Tuesday, May 24, 2011

Catatan seorang Pendiam 24 Mei 2011


Takdir hari Ini mungkin Allah menginkan aku menanggapi soal NII atau kasus berkaitan dengan islam lainnya. Partama, aku dihadirkan dengan koran tentang penggrebekan Gubernur NII yang ngantor di Belakang gedung DPRD Ungaran. Kedua, aku menemukan bulletin KAMMI yang menelanjangi NII. Ketiga aku tak sengaja nonton Film (baru saja dikasih Tyo) jdulnya from Paris with Love, tentang perjalanan agen mata-mata untuk menggagalkan aksi teroris islam yang ingin meledakan diri ketika Menlu AS datang ke Paris. Sebelumnya aku sangat tidak acuh mendengar hal ini, malas mendengar mereka yang beropini, yang berdebat soal NII, berdebat soal Teroris. Bagiku tak ada indahnya berbicara agama dikaitkan dengan proyek negatif. Rasanya tak masuk akal, pasti ada konspirasi dibalik itu yang numpang atas nama islam.

Aku dengar di orang islam yang tinggal di Amerika hidupnya harus dikucilkan, atau patut diwaspadai, atau layak diidentikan dengan teroris (membawa rumpi Bom, atau memanggul AK-47). Proyek mewujudkan Negara Islam Indonesia pun dinggap negatif. Teroris yang mengatasnamakan dirinya berjihad pun dianggap musuh bersama. Seolah tindakan-tindakan negatif itu dikatakan sebagai proyek islam dalam upaya memusuhi orang yang tidak seiman. Sebuah konspirasi agar orang takut kepada islam. Bahkan pemerintah Indonesia pun mengeluarkan RUU intelejen, jelas ini membuat protes ormas islam dikarenakan RUU tersebut dimungkinkan berpotensi menghambat gerakan islam. Saat ini memang banyak anggapan miring dengan gerakan islam.

Ketika di Purbalingga aku sempat membeli 3 bordiran, terdiri dari 2 bordiran bendera Amerika Serikat (Karena music Rap hip-hop yang saya cintai identik dengan AS) dan yang satu saya beli bordiran bendera Saudi Arabia (untuk kebanggan diri mengenakan simbol Islam) yang bertuliskan “La ila ha ilallah Muhammad Rosulullah” dan bergambar ada satu bilah pedang Arab. Aku meminta ibuku agar bordiran-bordiran bendera ini dijahitnya dan dipasang di lengan jaket-jaketku. Tapi ketika saya menunjukan Bordiran Bendera Arab agar dijahitnya di salah satu jaketku, ibu sejenak berhenti, mulai berfikir dan berpendapat kepadaku “lah bendera kaya kiye d’pasang mengko kho mbok ndarani teroris kepriwe? (Lhah bendera seperti ini kok dipasang, nanti kamu bisa dikira teroris bagaimana?)”. Aku jawab “ini kan bendera Arab ma, biar bangga beridentitas Islam, lagipula ini juga bertuliskan La ila ha ilallah Muhammad Rosulullah, masa gak boleh mak? Ini kan kalimat pernyataan Keteuhidan kita kepada Allah/ Tuhanku dan Muhammad sebagai rosul??”, ibu diam saja. Aku memasrahkan “yah udal lah mak, yang ini gak usah dipasang saja, biar bendera AS saja yang dipasang.

Dari cerita itu sungguh aneh dan ironis. Sebegitu parahkah katakutan kita menggunakan identitas Islam yang murni? Hingga kita takut dikira teroris. Bahkan ibu saya sekalipun, padahal ibu saya taat agama, rajin sholat, rajin baca Qur’an. Negara ini makin aneh saja , bisa-bisa lama-lama orang Indonesia kebanyakan dari hati memeluk Islam, tapi ketika ditanya ia takut mengaku Islam. Tak punya pendirian yang kuat !, penuh keraguan ! dan setengah-setangah !. Itulah Indonesia, makanya saya tidak membeli bordiran bendera Indonesia (saya tidak bangga dengan Indonesia). Para martir-martir Islam : Amrozi, Imam Samudera, dan Mukhlas pun berfikiran hal yang sama, buktinya untuk kata-kata terakhirnya salah satunya ia berkata “Untuk anak saya kelak nanti, janganlah kalian bekerja menjadi pegawai negeri, jangan mendedikasikan diri untuk pemerintah negeri ini!”.     

0 comments:

Post a Comment