Ekspedisi Sejarah Indonesia (Exsara)

Exsara merupakan organisasi terbesar di Jurusan Sejarah Unnes. Aku dirikan bersama teman-teman jurusan sejarah Unnes angkatan 2008. Mereka semakin maju

Catatan Hidupku

Aku sangat suka menulis. Termasuk membuat catatan hidupku. Biar nanti aku mati, tapi pikiranku seolah terus hidup sampai anak cucuku

Petualangan Hidup

Setiap hidup, pasti menyempatkan berkunjung ke tempat unik, berkenalan dengan orang baru. Semua itu akan mendidik kita jadi manusia besar

Sejarah Nasional dan Dunia

Basis pendidikanku Sejarah. Aku sangat menyukai kisah masa lalu. Ada yang kuanggap sebagai sastra ada yang kuanggap sebagai guru kehidupan

Pola Hidup Sehat

Sejak SMP aku sudah punya bakat pemerhati gizi. Aku sangat mencintai pola hidup sehat. Tanpa kita sehat, semua yang kita miliki tak ada gunannya

Saturday, August 11, 2012

Dari Setanjung ke Kalimasada [Part 5]


Tidak ada liburan panjang untuk akhir semester ini. PPL adalah sebuah beban yang dipikul untuk mahasiswa semester 7 membuatku mengurungkan niat untuk bersenang senang, bersantai-santai di rumah. Kontrakku di Dian Ratna masih ku perpanjang dan Noval selalu positif thinking padaku sehingga ia masih mempercayakanku menjadi teman sekamarnya. Amin, pindah entah kemana. Aku belum sampai berjumpa dengan maba calon-calon penghuni Dian Ratna yang baru. Rombongan PPL Unnes menarikku tanpa belas kasihan kemudian menerjunkanku begitu saja di SMP Negeri 2 Tengaran (sebelah selatan Kota Salatiga).

Terpaksa dalam tiga bulan ini aku harus berpisah dengan Dian-Ratna, dan mendapat lingkungan hidup yang baru yaitu di Desa Bener, persis di belakang Terminal bus Tingkir Kota Salatiga. Desa yang begitu dingin. Untuk beberapa minggu aku merindukan Dian Ratna dan kembali kesana. Aku merasakan perbedaan temperatur yang cukup tajam antara Salatiga dengan Gunungpati, membuat kulit ariku seperti hendak mengelupas. Di minggu kedua aku baru melihat maba di Dian Ratna. Sebelah kamarku adalah orang Batak, mereka memenuhi segala fasilitas untuk dirinya di kamarnya sendiri, termasuk TV dan PS. Sebelah kiri kamarku masih ada Ulin, hanya saja dia sudah kehilangan Amin, namun ia terlihat lebih mantap dan mandiri dalam menjalani hidup hingga mencalonkan diri menjadi Ketua HIMA geografi.

Gilang telah pindah dengan damai entah kemana, dalam waktu dekat Agung juga pindah atau lebih tepatnya diusir ibu kos karena tagihan tahun lalu belum lunas. Marham masih bertahan, aku bingung kepada siapa lagi aku akan bersahabat. Maba memandangiku sedikit menaruh rasa curiga, aku memaklumi, mungkin memang karena kita sama-sama putra Dian Ratna tapi aku adalah orang yang menghilang sejenak ketika mereka lahir disini. Bisa saja mereka berprasangka bahwa aku adalah orang luar, orang asing, orang yang seharusnya tidak tinggal disini. Hampir setiap minggu aku pulang ke Dian Ratna dari Salatiga, namun rasanya mereka tak kunjung akrab denganku. Teman lain suku memang lebih sulit untuk diakrabi, samping kananku adalah orang Batak, sampingnya lagi orang Minangkabau, depanku Orang Batak, sampingnya dia orang Sunda. Hanya sesama orang Jawa yang masih terlihat ramah kepadaku.

KKN membuatku terpental semakin jauh dari Dian Ratna, tapi aku mendapat kebahagiaan di tempat KKNku di desa Kubangwungu, Brebes. Empat puluh lima hari aku meninggalkan Semarang tanpa kembali, tak tahu kabar dari Setanjung.

Ketika PPL dan KKN telah menjadi sejarahku, lembaran baru di Setanjung kembali dimulai. Semester delapan mareka masih berlarut-larut kurang mengenalku, mungkin hanya sebatas tahu kalau aku adalah mahasiswa semester atas. Noval juga telah menjadi senior di kos sekaligus senior di HIMA geografi. Marham telah dinyatakan lulus di semester 7 kemarin, dia tinggal mondar-mandir di kos atau ke kota tuk mencari informasi lapangan pekerjaan, dan pertengahan semester 8 dia pulang ke Kalimantan. Tak kusangka inilah akhir persahabatan 4 tahunku bersamanya, entah kapan lagi aku bisa bertemu dengannya.

Aku sadar ini adalah bulan-bulan, hari-hari, minggu-minggu, jam-jam kemudian menjadi detik-detik terakhirku di Dian Ratna. Memang tak ada yang menarik, tapi aku telah memutuskan tanggal 13 Juli 2012 menjadi hari bersejarahku meninggalkan Dinasti Dian Ratna Jl.Setanjung, dinasti yang cukup untuk menguji idealismeku selama 4 tahun.
Gazebo C5 FIS, 11 Agustus 2012    

Sunday, August 5, 2012

Dari Setanjung ke Kalimasada [part 4]


Aku selalu berfikir ulang jika hendak hengkang dari kos ini. Beberapa teman menawari aku kos yang lain karena rasanya teman-teman tidak suka kalau aku terus menetap di kos ini. Mungkin karena di kos ini mereka memandang aku seperti orang yang tak berkawan, selalu menyendiri dan kasihan. Atau mereka juga berpandangan kalau aku disini berkawan dengan orang-orang yang sama sekali tidak cocok berkawan denganku sebagai orang yang kalem, disiplin dan serius dalam kuliah.

Nampaknya reputasi kos ini masih saja dianggap jelek dimata orang-orang luar yang mengerti riwayat kos ini. Bagaikan seorang mantan narapidana yang bertato, di mata masyarakat ia tetaplah dianggap bukan orang baik, meski secara pribadi ia sudah benar-benar bertobat. Begitu juga dengan Kos Dian-Ratna, ada yang beranggapan bahwa kos ini cukup mesum, karena tidak dijaga oleh ibu kos, teman cewek bisa saja dibawa ke kamar lalu pintu dikunci. Aku tak tahu apa yang mereka lakukan didalam, apakah sedang mengerjakan tugas bersama, ataukah sedang acting pura-pura berperan sebagai bapak dan ibu. Semua orang-orang kos menganggapnya wajar dan tak perlu jadi bahan pembicaraan. Ditambah lagi bahwa kos Dian-Ratna bukanlah sebuah dinasti kos yang hanya dihuni oleh mahasiswa putra saja, akan tetapi juga menerima kos putri. Bedanya kos putri berada di sekitar depan, dan kos putra adalah sisi dalam kos. System kos putra-putri ini juga membuat potret negative dimata public, karena beranggapan sangat mungkin sepasang kekasih dalam satu dinasti kos, bisa sebebas-bebasnya berpacaran. Aku akui semua hal-hal itu memang pernah ada di disini dan semua alasan itu benar, dan pelaku-pelaku itu umumnya adalah orang yang dari luar terlihat baik-baik. Namun satu per satu diantara mereka hengkang dari kos ini, karena sudah ada label buruk jika terus di kos ini. Hanya mahasiswa barulah yang tetap memandang netral mengenai kos ini.

Oleh karena itu, jarang sekali penghuni kos yang bisa bertahan bertahun-tahun di kos ini. Setelah tahu sejarahnya, mereka pasti akan pindah. Namun masih terlihat ada aku, Marham, Agung, Gilang, dan Mas Helmy yang masih mencoba bertahan dari sekitar 60 mahasiswa putra Dian Ratna. Di semester 5 ini aku, Marham, Agung dan Gilang mungkin punya alasan yang berbeda mengapa tidak hengkang. Aku dan Marham punya alasan yang sama yaitu kos ini sangat setrategis karena sangat dekat dengan kampus. Jadi ketika ada jadwal pagi, tidak harus terburu-buru, tidak pula membutuhkan sepeda motor untuk ke kampus, selain itu ketika ada keperluan mendadak seperti tugas atau buku yang tertinggal di kos, maka mobilisasi bisa dilakukan dengan cepat. Mempertimbangkan harga juga tidak terlalu mahal, fasilitas jarang sekali ada kendala seperti kehabisan air dsb. Itu adalah nilai plusnya tinggal disitu.

Seperti biasa aku tetap mengambil satu kamar untuk 2 orang, jadi aku harus selalu menerima aka nada kawan asing baru yang akan menjadi teman sekamarku. Tahun ajaran 2010-2011 aku tak ada kesibukan lain di luar kampus. Di awal September aku berkenalan dengan kawan baruku sekaligus teman sekamar. Sebelum melihat orangnya, aku mengetahui namanya “Novalino Pawori Mingge”, aku beranggapan nama itu sedikit aneh bagi orang Jawa, jadi aku pikir dia adalah orang dari Indonesia bagian Timur. Tepat di bulan Ramadhan aku pertama kali berjumpa dengan dia, ternyata dia berasal dari kabupaten Pati (Winong), sedangkan nama “Pawori” hanyalah sebuah singkatan saja PA=Pati dan WORI=Wonogiri. Itu adalah asal muasal masing-masing kedua orang tuanya. Awalnya aku mengira dia adalah seorang muslim. Maklum aku tidak suka menanyakan agama kepada seseorang karena terkesan diskriminatif. Setiap masuk kos, aku selalu mengucap salam seperti juga yang ku lakukan dulu bersama Ponco. Namun seringkali Noval tidak menjawabnya. Kemudain ketika aku bangun sahur, dia juga bangun untuk memakan sesuatu.
Aku baru mengetahui bahwa dia adalah seorang nasrani yaitu ketika suatu waktu aku menemukan sebuah potongan kertas kecil yang dileminating berisi 1 ayat dalam Alkitab, serta sebuah liflet dari UKK (Unit Kerohanian Kristen), menyusul juga aku melihat sebuah Alkitab. Aku baru yakin kalau dia adalah seorang Kristen Protestan. Rupanya mengapa dia ikut sahur adalah cara dia menghormati orang muslim berpuasa yaitu agar siangnya dia juga tidak makan, dan makan di siang hari ketika bulan puasa adalah hal yang tidak sopan. Paling dia hanya minum air putih saja.

Memiliki teman sekamar yang berbeda agama bagiku tidaklah masalah, dan kami berusaha untuk tidak saling berbicara tentang agama. Persahabatanku dengannya begitu lancar, tak pernah ada persinggungan apapun, dia menghormatiku tapi dia tidak setakut Andis dulu. Dia banyak bertanya, dan aku cukup pendiam. Di semester pertama dia memiliki seorang Pacar, seorang muslimah sesame dari jurusan Geografi. Sering dia bawa ke kamarku, sekedar menemaninya ketika jeda jam kuliah, menjemput Noval tuk berangkat kuliah, sampai kadang sarapan sepiring berdua di kamarku. Aku tak berurusan dengan pacaran mereka. Hingga semester kedua nampaknya mereka sudah putus hubungan. Noval sudah tak pernah lagi membawa pacarnya kesini. Noval juga terlihat lebih gelisah.

Lingkungan kos aku rasa sudah benar-benar bersih dari tikus-tikus kotor. Berisi mahasiswa-mahasiswa baru. Hanya saja masih ada satu orang yang ditunggangi oleh tikus-tikus kotor itu kemudian kembali menggerakan untuk mengadakan Malam Keakraban. Aku sudah tahu, Gilang sudah tahu, Marham sudah tahu dan Noval ku beritahu, kami memutuskan membuat alasan-alasan untuk tidak bisa mengikuti keakraban itu. Aku tak tahu lagi berapa uang lagi yang dikorupsi.

 Di semester kedua nampaknya Noval giat dalam dunia cyber, dia mencuri ilmu-ilmu yang dipakai oleh orang-orang PKM untuk bisa menembus akses cepat WiFi di Unnes. Noval menularkannya kepadaku. Sebagian teman-teman Dian ratna menjadi sangat bergairah untuk hotspotan ke kampus. Menikmati akses cepat internet hingga lebih dari 1Mbps, seringnya kami mendownload film. Mulai saat inilah aku mulai terjun untuk memperluas wawasanku tentang film dan banyak mendownload film-film yang bernilai moral aku simpan baik-baik. Hingga skripsiku sendiri aku angkat tentang film GIE. Noval memberiku banyak perubahan untuk banyak mengetahui tentang teknologi dan entertainment, game, software dan antivirus. Berkat dia sekarang aku bukanlah lagi orang yang gaptek. Ibarat Noval membuatkanku sungai, aku tinggal menaiki sampan dan mendayungnya hingga he hilir. . .

PKM FIS, 05 Agustus 2012