Ekspedisi Sejarah Indonesia (Exsara)

Exsara merupakan organisasi terbesar di Jurusan Sejarah Unnes. Aku dirikan bersama teman-teman jurusan sejarah Unnes angkatan 2008. Mereka semakin maju

Catatan Hidupku

Aku sangat suka menulis. Termasuk membuat catatan hidupku. Biar nanti aku mati, tapi pikiranku seolah terus hidup sampai anak cucuku

Petualangan Hidup

Setiap hidup, pasti menyempatkan berkunjung ke tempat unik, berkenalan dengan orang baru. Semua itu akan mendidik kita jadi manusia besar

Sejarah Nasional dan Dunia

Basis pendidikanku Sejarah. Aku sangat menyukai kisah masa lalu. Ada yang kuanggap sebagai sastra ada yang kuanggap sebagai guru kehidupan

Pola Hidup Sehat

Sejak SMP aku sudah punya bakat pemerhati gizi. Aku sangat mencintai pola hidup sehat. Tanpa kita sehat, semua yang kita miliki tak ada gunannya

Thursday, August 1, 2013

Dari Setanjung ke Kalimasada [Part 23]


Tidak ada alasan lagi untuk meninggalkan Semarang, aku akan melewati babak semi final wisuda. Menyerahkan berkas kelengkapan di pojok gedung H, mengambil Samir serta membayar member Ikatan Alumni, membayar sewa Toga, membayar tiket pesta wisuda jurusan, dan membayar tiket agung wisuda untuk paripura dari UNNES.

Aku banyak menyempatkan hari-hari terakhirku di sini bersama Aris, Eko dan Heraldi. Nanang, harry dan Aji tengah diklat SM3T. Winarso juga kadang sedang tekun menggarap skripsi pesanan orang. Feby tengah asyik dengan pacar barunya, Pinky. Ya sudah, tinggal mereka bertiga. Pembayaran Wisuda aku sempatkan bersama Eko, mengantri di BNI hingga kami duduk di teras. Ketika nomor antri masih lama, Eko menancapkan modemnya ke netbooknya. Browsing lowongan pekerjaan. Entah guyon atau serius, tapi Eko menanyaakanku dengan tawa “ono lowongan dadi gigolo po ora yo Gan ihiihihie”. Dicarilah, ternyata ada, “kiro-kiro iki tenanan po ora yo”. “Nek gelem iku yo tenanan ko” jawabku, sepintas canda untuk mengalihkan kejenuhan dalam antrian siang itu.

Mungkin dulu pernah kuceritakan tentang Eko Nurrohmad, yang topengnya mengalami pelapukan hingga terlihat wajah aslinya. Aku tetap setia bersahabat dengannya dalam bentuk kamuflase apapun. Dalam fitrahnya ia sangat mencintai wanita dengan segala lekuk tubuhnya yang indah. Maka pikirannya pun sulit dibendung jika sudah dikaitkan tentng acara silaturahmi tubuh antara kelelekian dengan kewanitaan. Akupun tidak pernah pura-pura polos ketika membicarakan tentang itu. Hingga menjadi diskusi menarik, dan juga menambah kecintaan ku terhadap tubuh wanita. Sehari penuh aku bersama Eko si pemuda multidimensi ini. Mengurus administrasi wisuda bersama-sama ke BNI, BRI, Bank Jateng.

Esoknya Heraldi, kemudian Aris. Jarang ada yang menyangka kalau Aris akan lulus tepat waktu, teman-teman yang mengejeknya justru tertinggal di belakang. Ketika Aris kesulitan melengkapi SISkripsinya aku juga turut membantunya membobol akun milik Pak Jimmy, agar semua bisa dipercepat. Tibalah waktunya ketika aku menemaninya membayar sewa Toga di Bank Jateng Unnes. Vera, sahabatku sejurusan juga datang kesana dengan maksud yang sama. Dan akupun terkejut buset naudzubilah himindalik dibelakangnya diikuti sodaranya sendiri yaitu Sodikin. Orang sekampus tahu tentang mahasiswa BK yang satu ini, Sodikin. Ingin rasanya tiba-tiba aku menghilang “tuing!!” dari tempat itu.

 Aris, Vera dan Sodikin adalah sama-sama orang Rembang ketika bertemu mereka bersatu dalam canda. Aku berusaha diam tidak memandang mereka dan pura-pura bukan sebagai teman Aris. Namun hari naasku tidak bisa dihindari, tiba-tiba Aris mengatakan pada Sodikin “dik diki, koncoku ono sing pengin kenalan karo kowe ki” sambil aris mengacungkan jarinya ke arahku. Wasem asu buntung! Makiku dalam hati, ingin rasanya aku menjambak rambut Aris hingga kepalanya lepas, menunjuk aku dari Sodikin. Akhirnya datang juga tuh Sodikin sepaket dengan bahasa tubuhnya yang bencong dan menjulurkan tangan minta bersalam kenalan, “kenaliiin aku Dikii”. Untung jiwa malaikatku belum terbang meninggalkan jasadku sehingga aku masih mau membalasnya ramah “Ganda”. Orang bencong masih mending daripada Gay. Meski sama-sama suka sesama jenis tapi bencong tidaklah misterius dan masih bisa diajak becanda, beda dengan Gay yang misterius, bahkan ada yang psikopat, layaknya masih seperti lelaki tulen tetapi kenyataanya ia tidak nafsu dengan kaum hawa tapi ia merindukan kasih sayang dari sesama lelaki bahkan bila perlu ia bisa minta disodomi. Aku masih dalam posisi elegan bahkan sedikit takut sebenarnya tapi Sodikin malah merayunya sambil memegang-megang tanganku “waduh kowe grogi yha neng jejerku, waaah pipine dadi abang, duh jan”. Arsi dan Vera terkekeh menertawaiku. Sebelahku lagi sebenarnya ada wanita cantik, mereka juga sedang menertawaiku yang sedang dirayu Sodikin, aku pasti akan jadi bahan pembicaraan mereka di kos mereka nanti, dan itu akan terdengar dari telinga ke telinga untung saja mereka tidak mengenalku sehingga siklus dari telinga ke telinga itu otomatis akan terputus di jalan.

Tragedi Bank Jateng tadi membari pelajaran bagiku, jika bertemu bencong segeralah menjauh. Seandainya aku sahabatnya Hitler di Nazi Jerman maka aku akan setuju sekali dengan tindakan pasukan “SS” yang menangkap orang Gipsi, Yahudi, Cacat termasuk orang Homoseksual untuk dimasukan dalam kamp dikunci rapat dan dialiri gas beracun, matilah semua. Perjumpakan dengan sodikin bukan kali pertamaku berinteraksi dengan sosok Gay Oriented. Pertama dengan Om Rudy di Pasar Bandarjo Ungaran dan yang kedua adalah Sodikin atau Diki dan yang ketiga FBku kadang dicolek oleh orang laki-laki yang belum berteman dan jika ditelusuri diyakini dia juga pengidap Gay Oriented.

Apapun pertanyaanya, aku adalah lelaki normal, aku adalah lelaki yang tidak berlebihan, aku adalah lelaki yang masih punya kadar ketaatan dalam agama. Dan berkat teman-temanku, aku adalah laki-laki yang sangat mencintai lekuk tubuh wanita sebagai mahakarya indah dari sang Masterpiece al khaliq.


Padamara, 1 Agustus 2013 (memperingati 1 tahun ujian skripsiku)