Monday, February 28, 2011

HUBUNGAN ANTARA IDEOLOGI SEBUAH NEGARA, GLOBALISASI DAN PEMBOBOLAN DOKUMEN WIKILEAKS


Oleh: Ganda Kurniawan

Pada dasarnya semua ideology bersifat ekspansionis baik itu ideology yang dari lahir bersifat tertutup maupun yang terbuka. Semua ideology menginginkan sebuah lebensraum atau ruang gerak yang luas dalam menjalankan ideologinya. Dan semua ideology pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu pengerukan keuntungan yag sebesar-besarnya. Jika pada abad 20 secara konkrit perbedaan ideology Negara ini menjadi hal yang sengit untuk dijelaskan sehingga barangkali rentan terjadi suatu peperangan atau sebuah konflik saling bersitegang.
Sifat ekspansionis dari sebuah Negara bermula pada Perang Dunia ke II. Faham Fasisme yang berporos Berlin-Roma-Tokyo ini dipandang sebagai pemicu perusak ketenangan. Negara fasisme (Jerman, Italia, Jepang) ini bersatu memiliki tujuan yang sama yaitu Lebensraum mencaplok Negara-negara yang “tidak berdaya” untuk bergabung dalam lingkupnya. Pada dasarnya garis besar Fasisme adalah menyatukan semua Negara dalam satu ideology satu ikatan tanpa perbedaan serta dipimpin dalam suatu rezim yang dijadikan Superprioritas. Negara besar seperti Inggris, Amerika, Prancis dan Uni Soviet yang tidak terima dengan pencaplokan Negara-negara kecil yang menjadi sekutunya maka fasisme terpaksa harus ditumbangkan. Setelah hancurnya fasisme maka ideology yang lainpun merasa lebih kuat karena sama-sama telah berhasil melenyapkan fasisme, ideology tersebut adalah Kapitalisme-Liberalisme dan Sosialisme-Komunis mereka saling berebut roti kekuasaan atas Negara-negara untuk menjadi sekutunya. Akibatnya mereka harus bersitegang untuk saling menunjukan tajinya siapa penguasa yang sebenarnya antara Kapitalisme-Liberalisme dengan Sosialisme-Komunis. Sebagai titik kulminasinya Kapitalisme-Liberalisme menjadi pemenang dan merasa bertindak sebagai polisi dunia.
Kemenangan Liberal-kapitalisme ini membuat ruang hidup paham ini semakin meluas. Dengan kata lain semakin banyak Negara yang bertindak sebagai pengikutnya maka semakin besar pula kemungkinan hidupnya, semakin mudah mempengaruhi agar tetap terjaganya keutuhan Negara, serta semakin mudah memperoleh sumber daya yang dibutuhkan. Hampir Negara-negara dibawahnya yang seideologi otomatis akan saling rekat dan sangat mudah untuk bekerjasama. Dengan sangat munimnya sekat-sekat pemisah antar Negara dalam Lebensraum inilah yang memungkinkan terjadinya Globalisasi.
Keunggulan dan kemenangan kapitalisme memang sangat mengesankan. Lebih dari dua abad setelah terbitnya buku The Wealth of Nation karya mahaguru kapitalisme Adam Smith, sistem ekonomi kapitalistik berhasil mengalahkan semua pesaingnya dari ideologi lain. Pada akhir Perang Dunia II, hanya dua kawasan bumi yang tidak komunis, otoriter, atau sosialis, yakni Amerika Utara dan Swis. Kini selain kita menyaksikan negara-negara komunis rontok satu demi satu, hampir tak ada satupun negara yang saat ini bebas dari Coca-cola, McDonald, KFC dan Levis, lambang supremasi corporate capitalism yang menguasai sistem ekonomi abad 21.
Namun demikian, setelah kapitalisme memonopoli hampir seluruh sistem ekonomi, kini semakin banyak pengamat yang menggugat apakah sistem yang didasari persaingan pasar bebas ini mampu menjawab berbagai permasalahan nasional maupun global. Sejarah juga menunjukkan bahwa kapitalisme bukanlah piranti paripurna yang tanpa masalah. Selain gagasan itu sering menyesatkan, terdapat banyak agenda pembangunan yang tidak mengalir jernih dalam arus sungai kapitalisme. Masalah seperti perusakan lingkungan, meningkatnya kemiskinan, melebarnya kesenjangan sosial, meroketnya pengangguran, dan merebaknya pelanggaran HAM serta berbagai masalah degradasi moral lainnya ditengarai sebagai dampak langsung maupun tidak langsung dari beroperasinya sistem ekonomi kapitalistik.
Tindakan ekspansionis tersebut dari kapitalistik semakin terlihat disembunyi-sembunyikan. Segala strateginya dan konspirasi-konspirasi untuk menguasai Negara-negara yang belum dikuasai harus disimpan secara hati-hati. Dapat dikatakan bahwa kapitalisme memang bercirikan “tidak mengenal belas kasihan” dalam hal merauk keuntungan. Kalau tidak dirahasiakan maka akan terlihat sekali keburukan dari paham kapitalisme ini dan memungkinkan untuk Negara yang menjadi sekutunya melepaskan diri.
Setrategi yang ditutup-tutupi mengenai proyek kapitalisme tersebut mengingatkan kita pada kasus pembobolan rahasia tersebut oleh Wikileaks. Wikileaks saat ini sedang menjadi pemberitaan hangat di berbagai media massa dunia dan juga di media massa Indonesia. Inti pemberitaan mengenai Wikileaks adalah tentang pembocoran dokumen rahasia Amerika Serikat yang dipublikasikan melalui media ini.
Dalam dokumen rahasia milik Amerika Serikat yang terkuak melalui situs WikiLeaks diantaranya seperti misi Amerika Serikat untuk menjalankan kampanye intelijen rahasia yang ditargetkan pada pimpinan PBB, termasuk Sekretaris Jenderal PBB dan para wakil anggota Dewan Keamanan PBB dari Cina, Rusia, Prancis dan Inggris. Bahkan, AS berusaha untuk mengetahui kata sandi dari jaringan komunikasi, jadwal kerja dan informasi pribadi lainnya.
WikiLeaks pernah mengancam akan membocorkan data-data penting CIA. Wikileaks tampaknya tidak main-main dengan pernyataan itu. Secara spesifik, Wikileaks menyatakan akan membocorkan data penting CIA. Namun, Wikileaks masih menyembunyikan berkas yang akan diungkapkan itu. Beberapa sumber percaya Wikileaks akan membuka "Diary Perang Afghanistan." Data-data serta rahasia terdalam pihak Pentagon dan CIA dalam kaitannya dengan perang berkepanjangan di Afghanistan. Wikileaks juga mengungkapkan pihaknya masih memiliki 15 ribu dokumen "terlarang" dan rahasia.
Perang dan politik yang diterapkan oleh Amerika Serikat tidak lain ujung-ujungnya adalah ambisi ekonomi. AS mencoba menancapkan hegemoni di Negara-negara yang belum dikuasai seperti didaearah Timur-Tengah yang kaya dengan Minyak dan semua harus dikuasai dengan berbagai cara untuk diamini dan didukung berbagai pihak. Salah satunya juga dengan mempengaruhi PBB.

0 comments:

Post a Comment