Tuesday, May 17, 2011

Catatan Seorang Pendiam (CSP) 12 – 16 MEI 2011


12 Mei terpaksa harus kembali berjumpa dengan Purbalingga. Di perjalanan melihat korban ketidakadilan. Pengamen anak kecil seumuran si Filah, lusuh bermodal petikan kencrung tak berkunci, suara dan lagu yang lirih. Singgah di bis ini dari Bawen. Aku iba, dan kuberikan lebih dari pada pengamen lain, dan berbenak mengapa dia tak seberuntung aku. God bless him.. Malam di Wonosobo pengamen cedal itu menghibur kami walau tak menghibur, masuk ke bis nyeker, sandalnya baru saJa pedhot. Dia mengingatkanku waktu pulang bersama Tara.

13 Mei terasa pendek. 14 Mei empat kantor kusinggahi. Tiga Disperindagkom dan satu KPPT di sekitar depan SMKN 1 Purbalingga. Usaha ini entah berguna atau tidak tapi yang jelas aku beruntung, memanfaatkan persaudaraan dengan Bpk. Edi Suyanto, bapaknya Riski. Beliau melepas borgol kepesimisan dan perasaan kegagalan misi tugas Kewirausahaan aku dan Giarti. Tumpukan apa yang kami cari segera digandakan. Kami bernasib baik.

Rasanya ini bukan di rumah, tapi di istana. Tidur pulas dan makan enak, ayam dan tumis jamur. Aku masih selalu disayang, padahal aku ada niatan pindah haluan. Tapi tak ada ruginya mereka akan ini, keluarga terhangatku.

15 Mei Hari-hari mencoba mengisi waktu dengan kesenangan yang rumit merakit Papercraft. Arung dan Risma terus penasaran dan menunggu, padahal hasilnya tak rapi. Dua pesawat tipe Lavochkin-5F bertanda salib NAZI kurang rapi kugarap. Tapi bapak malah menggantungnya di ternit ruang tamu. Semua semerbak Luftwaffe Nazi Jerman model sebelum 45, jadi prioritas.

16 Mei terlalu berkeringat ke Pasar Hewan bersepeda. Tak hanya hewan disana. Banyak bisnis kebohongan. Banyak juga dagangan berkualitas dan murah. Tak perlu diremehkan. Banyak yang menggiurkan dan aku terpikat pada fashion.
Aku dapat sahabat baru. Kucing kuning miliknya Dikri, tetangga. Tak begitu lucu tapi setidaknya mau ku-elus. Malamnya ibu bernarasi apa adanya tentang riwayat bisnisnya, dan aku mencatat.

FB terus ku ikuti. Rasanya Grup anak alumni IPS 1 08 enggan berganti tema, terus menerus pada khayalan yang konyol. Tapi tak usah diambil hati. Pak Topan terpeleset, terlambat mengingatkanku untuk pinjam buku. Seandainya lebih cepat dari itu, pasti dari kampus kubawakan karya Louis Gottschalk atau mungkin Kuntowijoyo. Proyek penulisan sejarahnya yang beliau garap jadi tidak secepat itu.

Konspirasi cinta masih berkecamuk selama ada ketidakpastian. Ku buat pertanyaan super ambigu multi persepsi kepada si T.N, biar dia bingung, biar menyingkir. Sementara si T.I ku dapatkan crack nya. Dan dia mempersilahkannya.

0 comments:

Post a Comment