Saturday, February 13, 2016

Wirasaba : Dari Pusat Kadipaten Hingga Pembangunan Bandara III*

Rencana Pembangunan Bandara WIrasaba Terkatung-katung 10 Tahun


Oleh : Ganda Kurniawan

Terpecahnya Kadipaten Wirasaba pada tahun 1582 menjadi 4 kabupaten membuat kiprah dan nama Wirasaba menjadi redup. Disamping itu juga tidak/belum ditemukan kembali historiografi yang menuliskan bagaimana kelanjutan wilayah Wirasaba yang saat itu dipasrahkan kepada Ngabehi Wargawijaya. Adipati Wargautama II (Adipati Wirasaba ke-7) alias Jaka Kahiman lebih memilih pulang ke daerah asalnya yaitu, Kejawar, Banyumas bahkan hingga kini terkenal sebagai tokoh pendiri Kabupaten Banyumas.

Terpecahnya Kadipaten Wirasaba ini juga belum menjadi patokan tentang berdirinya Kabupaten Purbalingga. Kisah mengenai berdirinya Kabupaten Purbalingga justru menggunakan patokan Babad Onje dan Babad Purbalingga yang usianya 2 abad lebih muda dibanding Kadipaten Wirasaba. Hanya saja sejauh ini ada sejumlah peninggalan sejarah yang berkaitan dengan trah WIrasaba. Diantaranya adalah Pendopo Djayadiwangsa. Tokoh Djajadiwangsa terkenal sebagai pengusaha kaya dari hasil bertani dan berkebun, ia dianggap masih memiliki darah keturunan dari Adipati Wirasaba. Tidak kalah menariknya juga adalah pendopo Tirtasena, bangunan kuno ini adalah eks kediaman Eyang Titrasena (1873-1940) menantu dari Ki Djajadiwangsa.

Sementara untuk Bandara Wirasaba, diketahui mulai eksis tahun 1938 Dibangun oleh Belanda sebagai upaya Belanda mempercepat mobilitas ke wilayah Karesidenan Banyumas. Saat itu sudah ada rel kereta api yang menghubungkan Jakarta – Cirebon – Purwokerto – Purbalingga – Banjarnegara – Wonosobo. Juga lintasan Purwokerto – Kroya – Jogjakarta. Namun rupanya belum cukup  bagi Belanda, sehingga di wilayah ini pun dibangun pangkalan udara. Dipilihlah suatu lokasi di Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga, untuk dibangun pangkalan udara.

Tahun 1942-1945 bandara dikuasai oleh Jepang. Tahun 1945-1947 Dengan bertekuk lututnya Jepang, Pangkalan Udara Wirasaba dikuasai oleh pemerintah RI (TNI AU) dengan Komandan yang pertama adalah Sersan Mayor Udara Soewarno. Tahun 1947-1950 Setelah Jepang bertekuk lutut, maka Belanda kembali akan merebut Republik Indonesia. dengan tidak adanya pasukan Pertahanan Pangkalan di Pangkalan Udara Wirasaba, maka dengan mudah Pangkalan dikuasai Belanda.

Tahun 1950, dengan takluknya Belanda pada waktu itu, maka Pangkalan udara Wirasaba diserahkan kembali kepada Pemerintah RI (TNI AU) dengan Komandan yang kedua (yang menerima penyerahan dari Belanda) adalah Opsir Muda Oedara (OMO) Warim. Dalam bulan Juni 1946 Opsir Udara II H.Sujono bersama KASAU Komodor Udara Suryadi Suryadarma terbang ke Wirasaba (Purwokerto) untuk membuka secara resmi lapangan udara tersebut.

Dirintis 2006
Langkah yang telah ditempuh untuk mewujudkan Lanud Wirasaba sebagai bandara komersial sudah dirintis sejak 2006 dengan melakukan studi kelayakan terhadap pengembangan Lanud Wirasaba. Selanjutnya, pada 2007 dilakukan penyusunan rencana induk pengembangan (RIP) "master plan" Lanud Wirasaba dan pada tahun itu pula Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) mengeluarkan izin pemanfaatan Lanud Wirasaba menjadi bandara komersial yang tertuang dalam surat KSAU tertanggal 30 April 2007.

Rencana pengembangan Lanud Wirasaba menjadi bandara komersial berlanjut pada 2008 dengan penyusunan "Detail Engineering Design (DED) yang selanjutnya dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan kemudian ditetapkan dalam Peraturan Daerah Purbalingga Nomor 5 Tahun 2011.Rencana pengembangan Lanud Wirasaba menjadi bandara komersial pun telah dipaparkan di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan pada Juli 2011.

Tekat Pemerintah Kabupaten Purbalingga untuk mewujudkan rencana pengembangan Lanud Wirasaba menjadi bandara komersial inipun semakin bulat setelah adanya pertemuan 12 bupati/wali kota dari wilayah Jateng bagian selatan dan barat di Purbalingga awal Februari 2012 silam yang dimotori Bupati Banyumas Mardjoko. Pertemuan 12 kabupaten/kota wilayah Jateng bagian selatan dan barat, kita sudah sepakat untuk mengembangkan Lanud Wirasaba, guna menunjang perkembangan ekonomi dan pariwisata. Pengembangan landasan pacu di Lanud Wirasaba dinilai masih sangat memungkinkan, jika dibanding perpanjangan landasan Bandara Tunggul Wulung Cilacap.

Tahun 2013 ketidakjelasan persetujuan dari Kemenhub dimulai. Kabar yang sering beredar bahwa Kemenhub masih mempertimbangkan sudah adanya Bandara Tunggul Wulung. Tahun 2014 izin pemanfaatan Lanud Wirasaba menjadi bandara komersial diperpanjang, karena sudah kadaluarsa, demikian pula DED dari tahun ke tahun terus diperbaharui. Tahun 2015 pihak Pemprov dan lima Pemkab sempat bosan karena belum adanya persetujuan dari Kemenhub, sehingga sempat mewacanakan plan B yakni mengganti lokasi lain sebagai rencana pembangunan Bandara yakni Desa Karangcengis Kecamatan Bukateja.

Masa pemerintahan Penjabat Bupati Purbalingga Budi Wibowo kembali meyakinkan lokasi rencana Bandara tetap di Wirasaba mengingat lokasinya yang strategis dan sudah ditunjang Jambatan Linggamas sebagai penguhubung cepat antar kabupaten. Hingga pada akhir 2015 terbentuk komitmen 5 Kabupaten yakni Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo dan Pemalang untuk menganggarkan dana cadangan masing-masing Rp 30 miliar guna persiapan pembangunan bandara Wirasaba. Dinhubkominfo Purbalingga sempat melelang kagiatan studi kelayakan (AMDAL) untuk Bandara WIrasaba, namun kegiatan tersebut gagal lelang.

Awal tahun 2016 kejelasan persetujuan Kemenhub mulai tampak yakni persetujuan lisan dari Menhub Ignasius Jonan melalui SMS kepada Gubernur Jateng. Namun demikian izin resmi belum diterbitkan dan masih ada beberapa tahapan tahapan yang harus dilaksanakan diantaranya izin dari Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu, Izin Prinsip Kemenhub dan MoU antara TNI AU, Pemprov dan Pemkab Pendukung.

Danlanud Wirasaba Letkol Nav Toni ST menjelaskan, kondisi runway yang ada saat ini sepanjang 850 meter dan masih berupa kebalan rumput. Runwai hanya bisa didarati pesawat jenis cassa dengan kapasitas 15 penumpang.Sedangkan dari DED yang telah disusun,runway akan dibangun sepanjang 1300 meter dengan ketebalan memadai untuk pendaratan pesawat jenis ATR 72 yang berkapasitas 70 penumpang."Sebagai langkah awal percepatan,sebaiknya anggaran awal diarahkan untuk pengerjaan runway sesuai standar yang ditetapkan kemehub," kata Danlanud.

?Sementara, Pj Bupati Kabupaten Purbalingga, Budi Wibowo mengatakan agar pengaktifan bandara wirasaba menjadi bandara komersil bisa dipercepat,maka sebaiknya dilakukan pembagian merata. "Supaya lebih enak pembagiannya, Wirasaba menjadi UPT nya Menteri Perhubungan meski secara wilayah aset tersebut milik TNI AU. Jadi secara? total dana untuk membangun dianggarkan dari APBN."katanya.

Sementara,untuk pengelolaanya  diserahkan kepada pemerintah pusat melalui Dirjen Perhubungan Udara yang bekerjasama dengan pihak ketiga seperti Angkasa Pura. Sedangkan Kabupaten pendukung akan mengambil sisi ekternalitasnnya atau multiplayer efeknya, seperti pengadaan perhotelan,jasa Angkutan dan lain-lainnya.(*)

*)Dimuat dalam surat kabar Harian Banyumas, edisi 9 Februari 2016

1 comments: