Wednesday, September 26, 2012

Dari Setanjung ke Kalimasada [Part 9]


Kontrakan ar(t)my namanya, aku menemukan identitas kontrakan ini dari sebuah undangan yang ku temukan di atas cermin gantung di samping pintu. Sebenarnya itu adalah undangan Pameran Tugas Akhir 2012 dari anak-anak seni rupa yang diadakan di gedung B5 lt 1, bertemakan desain poster dengan aplikasi fotografi arsitektur kuna di Kota Yogyakarta sebagai media publikasi. Bisa diterjemahkan bahwa kontrakan ini tidak lain adalah dinastinya anak-anak jurusan seni rupa. Bagi orang-orang nama ar(t)my sudah menjadi representasi kontrakan milik anak-anak seni rupa. Ketika aku baru memesan air depot pertamakali di kontrakan ini, pegawai depot pun bertanya “ini kontrakannya orang-orang seni itu kan?”. Ternyata representasi itu sudah kondang di telinga orang-orang. Lambat-laun aku lama tinggal disini berfirasat bahwa para penghuni kontrakan ini sudah bukan lagi sekedar mahasiswa, tapi para dedengkot-dedengkot atau gembong-gembong anak jurusan senirupa. Maksudnya adalah bahwa mereka sudah dikenal oleh kakak-kakak kelas mereka yang sudah lulus dan juga dikenal oleh adik-adik kelasnya hingga dijadikan sebagai tempat konsultasi kegiatan kampus, karya seni dan bisnisnya. Dengan catatan mereka terkenal bukan karena kecerdasan intelektualnya atau prestasinya, tapi  terkenal karena keluasan pergaulan dan gaya hidup yang freedom nya. Jika diibaratkan jurusan sejarah maka dedengkot-dedengkot yang dimaksud sama halnya seperti Winarso, Feby, Aris, Marwan, Nanang, Harry. Lihat, mereka tidak cukup cerdas dalam kuliah, namun seringkali mereka tetap menjadi tempat tongkrongan adik-adik kelas bahkan mahasiswa jurusan lain. Beda dengan dedengkot macam Erika, Artha, Annas, Eny, Riesty, Revita mereka terkenal karena kerajinannya, IP nya yang tinggi namun mereka adalah orang bertipe fast and arrogant, sama sekali berbeda dengan apa yang dimaksud sejiwa dengan ar(t)my.

Meski terkenal kontrakan anak-anak seni rupa namun nyatanya tidak semua penghuninya dari jurusan seni rupa. Sepanjang yang aku kenal ternyata didalam ada Agus Vespa, dia seangkatan denganku namun ia dari jurusan Sosiologi-Antropologi, aku mengenalnya karena dia juga mantannya Pinky. Konon di Sos-Ant ada banyak yang namanya Agus, sehingga setiap Agus ada sebutannya sendiri-sendiri seperti Agus Pinter, Agus Bodho dan Agus Vespa, nah yang satu kontrakan denganku adalah Agus Vespa atau Agus Nur Fuadi, ia adalah pecinta vespa sejati dan aktif dalam komunitasnya. Teman sekamarnya juga bukan dari seni rupa, namanya Eqy. Meski aku tak tahu dia kelahiran tahun berapa namun aku memanggilnya “Mas Eqy” dari jurusan Menejemen. Aku dulu sempat bertemu dengannya di salah satu fotocopyan, kini aku baru tahu ternyata dia tinggal disini. Melihat mas Eqy memang cukup menarik perhatian, bagiku dia tampan dan sangat kharismatik. Memang bingung untuk meyakinkan bagaimana dia bisa dikatakan tampan, karena secara logika dia tidak berkulit putih bahkan lebih gelap dari kulitku, badanya juga tidak tegap atletis, hanya saja dia memeiliki jambang yang lebat. Jadi memang cukup aneh tapi bisa diibaratkan saja kopi, kopi adalah buah yang gosong, hitam dan pahit tapi ia menjadi minuman yang sangat special jika diberi gula. Begitu juga dengan mas Eqy, meski jika dipikir dengan otak kiri (kritis-analitis) dia sudah jelas-jelas berkulit gelap dan berjambang lebat, namun dengan pikiran bawah sadar aku yakin orang-orang akan banyak yang menganggapnya tampan dan kharismatik. Jika dikira-kira dia memang seperti blasteran keturunan Persia dengan Spanyol.

Penghuni non seni rupa yang lain yaitu ada Winarso dan Mas Kingkong (Wawan Budiharjo). Kamar mereka berdua inilah yang aku huni saat ini. Mereka memanfaatkan kontrakan ini hanya untuk transit barang-barang mereka, selebihnya terbengkalai. Karena mereka berdua lebih mencintai tinggal di PKM FIS. Selain di PKM FIS labih banyak teman sehobby nya, disana juga dekat dengan kampus. Winarso sempat mencoba betah tinggal di ar(t)my, namun lama kelamaan ada rasa bersalah dari dirinya karena suasana kontrakan yang nyaman dan tenang ini membuatnya malas untuk ke kampus dan itu berlarut-larut hingga ia sangat sering membolos tidak masuk kuliah. Sedangkan mas Kingkong rasanya ia tidak mau lepas pergaulan dengan anak-anak KSG dan Geografi, selain itu dia juga punya bisnis jual beli online barang-barang outdor, namun posisinya sebagai perantara saja bukan pemilik barang dagangan. Sistemya ia menjualnya di website sehingga dia merasa jangan sampai terlewatkan permintaan pembeli di internet dan ia setiap beberapa jam sekali harus online, nah PKM adalah gudangnya sinyal Wifi gratis, tidak seperti di kontrakan ini, makanya ia betah tinggal di PKM. Satu alasan mengapa mereka memilih kontrakan ini sebagai tempat barang-barangnya, yaitu karena biayanya yang sangat murah yaitu Rp.5.000.000/tahun dibagi 10 orang jadi Rp.500.000/tahun/orang, coba apakah ada yang lebih murah dari ini?

Teman seni rupa pertama yang ku kenal adalah mas Santo, dia sudah alumni dan sekarang mengajar di SMP Kesatrian Semarang. Rupanya disini dialah yang paling dihormati dan dipercaya sebagai pemegang administrasi pembiayaan kontrakan seperti air dan listrik. Rupanya dia pacarnya Kirana (Sejarah 08), dan rupanya lagi dia adalah TL KKL pertamaku ketika ke Karanganyar-Jogja, hanya saja dia menjadi TL di bus A dan aku di bus B sehingga aku tidak mengenalnya sebelumnya, namun pantas saja banyak kawan-kawan Sejarah 2008 yang mengenalnya rupa rupanya karena itu. . . .

(bersambung)

Ar(t)my Jl.Kalimasada, 26.09.2012
Agus (Naik Vespa biru), Mas Eqy (kemeja kotak-kotak)
Agus (Naik Vespa biru), Mas Eqy (kemeja kotak-kotak)

0 comments:

Post a Comment