Wednesday, June 11, 2014

Tak ada puasnya

Semua orang ingin enaknya saja, tanpa ingin merasakan pahitnya awal perjuangan. Hari ini akhirnya teman lamaku jujur, dia ingin kembali jadi wartawan. Janwar Priadi.

Dia dulu keluar tak tahan betapa pahitnya masa-masa pendidikan awal jadi wartawan. Berangkat pagi, pulang jam 11 malam.Akhirnya ia sesekali mbolos, dan gajinya dikurangi. Dia keluar, sedikit marah dengan tidak mengembalikan caz kamera titipan perusahaan. Dia tak tau, selepas beberapa hari kemudian bos Feldi yang feodalis itu selesai mendidik kami. Kemudian kami bebas lepas jadi wartawan, bebas tentukan tema berita sendiri. BanPres sudah minimalisir impor berita dari RadarMas.

Janwar tengah kesulitan lagi bekerja di tempat lain. Ingin jadi wartawan lagi, tapi kali ini ingin jadi koresponden Banjarnegara, biar tak bertemu Feldi lagi mungkin. Wartawan biasanya harus betul-betul punya SDM tinggi dan berkarakter. Dia mungkin sudah tak dipercaya lagi. Kenangan lama.

Aku dengar pepatah. "Kau putuskan berhenti di tengah jalan, tak tahu padahal selangkah lagi ada kebahagiaan". Ini doktrin, agar kita pantang menyerah. Ada nyatanya ada tidaknya.

Betul apa kata kawanku, Fajar. Kerja di swasta seperti dikebiri tak lagi berminat wirausaha. Hilang semangat tuk mandiri. Aku jadi bingung, mau usaha apa yang sekiranya bisa ungguli gajiku sekarang.

Orang tua selalu sepelekan wirausaha untukku. Padahal mereka wirausaha bisa punya penghasilan lebih dariku. Apa mereka inginkan aku lebih rendah daripada mereka?.LUCU!!!

Dua elemen itu telah mengkebiri aku dari kewirausahaan. Sebenarnya yang paling dibutuhkan adalah melawan arus. Salah satu ikhtiarnya adalah semangat subuh dan jauhi maksiat. Aku yakin itu pintunya. Tapi sekali lagi itu butuh doktrin dan asupan sugesti-sugesti hypnosis yang masuk ke pikiran kita. Siapa yang bisa???

Hidayah

0 comments:

Post a Comment