Tuesday, June 28, 2011

Catatan seorang Pendiam 28 Juni 2011


Sayangnya aku dapatkan buku ini disaat situasi banyak tekanan waktu seperti sekarang. Ini penting dan sangat menarik membahas soal Tokoh-Tokoh Besar Ekonomi. “Ini adalah buku mengenai beberapa orang yang secara aneh patut mendapat penghargaan” kata Robert L. Heilbroner orang yang mengarangnya.  Dalam buku-buku sejarah di sekolah rasanya  tokoh-tokoh besar ekonomi hampir tidak ada artinya (kecuali Karl Marx, yang paling kontroversi). Para ekonom ini tidak pernah memimpin pasukan perang, atau menduduki singgasana Kekaisaran. Bagi sejarawan mungkin menganggap mereka sangat sedikit sekali menentukan jalanya sejarah.

Karena mambahas ini aku terpaksa harus sedikit membuka tentang “Underground Sejarah” yang selama ini hanya banyak diketahui oleh aku dan Furqon saja di Jurusan. Ini bukanlah sebuah distorsi sejarah, tapi mengkerdilkan urgensi salah satu bidang sejarah dan meraksasakan urgensi sejarah yang lain.

Konspirasi telah membentuk kebiasaan bahwa para pemikir ekonomi bukalah hal yang penting. Aku menegrti mengapa bagi Orang Yahudi ilmu ekonomi adalah hal yag wajib. Mereka minoritas tapi terkenal cerdas dan kaya luar biasa. Dinasti Rothschild, Lehman Brothers, Rockefeller dll.

Hingga kini orang-orang tak kunjung sadar bahwa masalah ekonomilah yang sebenarnya telah merobek-robek dunia ini. Tak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya semua manusia memiliki nafsu untuk meraih kekayaan. Masalah politik tentang pertumpahan darah perebutan kekuasaan atau berebut hegemoni bukan apa-apanya dari apa yang dilakukan oleh para ekonom ini. terlalu berfikir soal ekomomi berarti ia semakin duniawi.

Membuat simpul antara Sejarah dengan Sastra bagiku hanya sedang berbagi Green Tea dengan orang orang sekitar.Bagiku membuat simpul yang kuat antara Sejarah dengan Ekonomi rasanya seperti sedang menyimpan satu gentong Red Wine (semakin lama disimpan semakin nikmat) yang akan ku minum diam-diam sendirian. Itulah kenapa aku dan Furqan senang jika suatu sejarah lebih nikmat jika dikonsumsi diri sendiri. Penuh teka-teki yang panjang.

Waktu SMA aku sempat respect dengan pelajaran Ekonomi. Kelas XI C dimana aku baru saja mengakhiri zaman kenakalan (tidak diketahui orang tua). Bu Hartini mempercepat peralihan ini dengan menunjukku sebagai delegasi peserta Lomba untuk mapel Ekonomi. Pertama adalah lomba 7-Mapel dan yang kedua adalah Pra Olimpiade Ekonomi. Aku tak pernah juara, dan akupun sebenarnya masih bingung mengapa aku yang ditunjuk yang konon dikira Kuda Hitam, bukan menujuk mereka yang terus bertahan di papan atas prestasi seperti Didik, Undiarti, atau Erna.

Aku dulu sampai hafal soal teorinya Adam Smith, Karl Marx, J. Maynard Keynes, Robert Malthus, David Ricardo dll. Aku selalu memilih Dwi Yuni sebagai partner lombaku, dia cerdas, pandai bicara dan manis agak mirip Tasya.
Itulah detik-detik aku sadar akan ilmu ekonomi. Aku ingin seperti orang-orang Yahudi yang tak bisa dibodohi soal ekonomi. Tentu saja kebingungan memilih antara menjadi orang materialis atau idealis, itu adalah permasalahan klasik. Dan masalah ekonomi modern adalah bertanya “What, How Much, How, and For Whom”

0 comments:

Post a Comment