Sunday, June 26, 2011

Catatan seorang Pendiam 26 Juni 2011


Belajar  dan belajar, trial and error. Itu tragedy hari ini. seperti koki yang sedang coba-coba masakan menambahkan bumbu ini-itu untuk menemukan rasa terbaik. Atau seorang pujangga yang sedang menulis sebuah surat cinta di kertas, ketika kata-katanya kurang indah maka kertas itu diremasnya dan dibuang ke tong sampah, dilakukan berulang-ulang sampai ia benar-benar tercipta kata-kata cinta yang brilian.

Tapi itu hanya perumpamaan saja. Ribuan detik ku lalui hari ini dengan mencoba-merancang video dari dengan serangkaian foto. Mencoba efek ini itu untuk mendapatkan hasil yang terbaik, belajar bagaimana cara memakai suatu program menu demi menu, tab demi tab dan klik demi klik. Hari ini aku mengadu  dua software yang sebanding dan sejenis yaitu VideoPad Professional VS AVS Video Editor. Tak ada yang menang, hanya ternyata bisa saling melengkapi.

Entah kenapa aku terlampau peduli dengan semua ini yang kadang justru menyulitkan diri sendiri. Mungkin sudah menjadi reflek. Dan mungkin juga teman-teman memanfaatkan sifatku ini untuk mempermudah diri mereka. Itulah kenapa aku kembali ditunjuk lagi  sebagai ketua, ketua kelompok perancang video pembelajaran. Padahal sebelumnya aku tidak handal soal hal TIK seperti ini.

Aneh . . . .dikelas aku hanya orang yang pendiam. Aku juga kadang tidak tahu sebenarnya kapan aku menunjukan diri kalau aku anak pintar. Tugas yang tugas, presentasi ya presentasi. Berjalan seperti biasa. Lagipula banyak juga mereka yang nilainya lebih tinggi dariku. Bukankah mereka sering melihatku di kelas. Mereka sering melihatku kalau aku juga mahasiswa yang 4D (Diam, Duduk, Dengarkan ,Domblong), malah kadang juga tertidur??.

Aku tak pernah sekalipun mengajukan diri menjadi pemimpin mereka. Pikiranku jelas berbeda dengan SBY, Obama, Hitler atau presiden-presiden lain yang mati-matian merayu rakyat untuk memilihnya menjadi pemimpin.

Tapi apa yang kita lihat dari kisah seorang Triono Budi Sasongko (mantan bupati Purbalingga) berbeda dengan mereka. aku pernah membaca biografinya pak Tri waktu SMA. Pak Tri mencalonkan diri menjadi bupati Purbalingga bukanlah karena keinginan sendiri, tapi karena permintaan dari rakyatnya, tak heran jika bertahan selama 10 tahun menduduki singgasana mantan Kadipaten Wirasaba ini.

Dari kisahku dan paradigma penunjukan kepemimpinan ini aku jadi mengerti , bahwa ternyata rakyat lebih suka orang yang memiliki “Legitimasi” daripada orang yang memiliki aura “Penguasa”. Kata dosen Sejarah Politikku “orang yang punya Legitimasi (keabsahan) pasti dia memiliki kekuasaan, sedangkan mereka yang punya kekuasaan belum tentu dia memiliki Legitimasi (belum tentu disukai rakyat).  

0 comments:

Post a Comment