Friday, March 11, 2011

Ketika harus berakhir


Semarang 11/03/2011

Hari ini kurang menyenangkan bagi keluarga ku di Purbalingga. Ini peringatan bagi kami bahwa apa yang kita miliki tidaklah abadi. Semakin sadar, ketika Allah sangat berkauasa atas segalanya.
 Tadi pagi aku menerima telfon dari ibu. Hanya berbincang sedikit, namun penuh makna. Bertanya kabar, serta motivasi untukku. Tak terlupa, ibu juga mengabari bahwa TV di rumah rusak. TV yang sudah kami miliki hampir 15 tahun itu mungkin sudah enggan lagi berpijar di mata kami, eggan tuk memberi hiburan dan informasi lagi kepada kami. Padahal sebelum aku mengakhiri liburan kemarin bapakku berpesan “gan, ngemben beasiswamu disisihna nggo tuku TV yah. . . TVne kie wis Mandan bodol, pengin ganti”. Aku hanya mengiyakannya, karena bagi kami membeli televise bukanlah hal yang mudah, namun sangat penting. Tetapi hal ini tidak begitu dijadikan masalah besar. Selama kami masih bisa bertahan hiduppun itu sudah bersyukur.

Di malam hari aku dan keluargaku mendapat kabar  menyedihkan yang lebih berat. Pukul 19:00 barusan kakek ku telah meninggal dunia. Kakek atau ayah kandung dari ibu ku. Kakek ku yang dikenal dengan nama “Achmad Kulemi” itu. Berarti pertemuan ku dengan kakek saat liburan kemarin adalah yang terakhir kalinya. Biasanya ku melihatnya tiap pagi sedang member pakan itik-itik peliharaannya di belakang rumahku. Pendengarannya memang sudah tidak peka lagi, karena profesinya sehari-hari adalah menyalakan mesin penggiling berasnya yang sangat membisingkan itu.

Tiap maghrib, isya dan subuh dia adalah seorang imam di masjid Rt ku. Tokoh yang terpandang di desa ku’. Kakek ku adalah penganut Islam Ahmadiyah Lahore. Bukan berarti dia mempercayaai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabinya, akan tetapi menanggap Mirza sebagai seorang mujadid (sosok yang lebih tinggi dari Ulama) yang diteladani dan Muhammad masih dianggap nabinya. Artinya bahwa kakekku tidaklah murtad ataupun kafir. Sangat berbeda dengan keluargaku yang lebih condong ke Muhammadiyah. Berulang kali kakek diajak tuk tidak mengikuti lagi aktivitas Ahmadiyah tapi  dia tetap saja loyal. Padahal secara internal dia di dalamnya juga sempat konflik perbedaan pemikiran dengan orang Ahmadiyah juga disitu.

Malam ini dia meninggal dengan tenang. Tidak ada penyakit yang menyiksanya sebelum ajal menjemput. Tidak ada kecelakaan satu apapun yang menimpanya. Hidupnya diakhiri dengan cara yang luwes. Dan pasti banyak orang yang berkunjung tuk layat karena pribadinya yang terkenal sopan santun dan agamis bahkan tergolong tertua di kompleks daerahku disana. Satu hal yang terus aku ingat tentang sikap kakek ku pada ku, yaitu dia adalah sosok yang tegas dari pada orang tua ku dalam hal tuk memerintahkan ku tuk menunaikan solat. Aku masih teringat wajahnya terakhir ku temui.
Innalillahi wa inna illaihi roji’un. Itulah paradigma dari Allah, siapa saja pasti akan kembali…. Aku sadar, ikhlas akan rasa kehilangan ini… hal ini ku sikapi bukan dengan kesedihan, tapi dengan ku renungi…. Bahwa kelak aku juga pasti akan kembali…. Selamat jalan kakek ku… aku akan senatiasa mendo’akanmu kakek, semoga diampuni segala dosanya dan diterima semua amal baiknya sebagai bekal yang cukup tuk membeli tiket masuk surga … aaaamiin.. dari Cucumu: Ganda Kurniawan

0 comments:

Post a Comment