Friday, June 17, 2011

Catatan seorang Pendiam 17 Juni 2011


Hari ini adalah hari lingkungan hidup. Unnes mengumpulkan segenap keluarganya untuk hadir (yang berminat saja) dalam upacara yang dilaksanakan di lapangan depan gedung H Rektorat. Perayaan yang seolah menjadi kewajiban karena kita sudah beratribut Universitas Konservasi. Jika upacara Hardiknas lalu aku ceroboh soal waktu dan tempat, tapi upacara kali ini aku hampir saja ceroboh soal pakaian. Hampir saja aku salah kostum, ternyata semua peserta upacara menggunakan pakaian Training. Sedang aku sudah terlajur sampai di gedung G menggunakan kemeja rapi dan berbekal jas Almamater di tas. Aku terkejut saja, untung pakaian ku rangkap dua, pakaian dalamku berupa kaos. Untuk bisa berkamuflase bersama mereka akhirnya aku melepas kemejaku. Tinggalah kaos hitam, meski celana kain dan sepatu pantovel. Tak masalah. Rasanya para pejabat Jurusan sejarah lebih telat ketimbang aku. Mereka berbaris di belakangku. Upacara seperti tak formal, tampak semrawut.

Hari Jumat yang suci ini terasa ringan, karena aku tak ada agenda untuk kuliah. Cukup di kos, nonton film dan membaca novel. Tidak begitu aku tercerimin sifat pemalas. Akhir-akhir ini cuaca selalu cerah, bintang selalu hadir dalam malam yang bening. Berkedip-kedip, bermain mata dan nama mereka terlampau indah: Canopus, Capella dan Vega. . . . .. . . . . . . . . . .

Aku tulis catatan ini, persis malam ini. Aku baru saja menyelesaikan novel sejarah, tentang penderitaan mereka yang sempat mengalami hidup di Kamp Konsentrasi NAZI ketika PD II (baca: Perang Dunia ke-2). Judulnya “Malam”, judul yang konotatif karya Elie Wiesel. Sebuah novel yang mengkisahkan realita tentang dirinya sebagai Orang Yahudi sekitar kesengsaraan menjadi penghuni Kamp. Ini bukan referensi pertamaku, sebelumnya aku pernah membaca buku tentang nasib serupa tapi berupa biografi, ketimbang novel. Otobiografi dari Parlindoengan Loebis, seorang Indonesia yang juga sempat tinggal di neraka Kamp Konsentrasi. Mengapa P. Loebis ini sampai disana, karena ketika belajar di Belanda ia sempat menjadi ketua Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) yang anti fasis. Hingga suatu saat NAZI (rekan Fasis) mencaplok Belanda, ia harus ditangkap, bernasib sama seperti orang-orang Yahudi dan para musuh Politik simpatisan NAZI.

Kedua buku ini mendeskripsikan sama tentang bagaimana kehidupan di Kamp. Kamp bagiku lebih tampak semacam asrama, terdiri tanah gersang yang luas, bangunan yang sama lebih dari satu dan dipagari oleh dinding dan kawat yang dialiri listrik. Kehidupan mereka hanya dipekerjakan paksa dan diberi makan hanya sup, roti atau kentang. Para Kapo (Polisi Kamp) terkenal kejam dan disiplin, sekali ada kesalahan dia tak segan untuk membunuh. Lebih sering tahanan di kamp ini sengaja tidak disuplai makanan sama sekali, hingga mereka sangat kurus bahkan rawan konflik antar sesama. Semua orang mengurusi dirinya sendiri. Lingkungan yang penuh menbuat depresi, kotor, lebih seperti peternakan babi. Sengaja mereka disiksa dan sengaja agar mereka semua mati. Mereka yang mati, dibiarkan tergeletak begitu saja, atau kadang dibakar/ diabukan di Krematorium. Kebanyakan penghuni ini adalah Kaum Yahudi. Nampaknya Kaum Yahudi di dunia ini dianggap penuh masalah.

Mochtar Loebis dalam pengantar novel “Malam” ini nampaknya ia cukup objektif. Bahwa orang Yahudi berkali-kali ia meresakan neraka di dunia ini tapi sekarang ia giliran menjadi buas mendirikan Israel, mengusir dan mambantai orang-orang Arab.

Telah kita ketahui bahwa orang-orag Yahudi ini sempat berkali-kali mendapat cobaan besar dari tuhan. (Entah cobaan atau memang azab). Coba mengingat kembali tentang cerita nabi Musa, ia meyelamatkan para Yahudi di mesir ini dari kejamnya raja Fir’aun. Telah terjadi pembantaian dan suasana terror terhadap orang yahudi masa Fir’aun ini sebelumnya. Musa lahir dari kalangan mereka sebagai penyelamat, dan menenggelamkan Fir’aun dkk di Sungai Nil.

Beralih ke berbeda zaman. Ketika zaman Romawi, orang Yahudi sempat dibuat sengsara oleh Kekaisaran Romawi yang menginginkan semua orang tunduk dan menyembah Kaisar. Sementara orang Yahudi punya kepercayaan bahwa ia adalah makhluk pilihan Tuhan, maka ia selalu mengekslusifkan dirinya terhadap orang lain. Kaisar Romawi geram dan seringkali mengoyak kehidupan mereka, menyiksa bahkan membunuhnya. Namun saat itu Yesus lahir darah orang Yahudi, dan seolah menjadi penegar kehidupan mereka, meski Yesus juga turut disiksa. Jadi munculnya agama Kristen ternyata adalah sempalan dari agama Yahudi. Ada orang yang tetap teguh pada Yahudi dan pengikut Yesus diajak untuk menyembah agama Allah. Oleh Karena Yesus sendiri lahir di Palestina dan berasal dari darah Yahudi, maka untuk selamanya Kristen tetap mendukung berdirinya Israel. Akan sulit sekali mencegah mereka.

Menuju ke zaman Moderen sekitar PD II, Yahudi tak lepas dari neraka dunia kembali. Konon 6000.000 orang Yahudi dibantai ketika Fasis dan NAZI Jerman berkuasa di Eropa. Di bawah Hitler dan Musolini. Mereka tersiksa dalam Kamp Konsentrasi. Untuk memvisualisasikan tragedy ini, aku juga sempat nonton Film The Pianist yang diberi Tyo, dan aku juga punya Film Documenter tentang Kamp Konsentrasi “Auschwitz” Jerman (kamp yang terkenal paling kejam), keduanya mungkin cukup representatif. Nazi begitu membenci Yahudi tentu ada alasannya, panjang, aku tak bisa menjelaskanya disini.

Suasana dunia menjadi begitu kacau dan perpecahan. Seandainya orang Yahudi tetap teguh pada Kitab Taurat ketimbang Talmud (kitab yang dibuat sendiri oleh para rabbi/ulama-Yahudi, karena rabbi ini telah mengaku menang berdebat dengan Tuhan), dan seandainya orang Kristen tetap teguh pada Perjanjian Lama. Pasti dunia akan damai….  

0 comments:

Post a Comment