Monday, June 13, 2011

Catatan seorang Pendiam 13 Juni 2011


Seringkali ku sedang mencoba tegakkan jalan yang lurus….  cobaan datang seketika. Rasanya ini menjadi hukum alam. Sebelumnya aku sudah tahu persis bahwa sebuah cobaan yang dikirim untuk orang yang beriman bagaikan sebidang tanah atau lebih yang didalamnya mengandung unsur emas. Artinya jika kita mengerti cara mendapatkan dan mengolahnya maka kita akan menjadi kaya kerena emas itu dalam hal ini sebuah pahala. Tapi seandainya kita tidak bisa bagaimana kita mengolah dan memanfaatkannya kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali rasa capek.
Aku sudah mengerti tentang hakikat datangnya cobaan, ia datang untuk menguji. Cobaan haruslah berat, itu bertujuan agar Allah tahu mana orang yang lulus dan tidak lulus. Jika cobaan terlalu mudah, orang banyak dosa atau orang yang bodohpun bisa lulus. Itulah sisi keadilan yang konkrit.

Tapi bagaimanapun juga bagi orang yang masih belum kuat imannya, masih merasa tersiksa dengan adanya cobaan. Hampir mirip dengan konsep Budha bahwa “Hidup adalah penderitaan”. Ada orang yang berlebihan menghayati hal ini, mereka yang suka menyiksa diri, selalu gelisah dan jadilah seorang pengantin yang rela mati yang katanya demi kebenaran (teroris). Terlalu menganggap penderitaan adalah jalan yang eksplisit untuk mempermudah ke nirwana.

Aku belum menemukan konsep kebahagiaan hidup sebagaimana yang diterangkan oleh Islam. Orang seusiaku sudah tergolong tua untuk tahapan pencarian kebenaran. Aku masih dalam proses membuat konstelasi presepsi ketuhanan yang benar.
Furqan ternyata membenarkan ajaran Syekh Siti Jenar tentang apa yang disebut dengan “Uni nong ana nung (dzat Tuhan, yakni Aku)” atau bisa juga diistilahkan “manunggaling kawulo gusti”. Bahwa roh yang ada pada kita-kita ini adalah pecahan serpihan kecil bagian dari Roh Agung Allah sendiri yang ditiupnya. Dengan kata lain Tuhan ada pada kita sendiri. Sepenuhnya aku masih meragukan soal hal ini. karena selama ini presepsiku manusia adalah makhluk yang independen, bahan baku pembuat jiwa ini tidak mengambil dari Roh Agung Allah. Makanya manusia diwajibkan untuk sholat/ menyembah. Nah, kalau Tuhan ada pada diri kita apakah kita tidak usah sholat?. Mungkin kritik ini hanya satu percikan kembang api saja dari apa makna sebenranya Manunggaling Kawulo Gusti. Minimnya pengetahuanku. Lagi-lagi aku harus belajar.

Aku belum merasakan manfaat Islam sepenuhnya. Karena kau termasuk orang yang masih setengah-setengah. Seperti halnya ideology, Amerika tidak setengah-setengah untuk menerapkan paham Liberalismenya makanya ia bisa menjadi Negara maju. Uni Soviet yang tidak setengah-setengah tunduk pada dogma Komunismepun juga tumbuh menjadi Negara adidaya (waktu itu). Allah-pun menghendaki kita agar tidak setenggah-setengah. Akupun tidak sengaja diberi petunjuk soal hal ini melalui ayat yang saya baca, tadi sore: “Sesungguhnya orang-orang yang ingkar terhadap Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan : kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian, serta bermaksud mengambil jalan tengah (iman atau kafir). Merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Dan kami sediakan untuk orang-orang kafir itu azab yang menghinakan” (Q.S An-Nisa 150-151). Jadi sebenarnya yang diminta Islam adalah kita mencintai nya secara mutlak.

Hari ini pula aku mendapat prestasi yang jelek soal asmara. . . semoga takan terulang lagi semenjak aku menuliskan catatan ini. . . . .
hari ini aku tampak sederhana sekali. . . . .

0 comments:

Post a Comment