Sunday, May 29, 2011

Catatan seorang Pendiam 29 Mei 2011


Sedikit membuka mata, berharap aku belum telat melihat sunrise. Bangkit dari tidur beralaskan tikar diatas pasir tak beratap. Ternyata masih pagi buta. Aku hanya teringat sesuatu akan suasana fajar seperti ini. Teringat tokoh Hans dalam film GIE yang dibunuh waktu pagi buta di salah satu pantai di Bali. Ditembak dari belakang dengan tangan terikat dan mata jauh memandang lautan. Itu adalah pertama kalinya ia melihat pantai yang semenjak kecil sudah ia inginkan. Ia dibunuh karena keikutsertaannya manjadi bagian dari Partai Komunis Indonesia. Tepat sekali warna awan dan suasananya seperti ini ketika ia sedang dieksekusi. Rasanya sia-sia sekali, mati sebagai korban atas sengitnya percaturan politik.

Untunglah aku tak hidup di jaman itu. Aku hidup dikala Amerika sudah mengajak banyak Negara untuk merdeka. Warna awan ini masih terlihat mencekam, yang terlihat bukanlah barisan orang yang dieksekusi. Akan tetapi melihat mereka para peserta Pradiksar anggota baru KSG-SAC sedang digembleng, sedang dipaksa untuk push-up, sit-up dll sambil meneriakan kata KSG-SAC!!!. Itulah tantangan fisik yang dirasakan, agar nanti sudah terbiasa lagi ketika mendaki gunung.

Perlahan sangat pelan matahari menampakan diri hingga terang kan menjelang. Cahaya kelam mesra menyambut sang terang.

Aku tengah membaca “Sang Pemimpi”. Meski baru sepertinganya tapi aku mendapatkan sesuatu. Ayah dari tokoh utama Ikal dan Arai adalah seorang yang pendiam. Namun belasan tahun mereka menjadi anaknya, mereka belajar bahwa pria pendiam sesungguhnya memiliki kasih sayang yang jauh berlebih disbanding pria sok ngatur yang merepet saja mulutnya.

Ada benarnya juga. Kata ibuku ketika muda bapakku adalah orang yang pendiam dan kalem, ibuku agak tertarik kepadanya soal hal ini. kini Beliau telah menjadi bapakku, dan mewarisi karakter tak banyak bicara itu kepadaku. Beliau telah banyak menaruh perhatian penuh kepadaku. Dari SMP sampai sekarang beliaulah yang hampir selalu memberiku suplai uang saku. Kami bukanlah bagian dari golongan pegawai negeri/bangsawan. Tapi Ada keinginan yang kuat agar kelak aku menjadi orang yang lebih baik dari mereka. Tiap kali pulang dari Semarang seolah aku dianggap seorang pahlawan, seorang paling diharapkan. Maka kerap kali aku ditraktir makan enak sama bapak, ini adalah kesempatan yang terus berulang. Selalu ada kasih sayang dari sang pendiam, bapakku.

0 comments:

Post a Comment