Saturday, May 28, 2011

Catatan seorang Pendiam 28 Mei 2011


Sudah kuduga kami akan membahas apa yang tertempel di lengan kiri jaketku. Sudah telat 30 Menit Winarso mengjakku ikut rombongan anak-anak KSG yang akan melakukan penanaman pohon Mangrove massal di Pantai Tirang. Aku tak heran itu sudah jadi kebiasaanya untuk tidak terlalu tepat waktu, aku tahu persis karakter ini. Dia kaget ada Bandera Amerika Serikat di lengan kiriku. Seolah dia manganggap bahwa ini tersirat keinginanku untuk mengajaknya debat. Tapi sesungguhnya tidak.

Di warung makan bu Yayuk dia membahas tentang Negara ini. Aku tahu persis sesuatu yang ia generalisasikan setelah banyak belajar sejarah, meski secara otodidak. Dia sangat memuja model kenusiaan yang equality, dimana negera Komunis adalah kedoknya. Dia suka akan system ini karena dia sendiri menganggap dirinya adalah kaum proletariat (aku juga proletariat). Kalo kambali ke zaman perang dingin mungkin ia menjadi pemuja NEFOs, sama seperti bung Karno dan kawan-kawan Sayap Kirinya. Menganggap Negara Barat dengan julukan NEKOLIM. Baginya hingga sekarang menganggap AS lah biang keladi kebobrokan Indonesia saat ini. Pak Sodiq pun juga demikian beliau mencela Indonesia yang berkerjasama dengan AS.

Aku iri dengan Malaysia. Ia lebih muda dari Indonesia. Sama-sama Negara didominasi muslim. Sama-sama kiblatnya ke Negara Barat, tapi mengapa Indonesia sudah terinjak dibawahnya. Jadi Masalah kebobrokan Indonesia dihubungkan kongkalikong dengan Barat bukanlah sesuatu yang mutlak. Pasti ada yang tidak beres, bagiku adalah masalah watak yang terbetuk dari pengalaman individunya.

Aku kurang meyukai system komunis, karena begitu ekstrim. Konsep komunis adalah Progresif Revolusioner, alias revolusi adalah kewajiban. Semua dipaksakan agar tidak terjadi perbedaan. Tentunya ini adalah hal yang sangatlah sulit oleh karena itu komunis tetap menghalalkan kekerasan untuk mewujudkannya. “bukan menjadi masalah ketika dua per tiga masyarakat di dunia lenyap, asalkan yang sepertiganya adalah komunis” Kata Lenin.

Bagiku equality/ persamaan memanglah kaharusan ketimbang berfikir soal individualism. Tapi tentunya hal ini akan lebih baik jika dipancing dan datang sendiri melalui kesadaran, bukan dilakukan secara revolusi yang brutal. Akupun cukup menyadari bahwa hakikat kita hidup tidaklah untuk diri sendiri saja tapi juga untuk orang lain, inilah yang banyak orang menyebutnya sebagai “sosialisme”, dan Negara-negara Eropa sudah banyak yang mulai menganutnya. Dan “sosialisme” sama-sekali tidak boleh disamakan dengan istilah “komunisme”. Di Indonesiapun sempat terjadi pertentangan antara Komunis vs Sosialis, yaitu ketika konsepsi Partai Sosialis Indonesia dimusuhi oleh PKI. Sjahrir yang menunggangi PSI pun harus rela ditendang oleh Soekarno dan PKI.

Akupun tidak memuji Negara-negara barat tapi tetaplah ada yang aku sukai. Bendera AS yang kutempel di lengan kiri ini adalah perlambang dari sebuah kebebasan berekspresi. AS adalah kiblat dari Liberal, Liberte. Ganda the Free Thinker. Tanpa adanya liberal mungkin aku sudah mengidap penyakit pemurung stadium 4.

Aku suka Music Rap. Ia lahir di Amerika. Lahir dari para budak-budak Negro. Mereka sangat keren. Lagu Rap menjadi salah satu bagian alat perjuangan mereka dalam menghancurkan tindakan rasialis. Merekalah the free thinker. . . . . . .United States of America

Malam ini aku datang ke pantai Tirang. Percuma saja aku membawa Novel dan Buku catatan jika penerangan tidak ada. Aku hanya bisa duduk terdiam. Melihat laut seperti tak berujung. Diatas tikar aku terlentang dan melamun melihat bintang. Terdiam, aku tak bisa membuat prosa malam ini. aku tidur lebih awal.  

0 comments:

Post a Comment