Ekspedisi Sejarah Indonesia (Exsara)

Exsara merupakan organisasi terbesar di Jurusan Sejarah Unnes. Aku dirikan bersama teman-teman jurusan sejarah Unnes angkatan 2008. Mereka semakin maju

Catatan Hidupku

Aku sangat suka menulis. Termasuk membuat catatan hidupku. Biar nanti aku mati, tapi pikiranku seolah terus hidup sampai anak cucuku

Petualangan Hidup

Setiap hidup, pasti menyempatkan berkunjung ke tempat unik, berkenalan dengan orang baru. Semua itu akan mendidik kita jadi manusia besar

Sejarah Nasional dan Dunia

Basis pendidikanku Sejarah. Aku sangat menyukai kisah masa lalu. Ada yang kuanggap sebagai sastra ada yang kuanggap sebagai guru kehidupan

Pola Hidup Sehat

Sejak SMP aku sudah punya bakat pemerhati gizi. Aku sangat mencintai pola hidup sehat. Tanpa kita sehat, semua yang kita miliki tak ada gunannya

Saturday, June 18, 2011

Catatan seorang Pendiam 18 Juni 2011

Aku sadar begitu pentingnya sebuah catatan. Itulah sejarah, semua bisa direkonstruksi meski nisbi. Kelak, aku harap cucuku atau generasi-generasi keturunanku akan membaca catatanku ini, membaca tulisan leluhur mereka, tulisan nenek moyang mereka, yaitu aku. Beginilah pergulatan pikiranku sebagai seorang yang pendiam. Mereka akan jauh mengerti tentang aku.

Malam ini aku baru saja mengajak Winarso untuk menonton film Che Guevara ini. tentang revolusi Komunis di Cuba. Film ini diambil dari diary nya Che. Begitu terkenang karena dia memiliki catatan itu. Tulisan dan sastra bagiku adalah hal yang begitu bermakna. Meski kadang diinterpretasikan sebagai candu (memabukkan), tapi seringkali juga sebagai penggugah semangat. Ada rangkaian paragraph yang ku ambil dari sekelebatsenja.blogspot.com dan ku masukan juga ke dalam skripsiku. Diktenya begini “telah diketahui bahwa Agen-agen peniup angin perubahan seringkali terilhami oleh karya sastra yang ia baca. Bukan kebetulan tampaknya jika Gie ada di Salemba, berjaket kuning dan berada di deretan garda depan generasi '66. Ia yang kini menjadi ikon para demonstran ternyata membaca Chairil dan Andre Gide di masa remajanya. Atau jika ingin contoh yang lebih terkini, Budiman Sudjatmiko dan aktivismenya yang menghebohkan bersama PRD ternyata adalah pengagum Hikmet Ran, penyair Turki yang bersama-sama dengan Pablo Neruda meraih penghargaan dari pemerintah Uni Sovyet di tahun 1950-an. Lalu saat kita berpaling ke seberang lautan, kita tak akan terkejut jika Ernesto Guevara de la Serna (Che Guevara) ternyata mengapresiasi Garcia Lorca”. Ada kobaran api yang muncul seringkali kita dapat dari Sastra.

Penting atau tidak penting, serius atau tidak serius dari tulisan sebenarnya tidak masalah. Asal itu memang goresan yang kita buat sendiri. Aku seringkali memposting karya-karya tugasku, aku cukup bangga karena orisinil. Tujuanya jelas untuk referensi bagi pembaca. Itulah hasil pemikiranku, hasil suntinganku.

“Aku berfikir, maka aku ada” kata Descartes. Tentu saja benar, dengan menuangkan pikiran kita ke dalam tulisan. Kita serasa akan terus ada meski kita sudah tiada di bumi ini. mereka yang tidak menulis, tentang hidupnya atau pikirannya, kelak di masa depan paling ia hanya meninggalkan nama, atau foto-fotonya saja. Tak tahu apa-apa. Sulit menjawab pertanyaan ini, siapa nama kakek dari kakekku?? Aku tak mengerti karena dia tak berkarya. Sedangkan kita mengenal Aristoteles, Socrates, Plato dsb, padahal mereka jauh dari hidup kita, mereka hidup di jaman sebelum masehi. Namanya hingga sekarang masih terkenang, hanya karena ia pernah berkarnya, hasil pemikirannya tertulis.
Tadi pagi aku juga sempat menonton film Komedi “Kambing Jantan”. Raditya Dika sengaja membuat catatan harian yang dibuat konyol. Itu karena ia senang melihat orang tertawa melihat catatannya itu. Novel itu menjadi Best Seller.

Setiap catatan akan memunculkan kesan-kesan tersendiri. Lebih dari nama saja yag dikenang. .  . . .

Friday, June 17, 2011

Catatan seorang Pendiam 17 Juni 2011


Hari ini adalah hari lingkungan hidup. Unnes mengumpulkan segenap keluarganya untuk hadir (yang berminat saja) dalam upacara yang dilaksanakan di lapangan depan gedung H Rektorat. Perayaan yang seolah menjadi kewajiban karena kita sudah beratribut Universitas Konservasi. Jika upacara Hardiknas lalu aku ceroboh soal waktu dan tempat, tapi upacara kali ini aku hampir saja ceroboh soal pakaian. Hampir saja aku salah kostum, ternyata semua peserta upacara menggunakan pakaian Training. Sedang aku sudah terlajur sampai di gedung G menggunakan kemeja rapi dan berbekal jas Almamater di tas. Aku terkejut saja, untung pakaian ku rangkap dua, pakaian dalamku berupa kaos. Untuk bisa berkamuflase bersama mereka akhirnya aku melepas kemejaku. Tinggalah kaos hitam, meski celana kain dan sepatu pantovel. Tak masalah. Rasanya para pejabat Jurusan sejarah lebih telat ketimbang aku. Mereka berbaris di belakangku. Upacara seperti tak formal, tampak semrawut.

Hari Jumat yang suci ini terasa ringan, karena aku tak ada agenda untuk kuliah. Cukup di kos, nonton film dan membaca novel. Tidak begitu aku tercerimin sifat pemalas. Akhir-akhir ini cuaca selalu cerah, bintang selalu hadir dalam malam yang bening. Berkedip-kedip, bermain mata dan nama mereka terlampau indah: Canopus, Capella dan Vega. . . . .. . . . . . . . . . .

Aku tulis catatan ini, persis malam ini. Aku baru saja menyelesaikan novel sejarah, tentang penderitaan mereka yang sempat mengalami hidup di Kamp Konsentrasi NAZI ketika PD II (baca: Perang Dunia ke-2). Judulnya “Malam”, judul yang konotatif karya Elie Wiesel. Sebuah novel yang mengkisahkan realita tentang dirinya sebagai Orang Yahudi sekitar kesengsaraan menjadi penghuni Kamp. Ini bukan referensi pertamaku, sebelumnya aku pernah membaca buku tentang nasib serupa tapi berupa biografi, ketimbang novel. Otobiografi dari Parlindoengan Loebis, seorang Indonesia yang juga sempat tinggal di neraka Kamp Konsentrasi. Mengapa P. Loebis ini sampai disana, karena ketika belajar di Belanda ia sempat menjadi ketua Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) yang anti fasis. Hingga suatu saat NAZI (rekan Fasis) mencaplok Belanda, ia harus ditangkap, bernasib sama seperti orang-orang Yahudi dan para musuh Politik simpatisan NAZI.

Kedua buku ini mendeskripsikan sama tentang bagaimana kehidupan di Kamp. Kamp bagiku lebih tampak semacam asrama, terdiri tanah gersang yang luas, bangunan yang sama lebih dari satu dan dipagari oleh dinding dan kawat yang dialiri listrik. Kehidupan mereka hanya dipekerjakan paksa dan diberi makan hanya sup, roti atau kentang. Para Kapo (Polisi Kamp) terkenal kejam dan disiplin, sekali ada kesalahan dia tak segan untuk membunuh. Lebih sering tahanan di kamp ini sengaja tidak disuplai makanan sama sekali, hingga mereka sangat kurus bahkan rawan konflik antar sesama. Semua orang mengurusi dirinya sendiri. Lingkungan yang penuh menbuat depresi, kotor, lebih seperti peternakan babi. Sengaja mereka disiksa dan sengaja agar mereka semua mati. Mereka yang mati, dibiarkan tergeletak begitu saja, atau kadang dibakar/ diabukan di Krematorium. Kebanyakan penghuni ini adalah Kaum Yahudi. Nampaknya Kaum Yahudi di dunia ini dianggap penuh masalah.

Mochtar Loebis dalam pengantar novel “Malam” ini nampaknya ia cukup objektif. Bahwa orang Yahudi berkali-kali ia meresakan neraka di dunia ini tapi sekarang ia giliran menjadi buas mendirikan Israel, mengusir dan mambantai orang-orang Arab.

Telah kita ketahui bahwa orang-orag Yahudi ini sempat berkali-kali mendapat cobaan besar dari tuhan. (Entah cobaan atau memang azab). Coba mengingat kembali tentang cerita nabi Musa, ia meyelamatkan para Yahudi di mesir ini dari kejamnya raja Fir’aun. Telah terjadi pembantaian dan suasana terror terhadap orang yahudi masa Fir’aun ini sebelumnya. Musa lahir dari kalangan mereka sebagai penyelamat, dan menenggelamkan Fir’aun dkk di Sungai Nil.

Beralih ke berbeda zaman. Ketika zaman Romawi, orang Yahudi sempat dibuat sengsara oleh Kekaisaran Romawi yang menginginkan semua orang tunduk dan menyembah Kaisar. Sementara orang Yahudi punya kepercayaan bahwa ia adalah makhluk pilihan Tuhan, maka ia selalu mengekslusifkan dirinya terhadap orang lain. Kaisar Romawi geram dan seringkali mengoyak kehidupan mereka, menyiksa bahkan membunuhnya. Namun saat itu Yesus lahir darah orang Yahudi, dan seolah menjadi penegar kehidupan mereka, meski Yesus juga turut disiksa. Jadi munculnya agama Kristen ternyata adalah sempalan dari agama Yahudi. Ada orang yang tetap teguh pada Yahudi dan pengikut Yesus diajak untuk menyembah agama Allah. Oleh Karena Yesus sendiri lahir di Palestina dan berasal dari darah Yahudi, maka untuk selamanya Kristen tetap mendukung berdirinya Israel. Akan sulit sekali mencegah mereka.

Menuju ke zaman Moderen sekitar PD II, Yahudi tak lepas dari neraka dunia kembali. Konon 6000.000 orang Yahudi dibantai ketika Fasis dan NAZI Jerman berkuasa di Eropa. Di bawah Hitler dan Musolini. Mereka tersiksa dalam Kamp Konsentrasi. Untuk memvisualisasikan tragedy ini, aku juga sempat nonton Film The Pianist yang diberi Tyo, dan aku juga punya Film Documenter tentang Kamp Konsentrasi “Auschwitz” Jerman (kamp yang terkenal paling kejam), keduanya mungkin cukup representatif. Nazi begitu membenci Yahudi tentu ada alasannya, panjang, aku tak bisa menjelaskanya disini.

Suasana dunia menjadi begitu kacau dan perpecahan. Seandainya orang Yahudi tetap teguh pada Kitab Taurat ketimbang Talmud (kitab yang dibuat sendiri oleh para rabbi/ulama-Yahudi, karena rabbi ini telah mengaku menang berdebat dengan Tuhan), dan seandainya orang Kristen tetap teguh pada Perjanjian Lama. Pasti dunia akan damai….  

Thursday, June 16, 2011

Catatan seorang Pendiam 16 Juni 2011


Rasanya film Sang Pencerah lebih menyentuh hati ketimbang film Muhammad The Last Prophet (MTLP) yang tadi siang baru saja berhasil ku download. Jelas karena MTLP ini hanyalah berupa animasi dan alurnya tergesa-gesa, dari perang satu ke perang yang lain, kurang memanfaatkan nilai-nilai yang inspiratif. Sedang Sang Pencerah mencoba berbagi rasa kepada penonton tentang jatuh bangunnya, sedih dan gembiranya.

Aku pernah, mungkin saat liburan kemarin sempat membaca sekilas bukunya Michael H. Hart, “Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah”. Dia memberi penghargaan bahwa Muhammad SAW, menduduki urutan pertama dari seratus tokoh itu. Hal ini kerena Muhammad adalah tokoh yang banyak memberi perubahan dalam dunia, khususnya dalam mengukir tatanan Islam dari berbagai belahan Negara. Wilayah taklukannya mencapai seluruh Timur Tengah, Afrika dan Eropa kecuali Perancis. Buku ini memang jelas memancing banyak perdebatan. Dan hal ini wajar, karena dasarnya tiap manusia punya subjektivitas sendiri-sendiri.

Aku cukup bisa memaksimalkan fasilitas-fasilitas di UNNES ini, dengan memanfaatkan wifi untuk mendownload Film-film edukatif-edukatif seperti itu. Apalagi akhir-akhir ini aku sedang mancoba memadukan ajaran Muhammad dengan idealisme ala Soe Hok Gie, dengan harapan kombinasi ini bisa melahirkan sifatku yang istiqomah terhadap islam/ teguh pendirian terhadap islam. Islam yang murni, sesungguhnya aku tidak ingin kembali ke posisi setengah-setengah.

Muhammad sosok yang hampir sempurna, sedangkan Gie (meski atheis) idealisme murninya lebih populer untuk kalangan pemuda Indonesia seperti aku. “Muhammad – Gie” ini bukan maksudku membuat semacam sinkretisme, tapi aku hanya sekedar mensintesiskan semangat konstruktif kedua tokoh ini, menghasilkan kecintaan Islam yang tegar tak kenal ampun, islam yang bagaikan pohon Oak. Semoga untuk selamanya konsep ini bisa berhasil. . . . . . . aaamiin.

Wednesday, June 15, 2011

Catatan seorang Pendiam 15 Juni 2011


Sengaja aku tulis catatan ini menjelang detik-detik akhir dari hari ini. karena aku anggap hingga detik-detik itulah aku sedang menyaksikan moment yang langka bagiku. Akan kurang sempura jika aku melaporkannya baru di tengah jalan. Aku baru saja menyelesaikan tugas sejarah milter soal Dwi fungsi ABRI. Hari ini adalah hari baguku banyak mempelajari soal militer.

Siang itu Tyo memberiku file Film Pengkhianatan G30S. tapi sayangnya ternyata ini file buntung, sebenarnya mungkin ada 3 file tapi aku hanya mendaptkan dua saja, sehingga film ini aku saksikan tidak sampai ending.

Sebelumnya aku cukup penasaran, karena konon film ini diciptakan dengan penuh unsur legitimasi politik Orde Baru. Katanya penuh fiksi atau hiperbolis/ melebih-lebihkan. Karena menurut dokter yang memvisum para mayat Jenderal ini mencatat bahwa tidak ada penganiayaan keji sebelumnya. Luka yang katanya bekas disayat-sayat itu ternyata adalah luka sayat yang didapat karena tergores dinding sumur. Berita telah melebih-lebihkan scenario ini. hingga doketer itupun bingung ingin mempublikasikan hasil visumnya karna sudah terlanjur banyak isu berlebihan itu.

Hari senin lalu Kuliah Kapita Selekta membahas soal Gerakan G30S. Pak Shokheh memberikan versinya sendiri tantang siapa dalang peristiwa ini. aku pikir ada benarnya juga, menurut beliau peristiwa ini adalah karena ulah PKI sendiri. PKI dalam hal ini yang tergesa-gesa/ keblinger atas adanya isu Dewan Jenderal itu. Clash ini tentunya tidak berjalan mandiri, akan tetapi bayak operator-operator yang mengintai, Baik itu Beijing maupun Washington DC (CIA).
Winarso mencoba membantah dan berdebat dengan pak Sokheh yang menuduh soal ketololan PKI itu. Aku yakin, ketidakterimaan Winarso ini bukan karena ia punya referensi yang tepat dan lengkap, tapi ia hanya ingin respek saja terhadap Komunis. Aku tahu persis itu, buktinya ketika aku Tanya ke dia soal Keberadaan “Biro Chusus” di tidak mengerti. Diluar kuliah aku kembali berbincang kepada dia, bahkan berdebat, kalau aku sama sekali tidak respek terhadap sistem komunis kerena bagiku ia terlalu ekstrim, Winarso hanya mendukung soal keadilan social, system ini memang bagus tapi langkah yang diambil Komunis jelas mengerikan.

Chou En Lai ingin turut membantu PKI soal pengadaan angkatan perang ke-5 di Indonesia setelah AD, AU, AL, POLRI. Angkatan kelima ini adalah berupa rakyat biasa yang dipersenjatai. Jelas para jenderal itu menolaknya mentah mentah (kecuali Oemar Dhani, AURI). Bagiku benar, apa gunanya rakyat dipersenjatai kalau itu pasti akan digunakan untuk melakukan Revolusi berdarah (mengingat system komunis haus akan revolusi). Seperti halnya kasus di Kamboja yang difilmkan dalam “The Killing Field (Ladang Pembantaian)”. Rezim Komunis yang dipimpin Pol-Pot itu mempersenjatai rakyat kecil biasa golongan proletar, sedangkan rakyat Kota diidentifikasikan sebagai para kapitalis-kapitalis. Rakyat-rakyat bersenjata inipun menodong dan menggiring masyarakat kota ini ke sawah, kamudian ia dibantai secara keji dan mengerikan disana (aku pernah nonton filmnya). Terhitung sepertiga rakyat Kamboja lenyap atas pembantaian besar-besaran oleh rakyat ini. penganut historis materialis macam Marxis ini jelas tidak mengenal tuhan apalagi mengenal dosa. Maka ketika peristiwa G30s ini berkhir, suasana akan berbalik. Giliran Komunislah yang dibantai, karena TNI menganggap orang Komunis ini tidak bertuhan dan tak sadar dosa maka TNIpun brutal menganggap bahwa membunuh orang Komunis adalah hal yang halal. Disitulah ekstrimnya komunis. Sehingga saya pribadi paling suka dengan konsep Sosialisme ketimbang Komunisme. Sutan Sjahrir, Soe hok-Gie adalah Sosialis. Sosialis jelas paling manusiawi, dia sama-sama berkonsep soal pemerataan kelas tapi ia masih menghargai kemanusiaan dan masih menghargai kepemilikan pribadi. Negara Eropa banyak menganut sistem ini.

Peristiwa G30s ini selain bersifat ideologis, tapi juga politis. Malah lebih banyak unsure politisnya. Akupun tak sudi menjadi pejabat politik birokrat apapun itu. Aku lebih suka menjadi prbadi yang independen dan sosialis. Politik adalah barang yang paling kotor. Seperti di sekitar ruang paling belakang dari rumah, ada kamar mandi dan dapur. Disitulah tempat bergerilyanya para tikus dan kecoa. Kecoa jorok terbang kasana kemari, merayap beternak dan betelur dengan bau yang membuat orang ingin muntah. Para tikus-tikus hitam menjilat, memakan sisa makanan atau bahkan mencuri, kadang pula menggrigiti lemari. Jorok!!.

Tuesday, June 14, 2011

Catatan seorang Pendiam 14 Juni 2011


Hari ini dimana aku sengaja menghapus SMS yang ada di inbox ku. Ada sekitar 1500 pesan (yang mungkin penting) kebanyakan pesan darinya, yang selama itu aku anggap sebagai tokoh protagonist. Kemudian sebagian kecil SMS dari para tokoh figuran, atau bahkan dari pihak Antagonis. Bukanya aku sengaja ingin melupakan sejarah dengan menghapus arsip-arsip ini, aku hanya menyimpulkan kalau perjalanan yang aku lalui selama ini ternyata nihil, tak dinamis. Bahkan sempat terpikirkan bahwa kisah-kisah itu hanya memiliki cita-cita yang absurd. Hanya bagaikan sedang berkhayal soal cita-cita yang dikemukakan Karl Marx tentang akhir dari sejarah, yaitu “terciptanya masyarakat tanpa kelas”, oh sungguh Absurd kisah itu.

SMS paling bawah di Indox terakhir kusimpan adalah tentang Tragedi “The Big Lie”, sebuah kebohongan besar yang pernah dia (someone) lakukan kepadaku. Membohongi ku dengan sebuh foto berformat JPG yang menyakitkan. Mungkin Sama menyakitkannya dengan kebohongan Sejarah tentang strategi Kuda Troya (Trojan Horse). Hadiah patung kuda palsu yang menjadi penyebab kekalahan kerajaan Troya oleh orang Yunani/ Sparta.

Aku tak membalasnya, hanya aku maafkan. . . . . semanjak itu aku menjadi kehilangan selera lagi tentangnya.
Selama ini yang membuatku dinamis bukanlah hanya soal wanita. Tapi sesuatu yang bisa dirasa dan dilihat. Buku, Alam dan Cinta. . . . . .
“Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya”, kata Gie. Itulah mengapa Gie naik Gunung. Malihat luas dan indahnya alam Indonesia membuat ia semakin cinta dengan Negara ini…

Nama dan pemikiran Gie, aku bawa dalam Proposal Skripsiku…. Besok aku akan menseminarkannya…

Monday, June 13, 2011

Catatan seorang Pendiam 13 Juni 2011


Seringkali ku sedang mencoba tegakkan jalan yang lurus….  cobaan datang seketika. Rasanya ini menjadi hukum alam. Sebelumnya aku sudah tahu persis bahwa sebuah cobaan yang dikirim untuk orang yang beriman bagaikan sebidang tanah atau lebih yang didalamnya mengandung unsur emas. Artinya jika kita mengerti cara mendapatkan dan mengolahnya maka kita akan menjadi kaya kerena emas itu dalam hal ini sebuah pahala. Tapi seandainya kita tidak bisa bagaimana kita mengolah dan memanfaatkannya kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali rasa capek.
Aku sudah mengerti tentang hakikat datangnya cobaan, ia datang untuk menguji. Cobaan haruslah berat, itu bertujuan agar Allah tahu mana orang yang lulus dan tidak lulus. Jika cobaan terlalu mudah, orang banyak dosa atau orang yang bodohpun bisa lulus. Itulah sisi keadilan yang konkrit.

Tapi bagaimanapun juga bagi orang yang masih belum kuat imannya, masih merasa tersiksa dengan adanya cobaan. Hampir mirip dengan konsep Budha bahwa “Hidup adalah penderitaan”. Ada orang yang berlebihan menghayati hal ini, mereka yang suka menyiksa diri, selalu gelisah dan jadilah seorang pengantin yang rela mati yang katanya demi kebenaran (teroris). Terlalu menganggap penderitaan adalah jalan yang eksplisit untuk mempermudah ke nirwana.

Aku belum menemukan konsep kebahagiaan hidup sebagaimana yang diterangkan oleh Islam. Orang seusiaku sudah tergolong tua untuk tahapan pencarian kebenaran. Aku masih dalam proses membuat konstelasi presepsi ketuhanan yang benar.
Furqan ternyata membenarkan ajaran Syekh Siti Jenar tentang apa yang disebut dengan “Uni nong ana nung (dzat Tuhan, yakni Aku)” atau bisa juga diistilahkan “manunggaling kawulo gusti”. Bahwa roh yang ada pada kita-kita ini adalah pecahan serpihan kecil bagian dari Roh Agung Allah sendiri yang ditiupnya. Dengan kata lain Tuhan ada pada kita sendiri. Sepenuhnya aku masih meragukan soal hal ini. karena selama ini presepsiku manusia adalah makhluk yang independen, bahan baku pembuat jiwa ini tidak mengambil dari Roh Agung Allah. Makanya manusia diwajibkan untuk sholat/ menyembah. Nah, kalau Tuhan ada pada diri kita apakah kita tidak usah sholat?. Mungkin kritik ini hanya satu percikan kembang api saja dari apa makna sebenranya Manunggaling Kawulo Gusti. Minimnya pengetahuanku. Lagi-lagi aku harus belajar.

Aku belum merasakan manfaat Islam sepenuhnya. Karena kau termasuk orang yang masih setengah-setengah. Seperti halnya ideology, Amerika tidak setengah-setengah untuk menerapkan paham Liberalismenya makanya ia bisa menjadi Negara maju. Uni Soviet yang tidak setengah-setengah tunduk pada dogma Komunismepun juga tumbuh menjadi Negara adidaya (waktu itu). Allah-pun menghendaki kita agar tidak setenggah-setengah. Akupun tidak sengaja diberi petunjuk soal hal ini melalui ayat yang saya baca, tadi sore: “Sesungguhnya orang-orang yang ingkar terhadap Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan : kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian, serta bermaksud mengambil jalan tengah (iman atau kafir). Merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Dan kami sediakan untuk orang-orang kafir itu azab yang menghinakan” (Q.S An-Nisa 150-151). Jadi sebenarnya yang diminta Islam adalah kita mencintai nya secara mutlak.

Hari ini pula aku mendapat prestasi yang jelek soal asmara. . . semoga takan terulang lagi semenjak aku menuliskan catatan ini. . . . .
hari ini aku tampak sederhana sekali. . . . .

Sunday, June 12, 2011

Catatan seorang Pendiam 12 Juni 2011


Mungkin gara-gara aku update status di dini hari, menandakan waktu itu aku belum tidur, akhirnya aku dijadikan korban untuk teman ngobrol mereka yang kesepian juga belum tidur. Handphoneku berdering dengan Ringtone dentingan gitar Spanyol yang menjadi ciri khas Nokia Tone, itu menandakan ada sebuah panggilan. Terpampang nama si pemanggil “Sej.Furqan”. Aku mengangkatnya, ternyata yang berbicara bukan hanya Furqan tapi juga Aris dan Nanang. Mereka semua sedang bertamu dan menginap di rumahnya Furqan, atau mungkin hanya sedang memanfaatkan penghidupan yang enak, karena setahuku Furqan juga anak orang kaya yang dapat memberi pelayanan mewah kepada mereka.

Obrolan awal, hanya sebatas canda tawa dari Nanang dan Aris mempermainkanku dengan apa itu makna istilah “Kuro”. Istilah yang aneh dan hanya bisa diketahui oleh bahasa pergaulan orang sana saja. Aku mulai bicara panjang lebar ketika Furqan meng-handle hanphonenya sendiri. Mulai dari dialog sejarah hingga dialog soal ketuhanan.
Kita sama-sama sepakat bahwa belajar sejarah pada dasarnya ada sisi kenikmatan tersendiri bagi kami, bagi kami yang telah mengetahui undercover sejarah. Sehingga bagi kami seolah-olah undercover sejarah ini lebih enak jika dikonsumsi pribadi, atau berbagi dengan mereka yang bisa connect dengan obrolan ini. aku tak mau mengungkapnya dalam catatan ini, percuma saja. Omongan kami tidak akan mudah dipercaya begitu saja jika membahas soal ini.

Seperti biasa sejarah-sejarah yang bisa dan boleh saya bagikan kepada sesama atau murid-murid kelak adalah sejarah yang sudah banyak diamini orang saja, sejarah yang sudah mengacu pada kurikulum saja. Karena membahas soal Undercover sejarah bagiku itu adalah bagian dari High Level Knowledge, sama saja dengan pekerjaan seorang detektif yang sedang mengutak-atik menemukan kode password. Begitulah tidak mudah dipercayanya.. . . .

Jangan ditanya soal luasnya pengetahuan Furqan. Bagiku ia bagaikan ensiklopedia berjalan. Tapi ia tidak ingin mengeksiskan diri. Ia menjadi seorang pemenang lomba cerdas cermat KEMAS 2008 pun katanya penuh dengan keterpaksaan, dalam kuliahpun ia enggan untuk berpendapat, atau bertanya. Hanya diam saja sambil sedang angguk-angguk kepala sendiri menikmati music melalui headset yang selalu ia kenakan. Ia sudah mengerti sebelumnya, sikapnya yang diam dan seolah tak peduli dengan pelajaran dari dosen itu bukan menandakan kalau dia bodoh dan tak suka pelajaran itu. Tapi ia sudah mengetahui dan opininya sekedar  untuk konsumsi pribadinya, tak usah diperdebatkan dengan dosen, tidak usah menampakan dirinya kalau dia pintar di depan teman-teman.

Soal agama? Juga tidak boleh diremehkan. Dia adalah Graduate dari pondok pesantren dan mungkin sudah bosan mempelajari agama. Namun pelajarannya bukan berarti hilang, ia masih hafal al-qur’an. Terlalu mempelajari agama justru membuat ia jenuh sehingga ia lebih suka berjalan di jalur akademisi yang independen ketimbang menjadi teolog.

Akupun sama dengan pendapatnya soal eksistensi diri. Meski pengetahuanku masih kalah jauh dengan dirinya. Aku sama-sama tidak ingin menonjolkan diri, tidak ingin menjadi sosok yang tenar/ terkenal diantara orang-orang, tapi juga tidak ingin menjadi orang terlalu misterius. Yang diinginkan hanyalah menjadi manusia yang biasa saja. Aneh, ini memang Paradox dengan persepsi orang-orang pada umumnya yang kebanykan ingin menjadi orang terkenal.

Orang kadang berani mengeksiskan diri, baik dengan penampilan menarik atau dengan berani sok pintar didepan orang-orang. Mengeksiskan diri seolah betapa besar peran dirinya terhadap orang disekitarnya. Bagiku orang yang terkenal/ popular memang sama halnya dengan orang yang banyak harta. Semakin banyak hartanya/ ketenarannya seolah semakin berat berat memikul tanggung jawabnya. Semakin banyak orang membawa uang, semakin ia keberatan memikul uang itu, dan ia juga makin takut kehilangan uang itu. Menjadi orang terkenal juga akan semakin takut kalau ketenarannnya itu hilang.

Bagiku peran sosial yang dilakukan secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi itu lebih baik. . . . .