Ekspedisi Sejarah Indonesia (Exsara)

Exsara merupakan organisasi terbesar di Jurusan Sejarah Unnes. Aku dirikan bersama teman-teman jurusan sejarah Unnes angkatan 2008. Mereka semakin maju

Catatan Hidupku

Aku sangat suka menulis. Termasuk membuat catatan hidupku. Biar nanti aku mati, tapi pikiranku seolah terus hidup sampai anak cucuku

Petualangan Hidup

Setiap hidup, pasti menyempatkan berkunjung ke tempat unik, berkenalan dengan orang baru. Semua itu akan mendidik kita jadi manusia besar

Sejarah Nasional dan Dunia

Basis pendidikanku Sejarah. Aku sangat menyukai kisah masa lalu. Ada yang kuanggap sebagai sastra ada yang kuanggap sebagai guru kehidupan

Pola Hidup Sehat

Sejak SMP aku sudah punya bakat pemerhati gizi. Aku sangat mencintai pola hidup sehat. Tanpa kita sehat, semua yang kita miliki tak ada gunannya

Thursday, June 19, 2014

MSI KOMISARIAT PURBALINGGA TERBENTUK

Kadinbudparpora Purbalingga memberikan sambutan

PURBALINGGA- Siang tadi, 19/6/2014 menjadi hari yang bersejarah bagi sekumpulan pegiat sejarah dari Purbalingga. Bersama dengan Bidang Budaya Dinbudparpora Kabupaten Purbalingga mereka bekerjasama mendirikan sebuah organisasi yang bernama Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) khususnya untuk komisariat Purbalingga.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinbudparpora Kabupaten Purbalingga, Sri Kuncoro mengungkapkan bahwa MSI Komisariat Purbalingga ini anggotanya terdiri mayoritas dari guru-guru mata pelajaran sejarah maupun IPS, guru SD dan beberapa pegiat sejarah. Arah terbentuknya organisasi ini adalah menciptakan masyarakat yang sadar sejarah, mencoba mengungkap kembali khususnya sejarah lokal yang ada di Purbalingga.

"Karena dengan MGMP saja tidak cukup, oleh karena itu dengan terbentuknya MSI komisariat Purbalingga ini diharapkan banyak mengungkap sejarah lokal tentunya untuk keperluan pendidikan bagi guru sejarah maupun juga memiliki kontribusi untuk para peneliti sejarah," ungkap Sri Kuncoro dalam sambutannya kemarin (19/6).

Acara disambung dengan pelantikan pengurus MSI komisariat Purbalingga, yang secara langsung dilakukan oleh Ketua MSI Jawa Tengah Prof Dr Singgih Tri Sulistiyono MHum dan Kepala Dinbudparpora Kabupaten Purbalingga Drs Akhmad Khotib MPd. Pengurus yang dilantik dengan ketua umum dari Guru sejarah SMA Negeri 1 Kejobong, Arifin SPd, selain itu juga ada dari guru sejarah dan beberapa Jurnalis surat kabar juga diharapkan bisa membantu berperan.

Singgih mengungkapkan bahwa selama ini belum ada atau masih jarang ada organisasi dari bidang ilmu lain yang seperti MSI. Umumnnya maksimal hanya pada dalam bentuk MGMP yang dibawah naungan Dinas Pendidikan. "Kita harapkan MSI ini suatu saat akan menjadi seperti IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Mereka menerapkan standar-standar tertentu bagaimana menjadi dokter seharusnya. Begitu juga dengan MSI yang suatu saat bisa saling menetapkan standar profesionalisme manjadi seorang guru Sejarah," terangnya.

Pihaknya juga berharap bahwa MSI bisa membawa muatan profesionalisme yang lebih memadai. Bisa menyentuh filosofi, tentunya untuk kepentingan nasional. Kata dia, potensi MSI adalah peluang besar untuk memperkaya pengalaman dan kinerja guru sejarah dan juga bisa membantu para peneliti sejarah. MSI diharapkan bisa bersinergi dengan pemerintah daerah baik kepada Dinas Pendidikan, Dinbudparpora agar bisa mendapatkan dukungan dalam menjalankan setiap program kerjannya nanti.

Selain dibentuk panitia kepengurusan juga dibumbui dengan Seminar Nasional yang bertajuk Revitalisasi Nasionalisme Indonesia dalam Rangka menghadapi Era Globalisasi dan Pasar Bebas dengan pembicara Ketua MSI Jawa Tengah, Prof Dr Singgih Tri Sulistiyono MHum. Kepala Dinbudparpora Kabupaten Purbalingga, Drs Akhmad Khotib MPd dalam sambutannya mengungkapkan bahwa nasionalisme dalam era kekinian sedang loyo. menurutnya bahwa sumber kebangkitan kembali nasionalisme yaitu terletak dari pendidikannya.

"Yang saya khawatirkan Indonesia yang besar, terkenal memiliki budaya yang besar ini namanya ada tapi jiwanya sudah tidak Indonesia lagi. Untuk membangkitkan nasionalisme ini subernya yaitu dari pendidikan kita. Selama ini mata pelajaran sejarah yang ada itu terkesan tidak nyambung antara tujuan dengan materinya, dan di kurikulum 2013 ini akan menjadi tantangan sendiri bagi para guru sejarah," terangnya. (gan)

Wednesday, June 18, 2014

Pergowokan: Kekayaan Budaya Banyumas yang Hilang

Satu kekayaan kebudayaan dari leluhurku ini hampir hilang. Pergowokan namanya. Pertama aku dengar dan baca istilah itu dari novel Ronggeng Dukuh Paruk, karya novelis kebanggan orang Banyumas, Ahmad Tohari.

Makna Pergowokan kurang lebih memang sangat mengesankan. Disitu diceritakan Srintil dipinjam oleh salah seorang juragan boled. Disitu ia disuguhkan kepada putra juragan tadi untuk 'latihan'.

Namun sayang anak itu tak mengerti makna kehadiran Srintil. Sebagai anak lelaki yang belum belum begitu dewasa, ia masih begitu polos. Belum mengerti apa dan bagaimana itu bercinta.

Disinilah peran Srintil sebagai gowok hadir. Srintil mengajari anak laki-laki tadi tentang bagaimana mengapresiasi rasa cinta kepada wanita. Hingga pada titik tertingginya yaitu berhubungan intim. Srintilah sebagai gowok ia harus menjadi media latihan anak itu dalam berhubungan intim.

Sejatinya Srintil sebagai Ronggeng dan tercitra sebagai wanita yang tercantik kala itu. Tapi ia tidak lagi jadi wanita yang anggun nan suci melainkan separuh sundal, yang bisa 'dipakai' lelaki dengan harga tertentu. Karena kecantikannya maka hanya skala juragan saja yang mampu. Dan kali ini diperankan sebagai gowok.

Pergowokan adalah soal gengsi dari juragan itu untuk putranya. Beharap nanti ketika sudah masanya menikah anak itu sudah tidak canggung lagi dan sudah mahir di ranjang. Karena pengalaman dan pelajaran yang diberikan gowok tadi. Benar-benar menjadi lelaki yang beruntung ketika sang orang tua bisa menunjukan gengsinya mengundang gowok untuknya.

Tapi lantas pandanganku banyak berubah tentang pergowokan ini setelah aku ngobrol dengan pak Kasirun selaku kepala seksi seni budaya di Dinporabudpar Banyumas sabtu (14/6) kemarin. Dia membubarkan bayangan indah cita penuh seni tentang pergowokan tadi. Intinya ia menyangkal pergowokan ini rupanya sama dengan apa yang diinterpretasi Ahmad Tohari.

"Aslinya tidak seperti yang diceritakan itu. Malah nuwun sewunya itu mengesankan citra negatif menurunkan norma kesopanan budaya leluhur kita," katanya.

Lalu ia ceritakan tentang bagaimana pergowokan yang sebenarnya. Pergowokan itu layaknya sebuah terapi untuk calon pengantin baru pihak laki-laki.

"Jadi bukan wanita cantik seperti Srintil yang didatangkan, akan tetapi biasanya adalah orang sepuh yang ahli meracik herbal," lanjutnya.

Mengapa sepuh? Ini berarti memang belum ada generasi penerus yang ahli meracik herbal itu. Yaitu herbal untuk kagagahan dan kejantanan vitalitas pria.

Sayangnya pak Kasirun tak menjalaskan, apakah ini hanya berupa ramuan saja atau mungkin juga ada semacam pijatan. Tapi aku yakin ini adalah keahlian yang langka, dan tidak banyak orang bisa. Pak Kasirun akhirnya bisa lanjutkan cerita.

"Jadi jelang menikah lelaki itu dibawa ke rumah yang persis menghadap ke laut. Dia tinggal disitu hanya bersama ahli ramuan tadi. Konon juga angin laut ini jadi salah satu elemen untuk menambah vitalitas pria itu juga. Mereka disitu dalam jangka waktu beberapa hari saja,"  ungkapnya.

Tapi sayang ia sudah tidak bisa bicara lebih detail lagi tentang pergowokan tadi. Seperti racikannya itu apa saja, cara konsumsinya bagaimana. Tak dipungkiri ini adalah kekayaan budaya yang hilang. Seandainya ada yang bisa bangkitkan kembali maka pria Banyumas termasuk aku akan terkenal kejantanannya, oleh wanita-wanita dari berbagai penjuru.

Tapi siapakah lagi yang mewarisi?? Aku ingin ada orang yang angkat bicara soal ini. Pak Kasirun berbisik bahwa masih ada orang yang sedang mendalami istilah pergowokan ini. Tapi sayang aku tak hafal namanya. Sedikit clue yang kuingat bahwa dia adalah salah satu pemilik dari tempat wisata pemandian Tirta Husada Kalibacin, Rawalo, Banyumas. . .

By: Ganda Kurniawan, Jurnalis JPNN