Wednesday, August 31, 2011

Catatan seorang Pendiam 31 Agustus 2011


Ini Catatan ke seratus dalam akun Facebookku tapi bukan catatan ke seratus dalam rangkaian mozaik CSP (Catatan seorang Pendiam) yang telah aku susun. Tulisan jauh telah melukiskan watak dan pola pikir. Meski aku tengah studi di dunia kesejarahan namun, hingga kini tulisanku tak ada yang berbau revolusioner, atau tulisan menggebu-gebu memiliki rencana besar terhadap perubahan Negara ini. Semuanya tak membias dari presepsi pembaca tentang diriku, yaitu pribadi yang tenang, lebih banyak bertindak namun aku bukan orang yang suka larut dalam melankolis.

Catatan seorang Pendiam semoga akan dikenang oleh generasi setelahku kelak. Keturunanku akan tahu bagaimana pemikiran dari orang yang darahnya juga tengah mengalir pada dirinya. Aku bukan putera dari seorang tokoh masyarakat, tapi kakekku (dari garis matrilineal) adalah mantan Imam masjid yang banyak disanjung. Namun aku ingin menjadi manusia biasa. Kata orang, ketika aku belum sekolah aku bercita-cita ingin menjadi seorang sopir, sehingga aku banyak mengoleksi mobil-mobilan. Namun sekarang aku malah bercita-cita ingin menjadi seorang “Farmer (Petani-Peternak-Pembudidaya)”, sudah banyak kurencanakan, tinggal soal Capital, sedangkan sejarah hanya akan menjadi konsumsi pribadi. Aku ingin segala perjuanganku tak terlihat oleh masyarakat, bukan menjadi orang yang terpandang dimasyarakat, karena itu aku lebih suka menjadi pendiam.

Memilih mind-set untuk melangsungkan hidup di dunia ini memang membingungkan. Setelah solat Id tadi pagi aku mendengar sepenggal kata dalam sebuah khotbah: “Berfikirlah duniawi seolah kau akan hidup selamanya,dan berfikirlah untuk akhirat seolah kau akan mati besok”. Ungkapan itu tak salah, hanya saja tak mudah. Karena sama dengan mencari rumus kimia untuk membuat minyak dan air bisa larut. Tapi nyatanya banyak muslimin yang bisa kaya, misalnya dosen faforitku Pak Ibnu Sodiq. Atau jika memandang sejarah, Dinasti Abbasiyah sekitar abad 13 juga pernah Berjaya dan pernah menjadikan Baghdad menjadi kota yang tak tertandingi. Ini membuktikan bahwa hidup kaya di dunia dan selamat di akhirat menjadi bukan hal yang mustahil.

Hal yang ku dapat dari akhir hari ini membuka mata adalah mengerti begitu berbedanya antara makna Ilmu dengan Pengetahuan, karena sebenarnya Ilmu tidak bisa didapat dari membaca referensi tapi secara alamiah diciptakan secara pribadi. Tinggal seberapa tepat dan kuatnya kemampuan kita memotret diri sendiri sebagai daftar pustaka instrospeksi.
Sejati jatining ngelmu,
Lunguhe cipta pribadi,
Pustining pangestinira,
Gineleng dadya sawiji,
Wijanging ngelmu dyatmika,
Neng kahanan eneng-ening. (Serat Siti Jenar, oleh Arjawijaya)

Padamara 31 Agustus 2011 

0 comments:

Post a Comment