir kali ini akhirnya tembus 24, melebihi target yang terdaftar sebelumnnya yaitu 21. Mereka yang ikut diantaranya Suminto + pacarnya, Kholis, Eva, Ganda, Feri, Ari, Rudy + Pacarnya, Daryati, Evi, Aziz, Maryono, Teguh, Umi + Adiknya, Sugeng, Nova, Titis + Pacarnya, Fajariyah, Sobihan, Amelia dan Anna.

Start keberangkatan dari rumah Eva pukul 08:30, mulur 30 menit dari yang ditetapkan. Awal keberangkatan, masih terkendala adanya rute yang akan dilalui. Hal itu disebabkan belum adanya satu presepsi dan masih banyak pendapat rute sendiri-sendiri.

Sebelum berangkat di Rumah Eva Karangjambe


Saat melintas di jalan provinsi mulai dari Kalimanah hingga perempatan buntu masih satu pemikiran. Namun saat melintas jalan Nasional beberapa rombongan terpecah total, sebagian besar rombongan memilih jalur dari Pasar Sumpiuh (Banyumas) ke selatan, melintasi desa Kemiri. Kemudian masuk ke Kecamatan Nusawungu Kabupaten Cilacap yakni melewati desa Nusawungkal, Purwadadi, Karangsembung, di perempatan wisata Karangpakis ambil kiri lurus hingga masuk Kabupaten Kebumen. Sebagian kecil rombongan ada yang lewat via Jatijajar.

Setelah melewati pantai Logending/Ayah, trek perjalanan secara mendadak memasuki kawasan perbukitan kapur yang cukup tinggi. Secara ilmu geografi daerah ini disebut juga perbukitan Karst. Secara marfostruktur aktif daerah kecamatan Ayah terbentuk karena adanya pengaruh tenaga endogen. Kecamatan Ayah terbentuk karena proses pengangkatan dasar laut oleh aktivitas tektonisme lempeng yaitu lempeng samudra Hindia-Australia yang saling bertumbukan yang terjadi jutaan tahun yang lalu.

Butuh jarak sekitar 5 kilometer dari perbukitan karst menuju objek wisata Pantai Menganti. Cukup melelahkan melewati perbukitan karst ini. Butuh kontrol gas yang tepat saat mendakinya dengan motor agar mesin tidak 'ngeden'. Apalagi jika kapasitas mesin dibawah 110 CC. Begitu juga saat turunan tajam, selain rem, engine brake juga sangat penting dimanfaatkan agar tidak kebablas ke jurang.



Meski rombongan terpisah, namun akhirnya bisa kembali bersatu di titik puncak Desa Karangdhuwur, Kecamatan Ayah, Kebumen ini pada pukul 11:00. Dengan demikian total lama perjalanan kurang lebih 2,5 jam, dan jarak sesuai Google Map adalah 67,5 Km.

"Sementara konsumsi bahan bakar saya hitung untuk bebek manual 110 CC karbu menghabiskan Rp 20.000 atau 2,7 liter untuk pulang pergi, itu artinya 135 Km (67,5 x 2) dibagi 2,7 liter = 50 Km/liter. Hal ini wajar cukup boros sebab medan sering melewati jalan menanjak saat di Kecamatan Ayah," kata Kepala bidang Penerangan Ganda Kurniawan.

Pemerintah daerah setempat nampaknya cukup serius menggarap wisata yang sering disebut dengan hidden paradise (surga tersembunyi) ini. Akses jalan banyak melibatkan pemaprasan tebing dan pembuatan jalan yang halus oleh Bidang Bina Marga Pemkab Kebumen. Diperkirakan telah menghabiskan puluhan Miliar pagu anggaran.



Bantuan pemerintah hanya sampai pada pembuatan jalan dan pembuatan pintu gerbang loket. Pemanfaatan tempat wisata sendiri diserahkan kepada Kelompok masyarakat Sadar Wisata (Pokdarwis) dari Desa Setempat. "Terbukti dalam karcis masuk yang dikenakan tarif Rp 5000/orang ini tertulis berdasarkan Perdes bukan Perda. Penghasilan banyak masuk ke Kas Desa. Sementara pemerintah sepertinya belum ikut kebagian hasilnya terbukti tarif parkir masih Rp0," imbuhnya.

Kamipun masuk ke lokasi wisata pantai ini. Sudah kami prediksi wisata pantai ini dominan berkarakter wisata landscape, dan lebih sedikit wisata air. Terlihat juga puluhan kamar ganti terlihat mangkrak, rusak tak terpakai.  Pantas saja ketika kami nongkrong di pinggir pantai tampak sepi pengunjung.  Padahal kalau melihat tempat parkir, kendaraan padat merayap. Jadi, kemanakah sebenarnya para pengunjung?



Alkisah, seorang panglima perang Kerajaan Majapahit melarikan diri ke pesisir selatan Jawadwipa karena hubungannya dengan pujaan hati tidak direstui sang raja. Mereka berjanji bertemu di tepi samudra berpasir putih nan indah. Sepanjang hari, sang panglima pun terus menanti pujaan hati yang  ternyata tak kunjung tiba di atas bukit kapur sambil memandang laut lepas. Ia menanti dan terus menanti. Sedangkan Menganti adalah bermakna menanti. "Begitulah mitos masyarakat setempat," kata Ganda.

Rombongan Alumni Pelita 2005 tetap menyempatkan diri bermain air dengan ombak yang rendah karena posisi menyerupai teluk. Pantai lebih banyak karang daripada pasir, sehingga permainan tidak bisa leluasa. Lebih banyak berfoto diatas karang. Kemudian sebagian juga memilih wisata jelajah lautan dengan perahu milik nelayan dengan tarif Rp 15.000 bolak-balik.



Setelah itu rombongan naik ke bukit sebelah timur atau yang disebut dengan Bukit Sigatel. Tanpa disangka disinilah titik kunci keindahan wisata Pantai Menganti ini. Disinilah kebanyakan wisatawan hadir. Bukit dipadukan dengan pohon cemara yang masih belum begitu tinggi. Mirip perbukitan di Wisata Gucci Tegal.

Hanya saja pemandangan utama tetaplah karang-karang hitam yang memecah debur ombak Samudera Hindia dan angin laut yang menghilangkan setres. Pokdarwis setempat berinovasi dengan membuat puluhan gubug-gubug mini dengan atap jerami. Gubug di pasang diatas tanah bukit yang ditata secara sengkedan.
Untuk singgah di gubug ini dikenakan tarif Rp 5000/gubug. Selain itu juga terdapat satu rumah yang sepertinya digunakan untuk studio prewedding. Namun rombongan alumni tak ada yang menyewa gubug ini. Kami lebih suka duduk dan tiduran diatas rumput sambil menatap lepas ke laut. Waktu yang menjelang sore membuat tak ada lagi panas terik dan semakin membuat betah terus di bukit Sigatel ini. 




Kami akhirnya memutuskan untuk pulang pada pukul 16:30. Rombongan briefing untuk menentukan jalur pulang. Semuanya sepakat untuk terus melewati jalan raya tepi pantai selatan dan menghindari Jalan Nasional. Sampai kumandang adzan maghrib petang perjalanan masih di sekitar Kabupaten Cilacap. Disinilah akhirnya rombongan terpecah lagi. Sebagian besar lewat
Kecamatan Kemranjen yang tembus ke Jalan Nasional. Sementara sebagian kecil rombongan ada yang terus ke barat hingga Kecamatan Kroya Cilacap lalu ke Utara. Sedangkan salah satu motor pasangan Maryono - Fajariyah tersesat sendirian, di Perempatan Kroya ia tetap ambil arah ke barat. Karena kehilangan jejak semua temannya akhirnya ia pub bertanya kepada orang. "Pak, arah ke Purbalingga si kemana??," kata Maryono.

Di perempatan Buntu, akhirnya Maryono kembali bergabung. Sebagian besar banyak robongan yang mampir di SPBU Buntu. Sebagian kecil sudah ke arah Banyumas. Kamipun melewati tanjakan buntu, tanjakan yang sering disebut sebagai 'jalur tengkorak' karena paling rawan kecelakaan ini akhirnya berhasil di lalui dengan selamat. Catatan kami tanjakan Buntu di sekitar desa Karangmalang lampu penerangan jalan (LPJU) masih terang dan banyak mata kucing di sekitar marka jalan. Namun untuk kawasan Desa Karangrau banyak LPJU yang mati dan sangat gelap dan butuh kehati-hatian.

Kami semua berhenti di SPBU Desa Kejawar Banyumas, untuk istirahat, mengumpulkan rombongan yang terpisah, sekaligus Sholat Maghrib. Pukul 19:00 dari SPBU Kejawar tercetus keinginan makan malam bersama. Rencana akan berhenti untuk makan di alun-alun Banyumas. Namun ketika didatangi ternyata minim pedagang makanan.

Akhirnya berlanjut ke Alun-alun Purbalingga, memilih menikmati mie ayam dan es teh. Tempat singgah yang murah di Centre of Intersest kota Purbalingga ini. Pukul 21:00, kemesraan liburanpun berlalu dan pulang ke rumah masing masing.



Sementara Kepala Bidang SUmber Daya Manusia, Ari Nurani mengungkapkan kegiatan plesiran seperti ini sangat banyak memberi manfaat bagi kami semua. "Plesiran jelas bisa menghilangkan setres dan menambah keakraban. Pengorbanan capek dan uang tidak usah dipikirkan. Yang penting kita sudah melewati pengalaman langka yang tak terlupakan. Target plesir selanjutnya bisa kembali dibahas seusai lebaran," katanya.

Presiden Alumni Pelita 2005, Eva Pratama NF juga mengapresiasi atas suksesnya kegiatan plesir kali ini. "Alhamdulilah selama perjalanan tidak ada yang tersesat, tidak ada yang bocor atau rusak motornya, serta sholat 5 waktu juga tidak ada yang tertinggal. Semuanya berjalan lancar. Agenda selanjutnya menjelang bulan ramadhan segera rencanakan reuni Buka Bersama (Bukber), harus lebih baik dibanding tahun lalu," pungkasnya.(by Humas)




    




Tuesday, March 3, 2015

Temuan Artefak Minuman Beralkohol Tertua di Dunia






Sebuah artefak sejarah yang panjang-diawetkan selalu membawa suasana misteri memabukkan dengan itu. Anda menyentuh sesuatu yang orang menyentuh ratusan tahun yang lalu. Tapi ketika itu minuman beralkohol, diawetkan selama berabad-abad, membuat kepala kita ikut pusing membayangkan pada masa di zaman itu.  

Dikutip dari io9.com Berikut adalah minuman tertua yang masih ada.


 Residu organik buah anggur tersimpan di dalamnnya. Diperkirakan berusia 7.000 tahun. Berguna untuk membuat wine. Ini menjadi bukti arkeologi tertua Anggur, ditemukan pada tahun 1960 di Haji Firuz Tepe, Iran.
**


Sebotol anggur dari pertengahan abad ke IV sesuai batu sarkofagus (pemujaan dewa) bangsa Romawi. Ditemukan di kebun anggur dekat Speyer, Jerman dalam botol 1867. Bejana botol kaca memiliki pegangan yang berbentuk lumba-lumba. Sekitar sepertiga dari isinya adalah minyak zaitun, yang digunakan untuk mengawetkan anggur dari oksidasi.
**

Rudesheimer Apostelwein dari 1652 , dan pada 1727 baru bisa diminum. Minuman ini dari Bremen, Jerman

"Kota Bremen memiliki Ratskeller atau balai kota yang terkenal, di bawah yang merupakan ruang bawah tanah legendaris yang dikenal sebagai Schatzkammer (gudang terpendam).Dalam sini ada 12 tong berukir anggur sangat besar yang berasal dari abad ke-17 dan ke-18, yaitu setelah 12 rasul. Tanggal tertua dari 1653, tapi anggur tidak lagi minum. Yang paling terkenal adalah tong Yudas, yang mengandung Rudesheim anggur dari 1727 vintage, dengan reputasi vintage terbesar abad ke-18. Anggur dari tong ini tidak pernah dijual, namun secara berkala jumlah yang sangat kecil telah botol sebagai hadiah merakyat dari kota Bremen ke pejabat penting, kunjungan kepala negara, royalti dllKetika anggur apapun telah ditarik seperti ini, tong (sekitar 3000 liter + kapasitas) telah diisi dengan Rudesheim muda anggur kualitas terbaik. Dengan cara ini terlihat lebih segar. Tapi hanya segelintir setengah botol pernah ditarik pada satu waktu, dan anggur yang diisi ini hanya merupakan sebagian kecil dari volume keseluruhan, sebagian besar yang masih asli 1727.
**



Sebuah Tokaji anggur Hungaria dari gudang Kerajaan Saxon. Diperkirakan semenjak tahun 1680-an 
**

 1775 Massandra Sherry de la Frontera, dijual seharga $ 43,500 pada tahun 2001
**

Chateau Lafite Rothschild 1787, satu botol dijual seharga $ 156.000 pada tahun 1985
**


  Sampanye siap minum dunia dari awal abad ke-19, diselamatkan dari sebuah kapal karam di perairan kepulauan Aland, antara Swedia dan Finlandia. Setidaknya tiga dari botol pulih adalah Veuve Cliquot.
**

Botol rum tanggal tertua, seorang Vieux Rhum Anglais dari 1830
**

 The Hannisville Cache dengan dua Guci dari gandum, dua Guci wiski dan satu carboy gin. Wiski disuling pada tahun 1863, yang didestilasi di tong kayu oak selama 50 tahun dan dimasukkan ke dalam Guci.
Dibeli oleh John Welsh, duta besar AS dari Inggris pada 1870-an.
**


Sebuah botol format besar dari Armagnac dari 1865
**

Absinthe Edouard Pernod dari Lunel, ia awal utuh botol disegel absinthe belum digali dari 1870
**

Tentara dan Angkatan Laut Toko Whisky, dari 1870-tahun 1880-an dengan gudang tag "Tentara pertengahan abad ke-19 dan Angkatan Laut tua Liqueur Whisky"
**



Friday, February 6, 2015

20 DESA DI BANYUMAS SULIT AIR


Ilustrasi: Pengeboran

BANYUMAS - Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Banyumas, mencatat ada 20 desa yang dipastikan sulit air. Data tersebut didapat dari kajian mmelalui alat geolistrik.

Kabid Geologi, sumber daya mineral dan air tanah Dinas ESDM Banyumas, Sigit Widiadi mengatakan sejumlah wilayah yang sulit didapati air adalah daerah diluar cekungan air tanah. Selain iu juga lapisan lempung yang tebal sudah dipastikan sulit didapati air.

"Untuk cekungan air tanah, atau yang memiliki potensi air yang melimpah diantaranya kecamatan Baturraden, Sumbang, Kembaran, Purwokerto, Karanglewas, Kedungbanteng, Sokaraja, Kembaran, dan Banyumas. Kalau yang sulit itu Banyumas bagian selatan hingga ke Barat, Lumbir hingga Gumelar dan Ajibarang," kata Sigit.

Sementara 20 desa paling sulit air versi ESDM diantaranya di Patikraja (Pegalongan, Karangendep), Purwokerto Selatan (Karangklesem), Cilongok (Batuanten), Purwojati (Kaliputih), Kembaran (Purwodadi), Kalibagor (Kaliori, Srowot), Somagede (Somakaton, Somagede), Jatilawang (Pekuncen, Kedungwringin, Bantar ), Kebasen (Kebasen, Kalisalak), Lumbir (Dermaji), Kemranjen (Alasmalang, Petarangan),  Tambak (Kamulyan, Buniayu).

Dari 20 desa tersebut 11 diantaranya sangat tidak memungkinkan dilakukan pengeboran. Sementara sisanya masih bisa, namun lapisan ekuifer, pasir atau yang terdapat air ada pada kedalaman 20 - 120 meter. Sementara diluar desa desa tersebut potensi air bersih cenderung masih banyak.

"Wilayah tengah Banyumas mulai dari Kalibagor kebarat, hingga Patikraja cukup banyak lapisan lempung, sulit didapat air. Sementara Karangklesem untuk belakang eks terminal mungkin masih aman, tapi kalau sekitar Gunung Tugel disana sudah mulai sulit," papar Sigit.

Demikian pula untuk kawasan Banyumas barat yang juga kaya akan bukit lempung. Sehingga untuk mendapatkan air perlu penggalian cukup dalam. "Kalau bagian Banyumas selatan, memang disana ada air, tapi kurang layak konsumsi sebab cenderung asing," jelasnya.

Sigit juga berharap untuk 20 desa paling sulit air ini bisa mendapat jaringan air dari PDAM. Tentunya dengan mengandalkan air dari aderah cekungan air tanah.

Ia juga menjelaskan daerah cekungan air tanah umumnya memiliki lapisan batuan kerikil yang tebal, dimana air lebih mudah mengalir. Jika dibuatkan sumur bor bisa mengalir sebanyak 8liter per detik. Sementara bagian sulit air hanya mampu maksimal 2liter/ detik. Namun sayangnya seiring banyaknya perubahan tata guna lahan menjadi perumahan, bisa mengurangi kapasitas air tanah ini.

"Seharusnya setiap perumahan itu perlu ada sumur resapan, atau biopori. Kemudian adanya ruang terbuka hijau atau hutan kota juga bisa menjaga air tanah. Tapi untuk sekarang memang khususnya Baturraden masih aman sebab masih banyak hutan," katanya.

Pemetaan mengenai daerah sulit air tersebut dijadikan dasar bagi ESDM ketika ingin membantu pembuatan sumur bor. Hasil pemetaan tersebut menggunakan alat geolistrik untuk bisa mengetahui lapisan lapisan tanah yang memiliki potensi air.


Kesulitan tersebut diakui oleh Handoyo Kades Srowot, Kecamatan Kalibagor. Secara geografis tanah desanya berupa perbukitan lempung. Meskipun sebelah timur dan selatannya dikelilingi Sungai Serayu namun air cukup sulit didapat.
“Air cukup sulit terutama saat musim kemarau. Ada sebagian yang masih mandi di sungai. Untuk air minum kebanyakan lebih memilih menggunakan galon (air mineral). Belum ada saluran PDAM, jadi kadang dapat dropingan air. Untuk mendapatkan air sumur juga cukup dalam, sampai 15 meter,” katanya.(gan)
KECAMATAN
DESA
POTENSI AIR TANAH
REKOMENDASI SUMUR BOR
Cilongok
Batuanten
Kecil – Sedang
30 – 80 meter
Patikraja
Pegalongan
Kecil dan setempat
42 – 58,8 meter

Karangendep
Langka – kecil
Tidak Potensial
Purwojati
Kaliputih
Langka – kecil
Tidak Potensial
Kembaran
Purwodadi
Sedang
30 – 80 meter
Kalibagor
Kaliori
Kecil – sedang
52 meter

Srowot
Langka – kecil
Tidak Potensial
Somagede
Somakaton
Langka – kecil
Tidak Potensial

Somagede
Kecil dan setempat
32 – 46,4 meter
Jatilawang
Pekuncen
Terlalu dalam
Tidak potensial

Kedungwringin
Langka - kecil
Tidak Potensial

Bantar
Langka - kecil
Tidak potensial
Kebasen
Kebasen
Kecil
46 meter

Kalisalak
Langka - kecil
Tidak Potensial
Lumbir
Dermaji
Langka - kecil
Tidak Potensial
Kemranjen
Alasmalang
Sedang
35 – 98 meter

Petarangan
Langka - kecil
Tidak Potensial
Tambak
Kamulyan
Sedang
46 – 85 meter

Buniayu
Sedang
20 – 74 meter
Purwokerto Selatan
Karangklesem
Langka - kecil
Tidak potensial
Data dari Dinas ESDM Banyumas