Tuesday, May 31, 2011

Catatan seorang Pendiam 31 Mei 2011


Rambutku hari ini terlihat acak acakan. Terlihat seperti Einstein tau seorang professor yang banyak berfikir untuk menemukan rumus. Tentunya ini ada sebab-akibat. Aku lupa tak manunaikan Sholat Isya. Gel yang ada dirambut yang aku oles sesudah Maghrib belum hanyut oleh air Wudlu. Masih menempel seolah terus mengajak rambut tetap siap. Hingga ketika bangun tidur, rambutku sudah seperti pohon bambu yang habis diterpa badai.

Sedikit ku abaikan. Malah saya rasa dengan rambut yang kaku seperti ini akan lebih menghayati Novel yang sedang saya baca ini yang memvisualisasikan tokoh Utamanya si Ikal yang rambutnya sama denganku sekarang ini. Ditambah lagi tubuhnya yang kurus dan berkulit agak gelap.. ahh rasanya itu aku sekali. Tapi Mimpiku tak setinggi mimpinya. Yah benar, Novel “Sang Pemimpi”. Semangatnya berubah menjadi realistis ketika ditiup oleh impian-impiannya. “Jelajahi kemegahan Eropa sampai ke Afrika yang eksotis. Temukan berliannya budaya sampai ke Prancis. Langkahkan kakimu di atas altar suci almamater terhebat tiada tara: Sorbonne. Ikuti jejek-jejak Sartre, Louis Pasteur, Montesquieu, Voltaire. Disanalah orang belajar science, sastra dan seni hingga mengubah perdaban……..”

Setiap peristiwa di jagat raya ini adalah potongan potongan mozaik. Akan tetapi bagiku tak ada bedanya dengan potongan kaca yang berwarna-warni. Terserak disana-sini, tersebar dalam rentang waktu dan ruang-ruang. Namun, perlahan ia akan bersatu membentuk lukisan indah, sebuah seni ‘Fresko’. Sebuah seni dekorasi yang sudah ada semenjak peradaban Pulau Creta, kata Bu Nina. Mozaik-mozaik itu akan membangun siapa dirimu dewasa nanti…. Maka berkelanalah diatas muka bumi ini untuk menemukan mozaikmu.

Kata-kata diatas bagaikan awan putih terus mengikutiku diatas kepala, hari ini. Sepenuhnya aku yakin, Allah tak mutlak memegang kendali akan nasib manusia di dunia. Manusia adalah makhluk bebas untuk menemukan mozaiknya sendiri. Maka akan terbentuk watak dan kepribadiannya. Jika Allah sudah mengkaruniakan watak dan kepribadian manusia dari lahir rasanya kurang adil. Karena muncul pendosa dan si alim. Jika Allah menciptakan pendosa dan (sesuai janjinya) ia akan dijebloskan ke Neraka. Buat apa menciptakan manusia kalau Ia sendiri mentakdirkannya untuk masuk neraka, bukankah diskriminasi?. Allah tentu tidak begitu.

Bagaikan penggembala yang melepas kambingnya untuk mencari makan sendiri. Kambing itu terpencar kemana-mana. Kelak pertmbuhannya berbeda-beda karena nutrisi makanan yang mereka dapat berbeda-beda. Apa yang mereka makan, apa yang mereka pilih itulah bagian dari mozaik. Sebuah pengalaman yang akan membentuk diri.

Apa yang aku perbuat sekarang, akan menggema dan membentuk masa depanku. Dengan begitu Aku tidak akan menyalahkan Allah ketika aku gagal nanti. Aku sadar dan menyalahkan diriku sendiri akan bodohnya strategi yang diambil. Jadi bagiku orang miskin bukanlah sebuah takdir, akan tetapi itu adalah ulah sendiri baik dari dirinya maupun generasi sebelumnya yang mewarisi. Sebuah hubungan sebab-akibat.

Banyak pengetahuan dan pengalaman hidup yang sangat bermanfaat yang ku dapatkan di luar bangku sekolah, diluar bangku kuliah. Jadi aku tak heran mereka yang tidak sekolah dan kuliahpun juga banyak yang bisa sukses.

0 comments:

Post a Comment