Friday, May 23, 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NAIK BELUM TENTU SEHAT


Mirza Adityaswara (tengah) didampingi Kepala BI perwakilan Purwokerto
 (Rahmat Hernowo) dan Jateng (Sutikno) 
PURWOKERTO- Sejauh ini paradigma masyarakat mengatakan bahwa setiap pertumbuhan makro ekonomi yang naik selalu dinilai positif. Padahal tidak mesti demikian, seperti yang disampaikan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara dalam kuliah umum di Gedung Rudhiro Fakultas Unsoed kemarin (23/5). Menurutnya pertumbuhan ekonomi yang ngebut itu justru lebih berpotensi terjadi chaos atau kekacauan. Jadi yang terpenting adalah menjaga stabilitas ekonominya.

"Pertumbuhan ekonomi yang terlalu pesat juga memiliki dampak yang kurang baik. Sejumlah sektor akan mengalami kenaikan harga, ketika masyarakat tidak bisa menjangkau bisa terjadi revolusi atau reformasi kembali. Ibarat ngebut jadi ketika ada persimpangan salah jalan, atau mungkin bisa menabrak sesuatu dan beresiko," ungkap Mirza saat mengisi kuliah umum yang bertajuk Perkembangan terkini, tantangan dan prospek ekonomi Indonesia kemarin.

Pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat akan menimbulkan kenaikan harga-harga khususnya properti. Disamping itu juga bunga kredit akan membengkak sehingga menyebabkan kredit macet. Harga barang akan lebih cepat naik. Disamping itu juga masalah polusi. Pihaknya belajar dari negara Cina. Negara tersebut dalam kurun beberapa waktu ini bisa menaikan pertumbuhan ekomoni diatas 10% yang akibatnya menuai kritik karena menjadi terlalu banyak polusi ini.

"Pertumbuhan ekonomi yang baik adalah pertumbuhan yang tidak menyebabkan ekses, pemerintah harus mengendalikan harga barang ini. Adakalanya memang pertumbuhan ekonomi harus direm. Stabilitas terus dijaga jangan sampai hutang membengkak," teragnya.

Pihaknya menargetkan tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa naik sekitar 5,6% -5,7%. Sementara pada tahun 2013 kemarin target memang belum sesuai harapan BI yaitu hanya 5,21 saja.

Sejauh ini Indonesia juga masih tergantung dengan Cina soal pemasaran Batubara. Cina yang sedang mengerem pertumbuhan ekonominya hingga menjadi sekitar 7,5% ini ternyata turut berpengaruh terhadap turunya permintaan dan turunya harga batubara yang diimpor dari Indonesia. Sehingga Indonesia tengah mengalami defisit, akrena ekspor lebih rendah daripada impornya.

"Karena defisit kita juga akhirnya hutang. Peran dari BI sendiri adalah menaikan suku bunga, meskipun pahit tapi itu cukup efektif untuk mengurangi kemampuan mengimpor khusunya untuk barang yang tidak begitu dibutuhkan. Disamping itu juga dengan melemahnya rupiah juga cukup menguntungkan karena juga bisa mengerem impor. Lebih baik memang rupiah melemah tapi stabilitas terjaga daripada rupiah menguat tapi kondisi ekonominya kurang sehat, jadi ini paradigma baru yang harus dipahami," katanya. (gan)

Ganda Kurniawan, jurnalis Banyumas Ekspres (Jawa Pos Group)

0 comments:

Post a Comment