Ekspedisi Sejarah Indonesia (Exsara)

Exsara merupakan organisasi terbesar di Jurusan Sejarah Unnes. Aku dirikan bersama teman-teman jurusan sejarah Unnes angkatan 2008. Mereka semakin maju

Catatan Hidupku

Aku sangat suka menulis. Termasuk membuat catatan hidupku. Biar nanti aku mati, tapi pikiranku seolah terus hidup sampai anak cucuku

Petualangan Hidup

Setiap hidup, pasti menyempatkan berkunjung ke tempat unik, berkenalan dengan orang baru. Semua itu akan mendidik kita jadi manusia besar

Sejarah Nasional dan Dunia

Basis pendidikanku Sejarah. Aku sangat menyukai kisah masa lalu. Ada yang kuanggap sebagai sastra ada yang kuanggap sebagai guru kehidupan

Pola Hidup Sehat

Sejak SMP aku sudah punya bakat pemerhati gizi. Aku sangat mencintai pola hidup sehat. Tanpa kita sehat, semua yang kita miliki tak ada gunannya

Thursday, September 26, 2013

Dari Setanjung ke Kalimasada [Part 24]


“gand ‘tr kita berngktnya bareng2 ma aris, Q Kmaren dh janjian ma dia!. Dia dh tw tempate ‘lh gmn km mw g boncengan sm q pke motorku?; ------ Vera pke nmer tmen”. Sms itu kubuka sambil menguap menggeliat terbangun dari tidur siang. “Oke ve gampang”, balasku sekenanya.


Aku duduk di lantai kamar gelap itu sambil bengong mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya menyatu, sebagian sudah terpasang di kepala, sebagian lain masih berada di dalam bantal. Tak terasa, besok adalah ritual pertama Wisuda. Masih tak percaya, aku mengambil kemeja putih yang tergantung di belakang pintu kamar kemudian menciumi bagaian ketiaknya. “Hmmm Rasanya aku masih mencium aroma keringat ketiakku buah kecapekan mengikuti PPA FIS kemarin. Pasti Sms itu hanya dalam mimpi tadi. Kan aku masih kuliah”. Lalu aku menuju kardus yang berisi tumpukan berkas-berkas dan catatan masa lalu, kutemukan sebuah name tag PPA FIS ku. Kuambil dan amati, ternyata tinta bolpen tulisan identitasnya sudah memudar yang tadinya hitam pekat kini menjadi kemerahan, dan fotonya pun sudah tersamar seperti bukan wajahku lagi, background pink tembok Dian Ratna kini di foto pudar menjadi warna orange. Kemudian aku tersadar bahwa, name tag ini ternyata sudah kusimpan semenjak empat tahun yang lalu. Setelah aku cek lagi HP ku, ternyata SMS itu memang benar adanya dan tertera masuk tanggal  13/10/12 pukul 2:49pm. Lalu bau keringat di bagian ketiak kemeja putihku tadi setelah ku ingat bahwa itu adalah sisa aroma keringat tegangku saat menjalani sidang skripsi dua bulan lalu, dan belum tercuci.


Sekarang aku harus benar-benar tersadar, bahwa besok adalah saatnya wisuda jurusan, pesta jurusan. Ingin rasanya aku menangis tersedu-sedu sambil berpelukan dengan sang waktu. Aku justru merasakan sedih yang tidak terperi: mengapa waktu terasa begitu cepatnyaaa??!. Rasa tangis dan sedih ini persis seperti tangis Bung Karno dan Bung Hatta kala berpelukan bersama untuk yang terakhir kalinya di masa tuanya. Bahwa dulu mereka sempat berjuang bersama, bahkan bermusuhan, namun seketika itu masa lalu seperti tak berguna lagi ketika tersadar bahwa ada awal memang selalu ada akhir.

*****


Sudah banyak yang berkumpul di lorong C7, rencana akan berangkat bersama ke tempat Wisuda di rumah makan Nglaras Rasa di Jl.Thamrin. Aksi saling tunggu ini sangat membosankan, sebagaian ada yang berangkat mendahului. Aku berangkat di rombongan kloter 2 memboncengi Vera pakai Supra Fit butut miliknya. Selama empat tahun masih bisa dihitung berapa kali aku berkendara motor di kawasan Kota Semarang. Aku tak hafal nama jalan yang begitu rumit itu, tak tahu mana jalan yang sekiranya bisa mem-bypass langsung menuju tujuan. Di Semarang aku hanya hafal jalan-jalan besar untuk menuju ke tempat-tempat penting seperti jalan menuju arteri Kendal, ke Demak, Ungaran, Tugu Muda, Simpang Lima, Kota Lama, Johar, Jatingaleh, Undip, Cheng-Ho, Pantai Tirang, Gramedia, Stadion Diponegoro, dan Lokalisasi Sunan Kuning, sudah itu selebihnya aku kurang tahu. Kedangkalan informasi tentang jalan ini otomatis membuatku agak canggung ketika mengendarai motor, bahkan seperti orang yang beru belajar mengendarai motor, apalagi tujuan kali ini adalah Jl. Thamrin, dimana itu???. Di Sampangan aku kehilangan jejak teman-teman yang telah cepat mendahului, ikatan rombongan kami terputus oleh Traffic Light.


Ah pasrah saja. Selama mulut masih bisa berbicara, kita bisa tanya-tanya ke orang. Beruntung motor Vera yang ku pakai ini berplat K, Kab Rembang, jadi kita tidak malu tuk bertanya. Yang ditanyai akan memaklumi ketidak tahuan ini karena kami bukan orang Semarang. Coba seandainya motor yang kupakai berplat H, Semarang pasti kami akan diketawai sampai terpingkal-pingkal oleh mereka yang ditanyai. Di sekitar pertigaan RS. Dr. Karjadi kami bertanya ke seorang tukang sapu “Nuwun sewu pak, menawi badhe teng Jl. Thamrin, niku kados pundhi?”. “Oh, jalan Thamrin mangke Tugu Muda belok kanan terus kiri”. Akhirnya kami lanjutkan di trafic light  Tugu Muda aku tersadar lupa menanyakan sesuatu kepada bapak-bapak tadi, kalau yang dimaksud belok kanan itu maksudnya ke Jl.Pandanaran ke Jl.Pemuda atau ke Jl.Diponegoro, Tugu Muda banyak sekali persimpangan ada banyak jalan yang menuju belok ke kanan. Diantara tiga itu pilih yang mana?? Tanpa pikir panjang aku akhirnya memilih jalan yang ditengah, yaitu Jl.Pemuda, nah lurus terus habis itu ke kiri. Begitu hendak belok ke kiri tiba-tiba kami kaget karena disitu tertulis Jl.Tanjung akhirnya kami ambil lurus saja tetap di Jl.Pemuda kemudian berhenti di depan BRI menanyakan kepada Sopir Taksi. Ternyata pertigaan tadi kita tinggal belok ke kanan. Wah berarti yang dimaksud belok kanan sama bapak tukang sapu tadi adalah Jl.Pandanaran yang tentu lebih dekat menuju Jl.Thamrin, ketimbang berputar lewat Jl.Pemuda tadi. Ah akhirnya kami tiba di Nglaras Rasa.


Kami langsung diantar ke lantai dua. Sebagian teman sudah menunggu, tapi beruntung kami bukan yang terakhir, masih ada lagi di belakang kami.


Jarang sekali aku masuk ke restoran megah seperti ini. Sesekali mungkin hanya ketika KKL. Terbiasa hanya makan di warteg bu Dewi, warung makan bu Kiss (Setanjung), bu Yayuk (Cempakasari Timur), kucingan depan MI, kucingan Meong Jay belakang MIPA, kucingan depan MUA, kucingan tikungan Kalimasada, Pecel Kalimasada, atau warung makan mba Kiss yang ‘manis’ samping kontrakan Ar[t]my. Semuanya tak berbintang. Tapi kali ini berbeda. Pihak jurusan nyatanya telah membuat skenario Happy Ending untuk kami semua, untuk makan-makan di restoran berkelas Bintang Lima. Subhanallah.

Rumah Makan Nglaras Rasa
Rumah Makan Nglaras Rasa


Sebenarnya ruangannya tidak terlalu luas. Sepertinya arsiteknya sangat memahami ilmu Feng-Shui, dimana dinding interiornya hampir semuanya berlapis cermin. Dalam filsafat Feng-Shui, cermin yang ditempatkan di ruang makan itu akan menghasilkan energi Chi yang sangat baik, itu akan menandakan pengharapan besar akan keberlipatan hoki. Selain itu cermin akan memberikan efek ruangan yang terasa luas. Energi Chi ruangan itu rasanya telah terkonfigurasi dengan baik oleh tata fengshui yang tepat, lalu energi itu masuk melalui indera dan masuk ke otak orang-orang disitu, kemudian menekan hormon kortisol. Pantas saja, efek ruangan ini terasa membawa efek ceria dan sepertinya tidak ada orang yang merasa stres disini apalagi sedih, semuanya bergembira. Makanan daging-daging lezat sepuasnya, cocktail, dessert, coffee, tea, organ, biduan, Waw.
****


Yang menarik adalah acara setelah makan. Dosen-dosen turut mengucapkan selamat kepada teman-teman wisudawan yang telah berpasang-pasangan buah cinlok, antara lain kepada: Angga dan Uly, Agung dan Ida, Deni dan Kholis, Lissa dan mas Adhimas, dan tentu yang telah bersuami istri ada mas Khikam dan mba Evi.


Mungkin ini adalah hari yang begitu berkesan bagi mereka. Seperti buah pisang, dari bunga yang sama dan saling terpisah. Setelah berbuah menjadi pisang, dalam satu tundun beberapa diantaranya ada yang tumbuh berdempetan. Itulah mereka. Bukan produk langka, bukan pula produk spesial. Kebanyakan orang hanya menilai di awal dan di akhirnya saja, tanpa ingin melihat prosesnya. Padahal setiap mahasiswa memiliki mahzab dalam pencarian cintanya masing-masing. Ada mahzab yang hanya memprioritaskan pasanganya berasal dari tanah kelahirannya, aku menyebutnya native oriented. Ada juga mahzab intuitive oriented, mereka benar-benar mengutamakan perjuangan atas rasa sukanya yang muncul tiba-tiba, tidak memandang apapun, entah sebelumnya sudah dikenal atau belum. Dan yang terakhir adalah mahzab witing tresno jalaran soko kulino, inilah mahzab yang dipakai oleh teman-teman diatas.


Lalu aku.
 Yang membedakan aku yang sekarang dengan ketika awal datang adalah jumlah pori-pori pipi dan janggut yang ditumbuhi rambut, sudah itu saja?. Pacar? Tidak. Tak pernah aku memacari sesama teman Sejarah.


Semenjak tinggal di Setanjung hampir-hampir aku menyumpahi kalau kamarku jangan sampai dimasuki kaum hawa. Titik. Tidak sekompleks masalah larangan agama. Tapi sederhana, aku hanya tidak ingin kamar berantakanku dilihat apalagi disinggahi oleh mereka. Alasan lain, aku tidak ingin mereka melihatku yang sedang dalam keadaan mengantuk, mata merah, dan rambut acak-acakan baru bangun dari tidur siang. Ketiga, aku tidak ingin mereka melihat kebiasaanku bertelanjang dada setiap siang di kos yang panas seperti di pantai Karibia.



Cukup, sumpah itu buyar ketika kawan sekamarku Noval baru memiliki pacar. Tiap pagi datang membangunkannya, tiap pagi mereka sarapan bareng sepiring berdua di kamar. Siang makan bareng lagi. Malam baru sepi. Bukan iri aku melihat mereka berdua. Tapi harga diri terinjak-injak karena akhirnya ada kaum hawa yang menyaksikan kesemrawutan aku dan kamarku. Tapi untungnya mereka hanya bertahan beberapa bulan saja.


Sepertinya menjelang akhir kuliah, ada yang tertarik denganku. Sebut saja iX. Tanpa pendekatan, tanpa proses matang tiba tiba ia ingin ke kosku. “Sebentar, sebentar, yang benar saja ada cewek yang berani coba-coba ingin ke kamarku. Tak semudah itu kembali menghancurkan rekor No Female at My Room yang sudah kusumpahi semenjak aku menduduki Setanjung. Harus ada alasan yang kuat. Untuk urusan pinjam meminjam barang saja aku biasanya hanya memperkenankan mereka hanya menunggu di pintu gerbang. Untuk urusan belajar bareng aku juga lebih sering meminta bertandang. Urusan apa yang dia inginkan di kamarku. Aku menaruh curiga jangan-jangan dia adalah spionase yang ingin mensurvei, memata-matai kerapian kamarku, setelah ia dapatkan informasi tentang kamarku, lalu ia mengabarkan kepada teman-teman cewek yang lain kalau kamarku semrawut, kemudian aku akan menjadi bahan tertawaan di kampus. Wah jangan sampai, jangan sampai, dan aku akan mempersulitnya”.


Setelah ngobrol aku mendapatkan penjelasan. Kalau ia ingin diajari aku tentang cara menghitung validitas, reliabilitas, normalitas, linearitas, korelasi dan regresi. Iya, ini soal skripsi. Skripsi kami punya metode yang sama. Ia memiliki feeling yang tepat kalau aku memang memiliki kemampuan alamiah menaklukan rumus itas-itas seperti diatas. Ia mungkin pernah mendengar sendiri statemenku kalau aku tidak akan pernah memasrahkan skripsiku ke “tukang”, seperti teman-teman yang lain, dan aku ingin 100% murni garapan sendiri. Rasanya iX juga ingin ketularan.


Untuk menghindari kesan “memanfaatkanku” maka ia yang ingin ke kosku. Atau istilahnya “butuh ya mérêk”. Sore ia mengabari, dan malamnya ingin ke kosku. Arghh, gimana yah. Kalau dipikir-pikir si, dia memang cantik. Tercantik nomor dua malah, dari teman teman wanita seangkatanku. Itulah yang manjadi daya dorong. Teman-teman yang lain pasti akan sangat iri aku mendapatkan kesempatan seperti ini. Oke lah kalo begitu, aku terima tawarannya.


Secepat kilat dan seefektif mungkin aku membersihkan dan merapikan kamarku. Bak anak-anak PKM FIS yang akan kedatangan Rektor. Barang-barang kecil kumasukan semua ke dalam wadah. Semua perabot ku lap semua, termasuk cermin lemari, dispenser dang mejikom. Peralatan makan ku masukan semua ke lemari kecil. Sepatu ku taruh di luar agar tidak tercium bau apek kaos kaki. Pakaian kotor ku rendam sekalian di kamar mandi. Buku-buku bagus sengaja ku pajang di ruangan, sisanya ku masukan dalam lemari, kamudian beberapa majalah ku taruh sembarang, siapa tahu dia nanti bosan dan ingin santai melihat majalah. Juga ku siapkan meja belajar lipat untuk menyangga laptop miliknya nanti. Ah ini baru cerminan kamar kos yang pemiliknya elegan, dinamis, klimis dan kalis.


Datang juga malam itu, aku sambut dia dari belakang gerbang. Aduh, kami ketahuan Deni dan Kholis yang sedang berpacaran di kamar depan. Mereka seketika melongo melihat kami berdua dan tak banyak tanya. Langsung menuju kamarku. Ada rasa heran dan merasa bersalah, Kok mau-maunya dia ke kamarku, padahal dia bukan pacarku. Kok mau-maunya ia bertandang ke sarang kumbang, apa dia tidak takut kalau nanti, “disengat”?.


Les privatpun dimulai, aku ajari dia dasar-dasarnya dulu. Belum sampai pada pengolahan data menggunakan SPSS. Sebatas memasukan hasil penelitian ke dalam form MS Excel dan trik menghitung Validitas menggunakan formula ‘=PEARSON(RANGE-X;RANGE-Y)’. Kebanyakan langsung praktek. Aku memandunya dari belakang. Tut wuri handayani. Malam itu untung Noval tidak pulang ke kos. Suasana kosjuga sepi, tak seperti biasa yang selalu gaduh musik dan setiap koridor dipenuhi teman-teman kos yang sedang nongkrong kepanasan bertelanjang dada hingga malam hari. Yang terdengar hanya sebuah musik dari kamarku, dari laptopnya iX. Belajar sambil diiringi lagu-lagunya Agnes Monica. Dan pintu kamar ku biarkan terbuka lebar, agar setan tidak terlalu nyaman berada di dalam.


Dan lagi.
Berselang sehari iX memintaku kembali giliran bertandang ke kosnya. Kosnya tak seperti kosku, disana ada ruang tamunya dan kami tak perlu repot ngumpet di kamar. iX tahu sendiri kalau aku adalah infanteri alias pejalan kaki, makanya dia jemput aku siang itu di kosku. Seumur hidup baru sekali ini aku dijemput oleh seorang gadis. Aku menghampirinya didepan, datang dengan motor kerennya. Benar dia terlihat begitu cantik. Pantas saja teman-teman pria seangkatan paling sering berbisik kalau iX memiliki paras yang mirip sekali dengan Revalina S Temat. Di kampus ia terbiasa berpenampilan layaknya perempuan, kali ini iX berpenampilan layaknya seorang Cewek. Berkaca-kaca ia merapikan rambut lewat spion, dan setiap kibasan geraknya tercium aroma parfum yg girlly.


Ada rasa sesal ketika keluar menghampirinya, karena aku hanya mengenakan pakaianlobroganLobrogan dalam bahasaku adalah pakaian yang super nonformal yang terbiasa dipakai untuk dolan, ngebolang, atau mancing di pinggir sungai, biasanya pakaian berupa T-shirt yang sudah agak luntur warnanya karena dilekang waktu. Mengapa aku tak mengimbanginya saja, mengenakan pakaian yg casual tapi keren??. Ah wis kelanjur, masa balik kamar maning, wis mayuh gari mangkat bae. Aku menjadi joki hingga ke kosnya.


Alih-alih aku tadi yang ingin mengimbanginya dengan berpenampilan bagus. Tapi ketika di kos iX malah mengimbangiku berganti pakaian lobrogan. Aku menunggunya di ruang tamu. Begitu dia muncul kemudian duduk bersebelahan denganku. Jantungku deg deg ser karena ada pemandangan yang tak terbiasa ku sanding. Kalau lihat mungkin sering, kalau kusanding mungkin baru sekali ini, bahkan mantan-mantaku sekalipun tidak pernah seperti ini disampingku. iX mengenakan Hot Pants, dan beberapa teman kosnya yang bersliweran juga mengenakan komponen yang sama. Inilah serba serbi di Semarang, ketika datang ke markas Kumbang kita bisa melihat para lelaki yang selalu bertelanjang dada, namun ketika datang ke taman bunga kita bisa melihat para cewek yang bertelanjang paha. Inikah seni lobrogan dari anak-anak kos cewek??.

Kami duduk bersebelahan dengan kepala saling mendekat, menatap satu tujuan, “Layar Laptop”. Pelajaranpun dimulai setelah aku berhasil menggenggam menenangkan jantungku yang tadi berdetak begitu cepat. Pertama aku mengajarinya tentang trik-trik manipulasi data agar antar variabel berkorelasi positif. Sebenarnya inilah trik yang banyak dicari oleh maniac skripsi agar tidak terlalu sering bolak-balik melakukan uji Validitas atau penelitian ulang. Secara ilmiah aku akui ini adalah trik curang, bahkan hasil penelitian bisa rusak mutlak. Tapi secara peraturan kelulusan trik ini jelaslah dihalalkan karena tidak menggangu metode. Ini adalah trik yang dipakai oleh segala jenis “tukang” jasa olah data skripsi. Pelajaran moralnya, jangan sekali-kali mempercayai hasil penelitian skripsi kuantitatif. Semuanya adalah bull shit. Tapi bolehlah meniru metodenya. Bahkan menurutku metode skripsi kuantitatif jauh lebih sistematis dan terarah ketimbang skripsi kualitatif.

Trik kedua, aku menyarankan iX agar menghitung reliabilitas menggunakan rumus Spearman-Brown saja atau lebih dikenal dengan R11. Ini adalah rumus super mudah, dan hasilnyapun sama ketimbang harus menggunakan rumus Alpha Cronbach yang sok sokan main rumit. Sebenarnya banyak hal yang mudah dalam skripsi, tapi kadang mahasiswa suka mempersulit diri, yang tidak lain gunanya adalah membuat tipu daya kerumitan agar yang membaca (terutama dosen penguji) akan bingung sendiri dan mengakui kehebatan mahasiswa yang bisa menaklukan kerumitan itu. Padahal mahasiswanya juga bingung, dan 90% mereka penganut kuantitatif akan menyerahkan ke “tukang” olah data dengan rela membayar Rp.100.000,- per olahan atau Rp.350.000,- jika satu Bab.

Selanjutnya aku menginstalkan software SPSS v.17 ke laptopnya iX. Ilmu memanfaatkn SPSS (Statistic Program for Social Science) tergolong masih langka, kalau diamati, hanya segelintinr “tukang” saja yang baru mengadopsi. Padahal manfaatnya besar, SPSS bisa menghemat berlembar-lembar halaman skripsi. Berapa banyak uang yang bisa disisihkan? Berapa banyak kontribusi kita mengurangi penebangan kayu guna pembuatan kertas?.Beruntung aku sedikit menguasai ilmu ini, berkat nafsu keingin tahuan sebelumnya. Hanya saja kita harus pandai-pandai menterjemahkan tabel outputnya yang cukup rumit, banyak istilah-istilah bahasa alien, matriks, atau bahkan perlu mempelajari ilmu Kriptologi seperti yang dipelajari oleh detektif. Beruntung lagi aku juga cukup memahaminya. Aku mengajari iX mulai dari memperkenalkan operasi tentang normalitas hingga koefisien determinasi. Kita juga harus mengenal istilah-istilah dari bahasa sebangsa alien disini seperti: Kolmogrov-Smirnov, ANOVA, signifikansi, batas probabilitas, Guilford Empirical Rulesi, Uji-t, Uji-F, dan R square. Tapi kuakui kehebatan SPSS yang bisa menghitung seperseratus kali lebih cepat ketimbang kalkulator. Ini adalah tanda-tanda kehancuran ilmu matematika di masa depan.

Terkait iX paham atau tidak tentang yang ku ajarkan, aku tak tahu. Tapi yang jelas aku telah membantunya bagaimana cara memecahkan masalah dan bagaimana trik-trik menjawab pertanyaan soal rumus. Tinggal saatnya aku merebahkan badan ke sandaran kursi. Ahhhh. . . . . . . .


Begitu bahu sudah tersandar sempurna di kursi. Sekonyong-konyong aku seperti orang yang tersambar petir, JEDERRRR!!!. Setengah kejang-kejang. Kaget setengah mati, tapi bercampur rasa yang aneh. Seperti sehabis tersenggol ulat bulu hijau? Ah bukan, itu si menyakitkan. Seperti sehabis meremas kotoran kerbau? Yah hampir mirip, sama-sama hangat, lainnya tidak sama. Seperti adonan kue bakpao? Nah iya mirip sama lembutnya. Lembut sama hangat? Apa itu?. Apakah itu hewan? Bukan. Tumbuhan? Bukan. Manusia? Ya bisa jadi. Rambutnya? Bukan. Kulit? Ya bisa jadi. PAHA??!! Betul!!!.


Ya ampun aku tak sengaja menyentuh paha mulusnya iX, berbarengan ketika sedang menyandarkan badan. Padahal aku sudah melupakan tentang paha, dari awal tak ada niat 15% pun, maaf yang benar tak ada niat 0,015% pun aku memiliki niat itu. Seolah itu telah menjadi magnet bagi tanganku. Akhirnya tersentuh juga. Asal tahu saja terkadang ada organ lelaki yang bisa reflek bergerak sendiri tanpa kendali dari otak. Maka ketika ada kasus pemerkosaan, jangan sepenuhnya menyalahkan pihak laki-laki. Ingin rasanya aku membangun organisasi Forum Komunikasi Kaum Pria yang memprotes dan meminta pengadilan ulang terhadap para terdakwa pria pemerkosa, agar diusut kembali, apakah ini betul pria itu sedang kesetanan atau malah wanitanya yang memancing-mancing. Biar bagaimanapun otomatisasi lelaki itu adalah karunia Allah. Ini tak banyak diketahui wanita. Makanya Islam menasehati bahwa sebaik-baiknya lelaki adalah dia yang bisa menjaga pandangannya dan sebaik-baik perempuan adalah dia yang bisa menjaga auratnya. Padahal situasi ini di kedua belah pihak sudah bocor, pandanganku sudah bocor dan auratnya dia juga sudah bocor. Tapi beruntung, kasusnya hanya secuil ini. Sebobrok-bobroknya cerita ini, tapi masih ada pesan moralnya.

Persis sehabis menyentuh paha dan ketika hati masih trataban, ingin rasanya aku menghentikan waktu sejagat raya ini agar ia memberiku kesempatan memprediksi tentang apa yang akan terjadi di detik dan menit selanjutnya pasca penyentuhan itu. Sebuah percakapan tiba-tiba terbit di kepalaku, Apakah nanti begini?

“Upps maafff”
“Apa yang barusan kamu lakukan, Gan! Berani-beraninya elus pahaku!  Bejat nian tingkahmu, Gan! Sekarang rasakanlah ini: Ciaaaaat! Dizeg! Dizeg! Buk! Buk!Buk!Plak!”
“Iya, iX ampun!, ampun! Maaf tadi aku tak sengaja! Ampun! Ampun!, baik aku akan pulang iX! Ampun! Aku gak akan ulangi lagiiiiiii!”
“Awas!”

Betul aku benar-benar rela digebugi seperti itu, tak mengapa. Jasaku mengajarinya tentang statistik tadi tentu tak sebanding dengan dosaku menyentuh pahanya.
Atau mungkin sebaiknya begini:

“ih, hehe ngapain sih kamu, Gan!,wh ooo”
“ups, bener-bener sori banget iX, aku gak sengaja. Betul-betul gak sengaja” (sambil pasang tampang memelas)
“gak, papa, yuk kita lajutin aja skripsinya”
“Hmmm ;)”

Itu kemungkinaan yang bisa membuatku tenang.  Atau lebih membuatku tenang jika percakapannya begini:

“Ihh, hehe Gan! Nakal juga kamu yha!” (memarahi tapi sambil tersenyum)
“ups, bener-bener sori banget iX, aku gak sengaja. Betul-betul gak sengaja” (sambil pasang tampang memelas)
“Halah jangan munafiiik, sebenarnya kamu suka khan????”
“Hehe (senyum-senyum malu tapi mau)”
“Senyam-senyum huhhh, sebenarnya kamu pengin sentuh lebih lama lagi kan???”
“Hehe (senyum-senyum malu tapi mau, lagi)”
“ Yaudah, mending kita pindah ke kamar ajah yuk Gan, yang lebih sepi”
“Aseeek   :D”
Itu sih bukan hanya membuatku tenang, tapi membuatku terbang.


Diantara tiga kemungkian itu mana yang akan aku hadapi, sekiranya telah membuatku siap. Jika dia menggebugi aku, itu tak masalah. Atau jika dia menghargai jasaku mengajari dia ilmu statistik itu, mungkin terasa impas baginya kalau aku memang layak mendapatkan sentuhan itu. Ataukah mungkin terjadi suatu distorsi yang seharusnya secara wajar ia akan marah kepadaku, tapi fakta akan berputar sebaliknya malah semakin memanjakan aku.


Tapi probabilitas yang terakhir itu sebaiknya dilupakan saja, lagipula aku memang bukan pacarnya. Dia sudah memiliki pacar dan aku dengar itupun iX sengaja diam-diam menyelundupkan aku ke kosnya. Inilah intrik dari penganut LDR. Kalau dibilang iX sengaja memanfaatkanku tuk datang kesini, rasanya itu kurang tepat, karena aku tidak diperbudak olehnya untuk mengerjakan skripsinya. Aku hanya mengajarinya untuk memecahkan masalah. Sepenuhnya skripsi digarap sendiri olehnya. Apapun konsekuensinya sekarang aku harus berani kembali menekan tombol “Play”, setelah beberapa menit tadi aku mem- “Pause”.


Selamat datang di dunia nyata.
Detik-detik kembali berjalan seperti sediakala, aku menunggu reaksi.
Aku masih menunggu reaksi.
Kemudian detik-detik itupun berlalu.
Dia masih konsen dengan laptopnya, mempraktekkan apa yang kuajarkan.
 Aku mulai lega, ternyata tidak ada reaksi apapun darinya. Tiga hipotesis diatas akhirnya gugur juga. Realitas justru membuat hipotesis sendiri, atau hipotesis ke-4. Kali ini kita dapat mempercayai ucapan-ucapan para motovator yang berdalil “Seringkali apa yang kita takutkan padahal belum tentu terjadi dan ketakutan adalah dinding penghalang terbesar menuju kemajuan”.


Padahal sebelumnya aku sudah clingusan waktu itu, seperti seorang pemain yang menjatuhkan lawan di kotak penalti. Merasa bersalah, wajah memerah malu, tapi juga merasa beruntung. Kemudian muncul tiga kemungkinan, apakah wasit memberiku kartu kuning dan mendapat hukuman tendangan penalti? Apakah wasit justru berpihak kepadaku, memberi kartu kuning kepada lawan karena ia melakukan diving. Dan kemungkinan ketigalah yang benar, wasit tidak bereaksi apapun terhadap jatuhnya pemain lawan dan membiarkan bola menggelinding  tanpa peluit peringatan.


Beruntung pahanya tak sesensitif teknologi touch screen. Atau mungkin juga pahanya telah mati rasa dan diproteksi Gorilla Glass yang anti gores macam Motorola Defi. Aku tak tahu, apa yang sebenarnya ada di pikirannya. Bisa juga dia sengaja pura-pura diam, kalau hal itu sudah tidak asing baginya, atau mungkin diam karena menganggap aku pantas mendapatkan itu. Hanya dia dan Allah yang tahu.


Acara les privat sukarela ini akhirnya berakhir tepat maghrib. Aku meminta pulang, kembalikan aku ke Setanjung. Tapi di penyetan malam dekat toko Dinasti kami berhenti, iX membalas jasaku dengan sebungkus nasi dan telur dadar bakar, aku kembali membalas dengan senyum. Dan misi hari itupun berakhir.

Sekarang aku mengembalikan jasad dan pikiranku ke acara pesta wisuda jurusan. Kini iX telah lulus bahkan sidangnya mendahului sidangku. Dan di pesta wisuda ini dia sedang ikut memegang microphone, berani tampil di depan menyanyi bersama teman-teman dan diiringi organ tunggal. Aku benar-benar bisa melihatnya bahagia, bisa lulus bersama, bisa berpesta bersama. Aku melihat senyum merekah indahnya  dari kejauhan dalam acara penuh keceriaan ini. Tak disangka, bahwa aku  turut menjadi arsitek  akan terbitnya senyum indah itu. Berkat Les paha, eh maaf salah, Les privat statistik.

Ini adalah cerita realita yang hampir saja aku sensor di catatan “Dari Setanjung ke Kalimasada”. Tapi kali ini entah kenapa ingin mempublikasikannya. Rasanya ada yang ganjil jika aku melewatkanya. Cerita ini bagaikan missing piece dalam bingkai kisah hidupku. Dan aku pasang kembali menjadi lukisan fresco yang utuh.

Dalam lamunan itu, entah kenapa aku tiba-tiba teringat Harry, temanku. Harry tidak ada hubungannya sama sekali dengan iX. Tapi aku memang sedang ingin mengenang Harry, kini ia tengah pergi ke Landak Kalimantan Barat,
apa kabarnya kau disana Harry??

Harry, masa-masa KKN di Brebes
Harry, masa-masa KKN di Brebes



Padamara, 26 september 2013