Thursday, May 19, 2011

Catatan seorang Pendiam 19 Mei 2011


Pagi-pagi Feby sms menanyakanku tentang keikutsertaanku mendengar Ceramah dari ANRI. Aku agak cuek tapi akhirnya aku ikut juga, walau hanya menikmati sisa-sisanya saja dan Feby tak kelihatan tahi lalatnya sekalipun. Rasanya ini lebih tepat forumnya anak Ilmu Sejarah dan hanya sedikit sinar lemah menerangi anak Pendidikan Sejarah seperti aku. Yah memang apa boleh buat paradigma kami (anak Pend. Sejarah) cukuplah memadukan antara narasi sejarah dengan metode pembelajaran, dan tidak usah terlalu pusing berfikir soal menulis sejarah. Kata Prof Wasino, mengapa anak pendidikan juga perlu diajari metodologi sejarah? Tak lain sebatas untuk menjelaskan pada siswa tentang bagaimana produk-produk sejarah dilahirkan. Hanya itukah? Sebenarnya saya berat mengamininya, tapi tak apalah mungkin ini jadi lebih ringan meski harus terpental dari esensi “sejarah”. Teman Ilmu Sejarah seringkali dijuluki anak “Sejarah Murni”, seharusnya anak Pendidikan Sejarah dijuluki anak “Sejarah Terkontaminasi”. Anak Pendidikan Sejarah tidak boleh dikatakan sejarawan kalo dia belum pernah membuat Historiografi. Untungnya saya pernah membuat historiografi sendiri dari Penelitian di Banyumas semester lalu. Hasilnya memang atas nama kelompok, tapi kalo boleh jujur teman sekelompokku tak terlibat dalam penulisannya. Wiji berperan besar dalam mencarikan narasumber yang tepat, Ratri hanya modal alat rekam, Sulis, Nanang dan Titin hanya nampang ikut nanya. Instrumen wawancaranyapun terkadang serta merta. Tapi menghasilkan tema yang bagus juga, orisinil, dan hal baru.

Aku respect dengan anak sejarah murni. Mereka adalah calon sejarawan sejati. Se-episode atau lebih dari riwayat hidup mereka akan didedikasikan untuk membangun kembali reruntuhan realita masa lalu dari bangsa ini. Kalau tidak ada kalian negeri ini seperti orang yang hilang ingatan, orang yang lupa bagaimana dulu ia terjatuh, orang yang lupa bagaimana ia dulu Berjaya.

Kami anak pendidikan sejarah (anak Sejarah Terkontaminasi) dicetak sebagai penceramah sejarah, pentransfer pengetahuan sejarah. Karena kami sudah terkontaminasi maka kami seolah harus berfikir tentang kontaminasi itu, jadinya yang ada di kepala dominan tentang RPP, Silabus. Yang dikejar hanyalah satu, yaitu jadi Guru/ Pegawai Negeri.
Dalam stratifikasi kasta Hindu, seorang Pegawai Negeri berada di kasta Ksatriya/ bangsawan. Makanya mereka sangat dihormati. Orang-orang dengan pola pikir javasentris pasti tergiur dengan hal ini, karena melihat latar belakang sejarah tentunya Jawa juga mantan dominasi Hindu.

Aku terlambat akan menyadari hal ini, dan ternyata aku tipe orang yang tidak gila kehormatan akan karpet merah itu. Aku orang pendiam dan tenang, lebih romantis ketika dalam situasi kesepian, kesendirian. Gie pernah mendapat surat dari rekannya dari Amerika “Gie… seorang intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian……”

0 comments:

Post a Comment